- Back to Home »
- POLAKOMUNIKASIINTERNAL DAN EKSTERNAL PONDOK PESANTREN SULLAMUL MA'AD PENUJAK
Posted by : Unknown
Rabu, 11 Desember 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Konteks Penelitian
Pesantren
sekarang ini tampaknya perlu dibaca sebagai warisan sekaligus kekayaan
kebudayaan intelektual yang mampu memberikan konstribusi terhadap lahirnya para
intelektual muslim. Di samping sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga
sebagai wadah pengkaderan, sehingga wajar apabila pembentukan pola pikir santri
sangat tergantung pada pola komunikasi yang diterapkan oleh lembaga pesantren.
Komunikasi
merupakan hal yang sangat terpenting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
juga dalam bidang pendidikan. Komunikasi yang terjadi antara guru dan sisiwa di
sekolah berlansung ketika proses belajar mengajar. Dengan adanya komunikasi,
maka kegiatan belajar mengajar akan berlansung dengan baik dan lancar serta
transfer ilmu dan nilai bisa berjalan dengan efektif.
Komunikasi
yang baik akan menentukan keberhasilan seorang guru dalam mendidik siswa. Sudah
menjadi tugas dan tanggung jawab bagi guru untuk memberikan informasi kepada
siswa. Pesan yang disampaikan seringkali menggunakan komunikasi lisan sehingga
hasilnya kurang maksimal terhadap peserta didik, karena tahap berpikir masih
belum mampu merekam secara lengkap semua pesan yang disampaikan. Oleh karena
itu perananan komunikasi dalam proses belajar mengajar sangat penting karena
mempengaruhi efektifitas penyampaian materi pelajaran yang disampaikan oleh
guru kepada siswa.
Komunikasi juga
merupakan aktifitas manusia yang sangat penting bahkan tiada hari tanpa
komunikasi, sepanjang detak jantung masih ada. Bahkan orang yang melakukan
meditasi-pun pada hakikatnya sedang melakukan
komunikasi, termasuk orang yang sedang bertapa di suatu tempat yang dianggap keramat, komunikasi merupakan hal yang esensial dalam
kehidupan kita. Kita semua berinteraksi dengan sesama dengan cara melakukan komunikasi.
Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai
cara yang kompleks, namun sekarang ini perkembangan
teknologi telah merubah cara kita berkomunikasi secara
drastis.
Komunikasi juga tidak terbatas pada kata-kata yang terucap
belaka, melainkan
bentuk dari apa saja interaksi, senyuman, anggukan kepala yang membenarkan hati, sikap badan, ungkapan minat, perhatian yang mendukung diterimanya pengertian, sikap dan peran yang sama.
Diterimanya pengertian yang sama adalah merupakan kunci
dalam komunikasi.
Sejalan dengan pengertian komunikasi di atas
maka pola komunikasi pesantren untuk
menuju pada pembentukan santri yang potensial, diperlukan strategi yang baik sehingga hasilnya
dapat diandalkan, pengelolaan pesantren tidak lagi bersifat tradisional tetapi
lebih menuju ke arah
modern dan professional, dan berhasil tidaknya strategi pesantren tentu
tergantung pada pola komunikasi yang dibangun oleh pengasuh, ustaz atau guru, untuk itu perlu mengkaji dan menganalisis pola
komunikasi yang diterapkan, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Syaiful Rohim, bahwa dalam komunikasi mempunyai model-model yaitu: Model
Komunikasi linier, Model Interaksional, Model Transaksional (satu arah, komunikasi dua arah diantara para
komunikator, model yang ketiga ini lebih memusatkan pada proses pengiriman
pesan secara terus menerus dalam suatu sistem komunikasi).[1]
Maka dari model-model komunikasi di atas, salah satunya
pondok pesantren Sullamul Ma’ad yang berlokasi di desa Penujak kecamatan
Praya Barat kabupaten Lombok Tengah dapat berhasil, karena Keberhasilan Pondok
Pesantren ini dapat dilihat dari sisi prestasi Akademik karena Lembaga-lembaganya
baik MI, MTS, MA dapat mengeluarkan siswa-siswinya 100% dalam Ujian Nasional
dan juga tidak terlepas dari pengaruh pola-pola komunikasi yang dibangun oleh
pengasuh, ustaz baik di dalam (internal) maupun yang di luar (eksternal).
Maka dari keberhasilan Pondok Pesantren diatas peneliti
sangat tertarik dengan pola komunikasi Ponpes untuk menuju dan mampu bersaing
dengan pondok pesantren lainnya, sehingga dapat mencetak santri yang bisa
membawa perubahan bagi dirinya dan pondok pesantrennya, tentunya ini
dipengaruhi oleh pola komunikasi yang dibangun baik di lingkungan pondok
pesantren maupun yang di luar pondok pesantren yang dilakukan oleh Ustaz atau
pengasuh untuk meningkatkan efektifitas komunikasi yang diaplikasikan di
lingkungan Pondok Pesantren maupun di luar pondok pesantren.
B.
Fokus penelitian
Berdasarkan latar
belakang penelitian di atas,
maka permasalahan tersebut dapat di fokuskan
sebagai
berikut:
1. Bagaimana pola-pola komunikasi Pondok Pesantren Sullamul
Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat.
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1.
Tujuan
Berdasarkan
fokus penelitian di atas, maka
tujuan dalam penelitian ini adalah:
Untuk
mengetahui bagaimana pola-pola komunikasi yang dibangun oleh ustaz atau
pengasuh untuk meningkatkan relasi yang baik di dalam maupun di luar Pondok
Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok
Tengah.
2.
Manfaat Penelitian
Dari
penelitian ini penulis mengharapkan agar dapat bermanfaat baik secara teoritis
maupun praktis.
a. Manfaat Teoritis
Manfaat
teoritis, peneliti diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan informasi sebagai menambah
khasanah keilmuan.
b. Manfaat Praktis
Sebagai
sumbangan penelitian terhadap nilai dan manfaat, juga sumbangan ilmiah bagi
perkembangan ilmu.
D.
Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
Peneliti memilih lokasi di Pondok Pesantren Sullamul
Ma’ad bertempat di Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
Alasan peneliti memilih lokasi ini karena Ponpes tersebut memiliki peranan yang
sangat signifikan dalam membentuk moral Masyarakat Desa Penujak.
E.
Telaah pustaka
Telaah
pustaka dilakukan untuk menjelaskan posisi
yang sedang dilaksanakan diantara hasil-hasil penelitian dan buku-buku
terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh.[2]
Andi Waring. Pola Interaksi Komunikasi Islamic Center Al-
Hunafa’ Mataram. Fakultas Dakwah
IAIN Mataram. Mengatakan bahwa dalam pola interaksi komunikasi itu harus melibatkan audiensnya, dimana
komunikator harus memberikan kesempatan kepada audiens untuk menyampaikan
pendapat dan segala permasalahannya untuk meningkatkan komunikasi yang efektif,
tetapi penelitian yang dilakukan oleh Andi Waring ini lebih menekankan kepada
komunikasi eksternalnya dalam bentuk ceramah atau kajian islam.
Sedangkan posisi atau perbedaan dengan penelitian yang di
lakukan oleh Andi Waring yang berlokasi di Islamic Center Alhunafa’ Mataram ini
adalah, pola komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad tidak cukup hanya mengandalkan
komunikasi eksternal tetapi komunikasi internalpun sangat penting untuk
mengetahui pola-pola komunukasi dengan masyarakat santri di internal pondok
pesantren dan eksternal pondok pesantren Sullamul Ma’ad yang di bangun oleh
Pengasuh dan Ustaz.[3]
Eka Putra Wijaya. Pola Pondok Pesantren Al-Hafizah
Dalam Pemahaman
Agama Pada Masyarakat Di Masjuring Bonder Lombok Tengah
Fakultas Dakwah IAIN Mataram. Mengemukakan bahwa di dalam
melakukan aktifitas komunkasi dakwah itu di lakukan dengan dua tahap yaitu,
komunikasi internal dan eksternal, komunikasi internal dalam lingkungan pondok
pesantren itu adalah menjalankan sistim pendidikan yang bersifat formal, yaitu
kurikulum yang sudah di atur oleh pemerintah, dan yang bersifat eksternal
adalah seperti pengajian yang bersifat harian, mingguan dan bulanan. Tetapi
penelitian Eka Putra Wijaya ini kurang meningkatkan pola komunikasi internalnya
dalam menjalin hubungan emosional antara atasan dengan bawahannya atau dengan
pimpinan ponpes dengan para santrinya hanya menjalankan sistim dari pemerintah
saja.
Jadi
letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan oleh Eka Putra Wijaya
adalah peneliti ingin mengetahui pola
komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad dalam meningkatkan pola komunikasi internal dan
eksternalnya sehingga lembaga-lembaganya baik MI, MTS, MA dapat
mengeluarkan siswa-siswinya 100% dalam Ujiyan Nasional yang dilakukan oleh
pengasuh, ustaz atau mudarris untuk membangun komunikasi baik pada masyarakat
santri maupun luar santri.
F.
Kerangka Teoritik
1. Komunikasi
a.
Pengertian komunikasi
Pengertian
komunikasi dapat di tinjau dari dua sudut pandang, yaitu komunikasi dalam
pengertian secara umum dan pengertian secara pragmatik, sehingga akan menjadi
jelas bagaimana pelaksanaan komunikasi itu.
1. Pengertian komunikasi dapat dilihat secara umum
Menurut Onong
Uchjana Effendy, setiap orang sejak bangun tidur dan sampai tidur lagi, secara
kodrati sesungguhnya senantiasa telah terlibat dalam komunikasi. Komunikasi
dalam pengertian secara umum dapat dilihat dari dua segi:
a. Pengertian Komunikasi secara etimologis
Secara
etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal dari bahasa
Latin communicatio, dan perkataan ini bersumber pada kata communis.
Perkataan communuis tersebut dalam pembahasan kita ini sama sekali tidak
ada kaitannya dengan partai komunis yang sering dijumpai dalam kegiatan
politik. Arti communis disini adalah sama, dalam arti sama makna, yaitu
sama makna dalam suatu hal.
Jadi komunikasi berlansung apabila antara orang-orang
yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.
Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang suatu hal yang dinyatakan oleh orang
lain kepadanya, maka komunikasi berlansung. Dengan lain perkataan, hubungan
antara mereka itu bersifat komunikatif. Sebaliknya jika ia tidak mengerti,
komunikasi tidak berlansung. Dengan lain perkataan, hubungan antara orang-orang
itu tidak komunikatif.
b. Pengertian Komunikasi secara terminologis
Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian
suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Pengertian itu jelaslah
komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu
kepada orang lain. Jadi yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia.
Karena itu, komunikasi yang dimaksudkan disini adalah komunikasi manusia
atau dalam bahasa asing human communication, yang sering kali pula disebut, komunikasi
sosial atau social communication. Komunikasi manusia sebagai
singkatan dari komunikasi antar manusia dinamakan komunikasi sosial atau
komunikasi kemasyarakatan karena hanya pada manusia-manusia yang bermasyarakat
terjadinya komunikasi. Masyarakat terbentuk paling sedikit dua orang yang
saling berhubungan dengan komunikasi sebagai penjalinnya. Robinson Crusoe, yang
hidup dipulau terpencil, tidak hidup bermasyarakat karena dia hidup sendirian.
Oleh sebab itu dia tidak berkomunikasi dengan siapa-siapa.[4]
2. pengertian komunikasi secara pragmatis
Telah
dijelaskan di muka dalam pengertian secara umum komunikasi adalah proses
penyampaian suatu pernyataan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain
sebagai konsekuensi dari hubungan sosial. Komunikasi dalam pengertian ini
sering terlihat pada perjumpaan dua orang. Mereka saling memberikan salam,
bertanya tentang kesehatan dan keluarga dan sebagainya.
Dalam
pengertian secara pragmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu; ada yang
dilakukan secara lisan, tatap muka, atau melalui media, baik media massa seperti surat kabar, radio,
televisi atau film, maupun media non massa, misalnya surat, telepon, papan
pengumuman, poster, spandoek dan sebagainya.
Jadi
komunikasi dalam pengertian pragmatis bersifat intensional
(intensional), mengandung tujuan; karena itu harus dilakukan dengan
perencanaan. Sejauhmana kadar perencanaan itu, bergantung pada pesan-pesan yang
akan dikomunikasikan dan pada komunikan yang akan dijadikan sasaran.
Mengenai
pengertian komunikasi secara pragmatis ini banyak definisi yang dikemukakan
oleh para ahli, tetapi dari sekian banyak definisi itu dapat disimpulkan secara
lengkap dengan menampilkan maknanya yang hakiki yaitu:
Komunikasi
adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberitahu atau merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik lansung secara
lisan maupun tak lansung melalui media.
Dalam definisi
tersebut tersimpul tujuan, yakni memberitahu atau mengubah sikap (attitude),
pendapat (opinion), atau perilaku (behavior).
Jadi ditinjau
dari segi isi penyampaian pernyataan, komunikasi yang bertujuan bersifat
informatif dan persuasif. Komunikasi persuasif (persuasif comunication)
lebih sulit daripada komunikasi informatif (informative communication),
karena memang tidak mudah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku
seseorang atau sejumlah orang.
Dalam
pengertian lain Nurudin memberikan definisi tentang komunikasi sebagai berkut:
Komunikasi menurut (Everett M. Rogers) yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy dalam bukunya
yang berjudul Dinamika Komunikasi adalah:
proses hal mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau
lebih dengan maksud mengubah perilaku. Definisi ini, menekankan bahwa dalam komunikasi ada sebuah proses
pengoperan ide, gagasan, lambang dan di dalam proses itu melibatkan orang lain. Dengan kata lain
bahwa setiap manusia itu berkomunikasi meskipun kita tidak menyadarinya.[5]
Sehubungan dengan kenyataan
bahwa komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari aktifitas
seseorang manusia tentu manusia mempunyai cara tersendiri dan tujuan apa yang
di dapatkannya. Disini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Haroll D Laswell,
itu biasa disebut who (siapa) says what (mengatakan apa) in which channel (lewat saluran mana) to
whom (kepada siapa) with what effect ( effek apa yang diharapkan).
Dan jelas masing-masing orang mempunyai perbedaan dalam mengaktualisasikan
komunikasi tersebut, oleh karena itu dalam komunikasi dikenal dengan pola-pola
tertentu sebagai manifestasi perilaku komunikasi manusia dalam berkomunikasi. Dari
pengertian komunikasi di atas maka peneliti menggunakan teori-teori komunikasi
dibawah ini dalam menganalisa pola komunikasi internal dan eksternal.
Teori
yang digunakan oleh penulis di sini adalah teori-teori yang sesuai dengan fokus
penelitian yaitu :
1.
Teori Komunikasi Jarum Suntik ( Hipodermik )
Teori ini dikemukakan oleh Hovland dkk, dalam teori ini disebutkan bahwa sesungguhnya
komponen-komponen komunikasi (komunikator,
pesan, media) amat perkasa dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut Jarum
Hipodermik karena dalam model ini dikesankan seakan-akan komunikasi
“disuntikkan” lansung ke dalam
jiwa komunikan. Sebagaimana obat disimpan dan disebarkan dalam tubuh sehingga
terjadi perubahan dalam fisik, begitu pula pesan-pesan persuasif mengubah
sistem psikologi.[6]
Alasan peneliti menggunakan
teori di atas karena teori tersebut sangat sesuai sekali dengan pola komunikasi
Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dalam menjalin komunikasi internal dan
eksternal terutama dalam komunikasi internalnya yang mampu membawa perubahan
sikap dan perilaku pada masyarakat santri yang seakan-akan menyuntik lansung
para komunikannya.
2.
Kredibilitas Teori ( Credibility Theory)
Gobbel, seorang Menteri Propaganda Jerman Dalam Perang
Dunia II menyatakan untuk menjadi
komunikator yang efektif harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Kredibilitas
menurut Aristoteles, bisa diperoleh jika seorang memiliki
ethos, pathos dan logos. Ethos adalah kekuatan yang
dimiliki pembicara dari karakter pribadinya, sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya.
Phatos ialah kekuatan yang dimiliki seorang pembicara dalam mengendalikan
emosi pendengarnya, sedangkan Logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator
melalui argumentasinya.[7]
Teori ini ini juga sejalan dengan pola komunikasi
pimpinan Ponpes yang memiliki kredibilitas menurut Aristoteles di atas, karena
bisa dilihat dari perubahan perilaku remaja di sekitar Ponpes melalui
komunikasi eksternalnya.
3. Teori keseimbangan: Heider
Teori ini dirumuskan oleh Fritz Heider, bahwa teori ini
berusaha menerangkan bagaimana
individu-individu sebagaian dari struktur sosial , misalnya sebagai suatu
kelompok cenderung untuk menjalin hubungan satu sama lain. Tentunya
salah satu cara bagaimana suatu kelompok dapat berhubungan, ialah dengan
menjalin komunikasi secara terbuka.
Teori ini sejalan dengan pola komunuikasi yang diterapkan
oleh Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dalam menjalin komunikasi secara terbuka,
baik dalam lingkungan (internal) Pondok Pesantren maupun di luar (eksternal) Pondok
Pesantren dalam menjalin relasi yang baik sehingga mampu menciptakan komunikasi
yang efektif.
Teori Heder ini cenderung memusatkan perhatiannya pada
hubungan intra pribadi (intra personal)
yang berfungsi sebagai daya tarik.[8]
G.
Metode Penelitian
1. Pendekatan penelitian
Adapun pendekatan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti
adalah metode kualitatif, Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh data
deskriptif (menggambarkan) berdasarkan pengamatan maupun pengakuan atau tulisan
dari subjek.
Rahmat Kriyantono mendefinisikan
metode kualitatif
adalah sebagai prosedur penelitian yang dapat menghasilkan data berupa
kata-kata, kalimat-kalimat,
narasi-narasi tertulis, dari orang-orang dan
juga perilaku yang dapat diamati.[9]
Metode
yang digunakan peneliti ini adalah metode kualitatif untuk memberikan data
secara valid dan dapat dipercaya, karena metode dalam penelitian ini meneliti
status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sisitem pikiran
atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk membuat
deskripsi, gambar atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai
fakta, sifat-sifat serta fenomena yang diselidiki.[10]
Adapun beberapa pertimbangannya dilakukan penelitian
kualitatif seperti yang dijelaskan. “pertama, menggunakan penelitian kualitatif
lebih menarik. Kedua, metode ini secara lansung menyajikan hakikat hubungan
antara penelitian dengan responden dan metode ini juga lebih cepat menyesuaikan
diri terhadap pola-pola yang diamati”.
Sedangkan alasan peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif karena :
a. Pendekatan kualitatif peneliti sebagai
instrumen kunci atau instrument pokok (peneliti secara lansung terjun
kelapangan) sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat.
b. Data yang diinginkan berupa pemaparan
(deskriptif) dari suatu peristiwa.
2.
Kehadiran Peneliti
Tujuan
peneliti hadir di lokasi adalah untuk mendapatkan data yang valid yang dibutuhkan
dalam penelitian kualitatif agar lebih mudah menghubungi informan dalam
penelitian ini, sekaligus mengetahui
pola-pola komunikasi pada saat melakukan obsevasi.
Kehadiran
peneliti berfungsi sebagai instrument kunci dan sekaligus sebagai pengumpul
data. Sedangkan instrument lain dapat digunakan, tetapi fungsinya terbatas
hanya sebagai pendukung. Oleh Karen itu kehadiran peneliti di lapangan harus
dikemukakan secara jelas baik sebagai pengamat partisipan atau lainnya.[11]
3. Sumber Data
Menurut Kriyantono, sumber data dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi baik yang di peroleh dari
wawancara mendalam maupun observasi dan tindakan yang selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud sumber data adalah subjek
darimana data yang diperoleh.[12]
4.
Data primer
Data
primer adalah data yang diperoleh secara lansung dari sumber
data pertama atau tangan pertama di lapangan dengan wawancara. Adapun yang
menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah Ustaz. Hasnanudin S.PdI,
alasannya peneliti mengambil Ustaz Hasnanudin S.PdI sebagai data primer karena dia sebagai
pimpinan lansung Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad. TGH.L. Zakaria alasannya
karena dia sebagai Ketua Komite Pondok Pesantren. Dan yang terahir adalah TGH.L Abdul
Aziz alasannya, karena dia lebih pengalaman dan lebih banyak mengetahui keadaan
dan kondisi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad.
5. Data sekunder
Data sekunder
adalah
data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder, data sekunder
juga dapat kita peroleh dari buku literatur, internet, surat kabar, ataupun
dari hasil penelitian terdahulu.
Data yang dihimpun dalam penelitian ini merupakan bagian
yang sangat penting dalam penelitian yang bersifat ilmiah, dalam kegiatan penelitian tentunya diperlukan suatu cara
yang dapat digunakan dalam pengumpulan data, data yang objektif dapat diperoleh
sebelumnya hanya dengan alat pengumpulan data yang tepat.
H.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bagian
terpenting dalam sebuah penelitian bahkan merupakan suatu keharusan bagi
seorang peneliti, untuk mendapatkan sebuah data, peneliti menggunakan beberapa
metode dalam pengumpulan data antara lain yaitu:
1.
Metode observasi
Observasi merupakan pengamatan dan
pencatatan yang secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek
penelitian. Observasi yang dilakukan oleh peneliti berupa observasi partisipan,
artinya disaat melakukan observasi peneliti lansung terjun mengamati kegiatan subjek
selama melakukan kegiatan.
Adapun data yang dicari melalui
observasi adalah mengenai kegiatan yang berkaitan dengan pola komunukasi
internal dan eksternal yang dibangun oleh Ustaz
Hasnanudin S.PdI, TGH. L. Zakaria, Ustaz Abdul Aziz, Drs. Hadi Wijaya
dalam menjalin relasi, baik di dalam
maupun di luar Pondok Pesantren
Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.[13]
2.
Metode Interview
Interview merupakan sebuah metode riset
yang dilakukan periset untuk memperoleh data dengan wawancara tatap muka secara
mendalam dan terus menerus.
Wawancara secara garis besar dibagi
menjadi dua, yakni wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur.
Wawancara tak terstruktur juga sering disebut wawancara mendalam, wawancara
intensif, wawancara terbuka, wawancara etnografi,
sedangkan wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku (standardized interview) yang susunan
pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya.[14]
Bentuk wawancara yang dilakukan oleh
peneliti adalah wawancara terpimpin yaitu Tanya jawab oleh pihak di mana
pertanyaan sudah dipersiapkan terlebih dahulu sebelum melakuka wawancara.
Adapun
berikut nama-nama informan yang dipilih antara lain:
a. Kepala Desa penujak.
b. Muslim (Tokoh pemuda) alasan peneliti
memilih Muslim sebagai informan karena memang dia dekat dengan para pemuda dan
juga lebih agresif sehingga mempermudah peneliti untuk mendapatkan informasi
tentang pola komunikasi Ponpes.
c. Azhar Anshari (Tokoh masyarakat)
alasannya memang dia lebih berkompeten dalam bidang kemasyarakatan dan juga
lebih berpengalaman.
d. Hasnanudin, S.PdI (Tokoh Agama). Alasan
peneliti memilih sebagai informan karena dia sebagai Kepala Ponpes dan
sekaligus sebagai tokoh Agama dan yang paling berpengaruh di Desa Penujak.
Wawancara ini dilakukan untuk
mendapatkan data yang berkaitan dengan pola komunikasi tersebut.
3.
Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan cara
pengumpulan data masa lampau yang berbentuk tertulis seperti arsip-arsip
termasuk juga buku-buku, foto-foto atau tentang pendapat,
teori-teori atau yang berhubungan dengan masalah disebut studi dokumen. Teknik
yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah mengambil data-data yang
sudah direkomendasikan secara sistematis dan objektif.
I.
Analisa Data
Teknik
analisis yang digunakan sesuai dengan jenis penelitian dan operasionalnya.
Analisis dilakukan untuk dapat memberikan pemahaman terhadap data yang telah
terkumpul, sehingga ditemukan pola dan dapat dipresentasikan tentang apa yang
telah ditemukan.[15]
Kegiatan
ini menganalisa data-data yang telah terkumpul secara cermat dan teliti
sehingga dapat ditentukan suatu kesimpulan objektif dari proses penelitian ini.
Dengan demikian, data yang terkumpul dibahas dan diterjemahkan dan dikumpulkan secara deskriptif
(pemaparan). Mengingat data ini hanya menggunakan kualitatif, maka dalam
menganalisa data menggunakan Metode Hipotesis
deskriptif,
artinya adalah dugaan tentang nilai suatu variable mandiri, tidak membuat
perbandingan atau hubungan tertentu.
BAB II
PAPARAN
DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren
Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat
1.
Latar Belakang Berdirinya
Secara sosiologis Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad berdiri karena mengejar ketertingggalan yang begitu jauh
(secara kualitas) dalam artian dengan menempuh perbaikan
pendidikan umat Islam dengan tetap mempertahankan prinsip; aqidah islamiyah dan
juga cinta dan peduli terhadap ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak merupakan salah
satu Pondok Pesantren yang didirikan oleh Jam’iyah Nahdatul Ulama’ pada tahun
1964. Dibangun diatas sebidang tanah wakap milik Haji Kamaludin seluas 2.500 m2 dengan tokoh pendiri:
a.
TGH. Syahri
b.
TGH. M. Khairudin
c.
TGH. Samsul Hakim
Dan juga didirikan oleh sebuah
unit pelaksana teknis di bidang pendidikan, di lingkungan Departemen Agama yang berada di bawah dan tanggung jawab
Kantor Wilayah Departemen Agama (RI) Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pondok pesantren Sullamul Ma’ad Penujak merupakan salah
satu tempat pendidikan yang berada di tengah-tengah Desa Penujak, di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren
Sullamul Ma’ad yang berdiri tahun 1964 dan terbentuk berdasarkan Surat
Keputusan Kanwil Departemen Agama Propinsi Nusa Tenggara Barat. Nomor
Wx.88.78.A/12/1991 tanggal 09 Desember 1991.
Sebagai Lembaga Pendidikan dan SK Akreditasi terakhir
Nomor : 45/Akr-MA/C/IV/2007, tanggal 27 April 2007 dengan pringkat nilai C. MA.
Sullamul Ma’ad Penujak mempunyai Tujuan membentuk siswa yang berkualitas,
beriman dan bertaqwa serta cinta ilmu pengetahuan dan teknologi, berbudaya dan
berakhlakul karimah serta memperoleh nilai UAN/UAS minimal 7,47 pada tahun
2010/2011.[16]
Ponpes
Sullamul Ma’ad Penujak terletak di sebuah Desa yaitu di
Desa Penujak, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten
Lombok Tengah. Secara geografis Ponpes ini mempunyai batas-batas wilayah
sebagai berikut:
1. Sebelah Timur : Desa Tanah Awu Kecamatan Pujut
2. Sebelah Barat : Desa Darek, Kecamatan Praya Barat Daya
3. Sebelah Utara : Desa Batujai, Kecamatan Praya Barat
4. Sebelah Selatan : Desa
Bonder, Kecamatan Praya Barat
Selama berkiprah dalam bidang
pendidikan, upaya peningkatan sumber daya manusia Pondok Pesantren Sullamul
Ma’ad desa Penujak telah banyak
membantu masyarakat setempat baik yang di desa Penujak maupun desa-desa lain
yang berada di sekitarnya. Keberlangsungan pelaksanaan pendidikan baik
intrakurikuler (pendidikan yang ada didalam ponpes yang sudah diatur oleh para
guru/ustazd untuk pengembangan wawasan para santri) maupun ekstrakurikuler
(pendidikan yang di luar ponpes untuk
pengembangan diri masyarakat santri sekaligus untuk masyarakat di luar santri) dapat
terlaksana dengan baik atas dukungan pemerintah pusat dan daerah serta
partisipasi masyarakat.
Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad
Penujak, juga merupakan salah satu anggota Kelompok Kerja Madrasah ( KKM )
dengan jumlah anggota Madrasah yang tergabung sebanyak 60 MTs Swasta yang
tersebar di 4 Kecamatan diantaranya Kecamatan Jonggat, Kecamatan Pringgarata,
Kecamatan Praya Barat dan Kecamatan Praya Barat Daya.[17]
2. Tujuan
Pendirian
Setelah mengetahui apa yang melatar belakangi pendirian Pondok
Pesantren Sullamul Ma’ad
maka dapat diketahui secara lebih konfrehensif dan juga dapat
diketahui tujuan pendirian Sullamul Ma’ad yakni untuk menemukan jalan dalam mengejar
ketertingggalan yang begitu jauh (secara kualitas) dalam artian dengan menempuh perbaikan
pendidikan umat Islam dengan tetap mempertahankan prinsip; aqidah islamiyah dan
juga cinta dan peduli terhadap ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Tujuan
pendirian Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad di samping sebagai wahana pendidikan juga sebagai wadah yang tepat untuk
mengeluarkan para intelektual muslim yang dibangun untuk mengejar
ketertinggalan umat Islam ini, dan memiliki sarana yang layak untuk mencetak para intelektual
muslim, dan tujuan untuk menghadapi problematika yang dihadapi umat, dan
sanggup memberikan jalan ke luar dari hal-hal yang selama ini menghambat kemajuan umat khususnya dalam
bidang pendidikan.
Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad tidak berdiri sendiri
dalam mewujudkan sistem pendidikan, melainkan bekerja sama dengan
lembaga-lembaga pendidikan yang telah ada dan selalu mengacu pada
bimbingan-bimbingan institusi terkait, sehingga terwujudnya kesamaan dan
kebersamaan dalam mensikapi mutu pendidikan umat Islam Indonesia. Dalam upaya
pendirian Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad terlebih dahulu ada persiapan
moril-materil dan arahan
dari para cendikiawan-cendikiawan dalam
pembangunan gedung dan perbaikan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang
pendidikan para santri agar lebih berkualitas.
Adapun berikut ini juga tujuan didirikannya Pondok
Pesantren Sullamul Ma’ad penujak adalah, secara bertahap akan dimonitoring,
dievaluasi, dan dikendalikan setiap kurun waktu tertentu, untuk mencapai
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang
dibakukan secara nasional, sebagai berikut:
a. Meyakini, memahami, dan menjalankan ajaran agama yang
diyakini dalam kehidupan.
b. Memahami dan menjalankan hak dan kewajiban untuk berkarya
dan memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
c. Berpikir secara logis, kritis, kreatif, inovatif dalam
memecahkan masalah, serta berkomunikasi melalui berbagai media.
d.
Menyenangi dan menghargai
seni.
e.
Menjalankan pola hidup bersih,
bugar, dan sehat.
f. Berpartisipasi
dalam kehidupan sebagai cerminan rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.[18]
Selanjutnya, atas keputusan bersama guru dan siswa, SKL
tersebut lebih kami rinci sebagai
profil siswa Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak sebagai berikut :
a. Mampu menampilkan kebiasaan sopan santun dan berbudi
pekerti sebagai cerminan akhlak mulia dan iman taqwa.
b. Mampu berbahasa Inggris secara aktif.
c.
Mampu mengaktualisasikan
diri dalam berbagai seni dan olah raga, sesuai pilihannya.
d.
Mampu mendalami cabang
pengetahuan yang dipilih.
e.
Mampu mengoperasikan komputer aktif untuk program
microsoft word, exsel, dan desain
grafis.
f.
Mampu melanjutkan ke PTN/PTS sesuai pilihannya melalui
pencapaian target pilihan yang ditentukan sendiri.
g.
Mampu bersaing dalam mengikuti berbagai kompetisi
akademik dan non akademik di tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi, dan
nasional.
h.
Mampu
memiliki kecakapan hidup personal, sosial, environmental dan pra-vocasional.
3. Program-program kegiatan
Program-program
yang dilakukan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad, yang lebih mengarah pada sisi
kedisiplinan dan mengaplikasikan dan merealisasikan program yang diprogramkan,
kegiatan-kegiatan yang di programkan telah menjadi aktifitas rutin:
Dari
bidang pendidikan di sini antara lain meliputi bagian-bagian
a. Tulis dan Baca Al-qur’an
b.
Pendidikan Al-qur’an dan As-sunnah
c. Mendirikan tempat-tempat kursus serta
menyelenggarakan pendidikan sesuai
dengan keterampilan
d. Salat berjama’ah sudah menjadi kebiasaan
santri
e. Yasinan setiap malam juma’t.
Bidang sosial, antara lain meliputi:
a.
Mendirikan
tempat penampungan anak-anak kurang mampu
b. Menyalurkan infaq, sadakah, zakat. Dan
bantuan-bantuan yang lainnya untuk membantu masyarakat penujak Lombok tengah.
Dari beberapa kegiatan yang diselenggarkan tersebut,
masih banyak lagi kegiata-kegiatan/program-program yang belum terealisasikan
atau terlaksana, seperti poliklinik-poliklinik dan pengobatan umum, hal ini
dikarenakan keterbatsan kemampuan baik secara materil maupun non materil. Namun
program-program tersebut akan berusaha direalisasikan pada masa yang akan
datang sesuai dengan kebutuhan dana kemampuan yang dimiliki Pondok Pesantren
Sullamul Ma’ad Penujak.
4.
Pasilitas-pasilitas Pondok Pesantren
Sullamul Ma’ad
Bangunan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dibangun di
atas tanah 2.500 m2, disamping itu untuk pengembangan Madrasah,
yayasan pondok pesantren juga menyediakan gedung asrama yang berada di Desa
Selane Kecamatan Praya Barat, dengan dilengkapi ruangan kelas, ruangan pimpinan,
dan ruangan staf asrama, ruang guru, musalla. komputer, serta fasilitas
pendukung lainnya.[19]
Jika dilihat keadaan fasilitas Pondok Pesantren
Sullamul Ma’ad Tahun 2010, bisa diketahui bahwa secara umum fasilitas sudah
agak mencukupi, walaupun terdapat sedikit kekurangan pada ruangan-ruangan yang
lain, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut:
Tabel
3.1.
Keadaan
Fasilitas Yayasan Pondok Pesantren
Sullamul Ma’ad
Tahun
2010.
No
|
Ruangan
|
Jumlah
|
Luas (M2)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
|
Kelas
Lab. IPA
Lab. Komputer
Lab. Bahasa
Multimedia
Lab. Keterampilan
Perpustakaan
Aula
Ruang Guru
Ruang Tata Usaha
Ruang Kepala Sekolah
RBP Osim/PMR
Pramuka
Mushalla
Kantin
|
4
-
-
-
-
-
-
1
1
-
-
-
-
-
1
-
|
960
-
-
-
-
-
-
360
6
-
-
-
-
-
4
-
|
5.
Seksi-seksi kepengurusan Pondok
Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak
a. Seksi keagama’an:
b. Seksi pendidikan
c. Seksi humas
d. Seksi sosial.
Didalam skripsi ini, penulis akan menjelaskan tiga
seksi yang terdapat pada Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak, yaitu seksi
keagamaan, seksi pendidikan dan seksi humas karena kedua seksi ini sangat
berperan dalam pengembangan Pola Komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad
Penujak.
1.
Seksi keagamaan
Seksi keagamaan ini telah dapat dilaksanakan yaitu membentuk
forum-forum mudzakarah baik untuk tingkat dewasa dan anak-anak, untuk
meningkatkan pengetahuan di dalam bidang ilmu agama.
Tempat pengajian untuk tingkat dewasa
ini di lakukan di rumah-rumah sekitar Desa Penujak setiap malam jumat yang di
ketuai lansung oleh Ustaz Hasnanudin S.PdI sendiri yang menjadi pembicaranya
sekaligus ketuanya dan yang menjadi audiennya adalah para remaja dan juga orang
tua yang ada di Desa Penujak.
Sedangkan pengajian untuk tingkat
anak-anak di lakukan di rumah Ustaz Hasnanudin
sendiri setelah shalat magrib, seperti iqra’ untuk anak-anak ibtidaiyah,
sedangkan tulis dan baca al-qur’an, tajwid, nahu dan sharaf untuk tingakat
tsanawiyah dan aliyah.
2.
Seksi pendidikian
Seksi pendidikan telah melaksanakan
beberapa program pendidikan seperti pengembangan diri adalah kegiatan yang
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta
didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri di bawah
bimbingan konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam
bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan
antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah
diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta
didik serta kegiatan ekstrakurikuler, seperti kepramukaan, kepemimpinan,
kelompok seni-budaya, kelompok tim olahraga, dan kelompok ilmiah remaja.
“Bahwa
dalam pengembangan diri Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak meliputi
program berikut:
a.
Bimbingan Karir (BK)
b.
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR)/ KTI
c.
Olimpiade MIPA
d.
Muhadharah 3 Bahasa (Arab, Inggris, dan Indonesia)
e.
Kesenian (Seni baca Al-Qur an, Seni Suara,Kaligrafi)
f.
Olah raga (Badminton, Voli, dan
Catur)
g.
Pada umumnya, program tersebut dilaksanakan 1 x dalam seminggu pada hari
sabtu atau hari-hari libur. Program Pembiasaan dilakukan melalui kegiatan
Tadarussan, sholat berjamaah, lailatul ijtimaq atau istigosah.[20]
C. Seksi Humas
Dalam melaksanakan
tugasnya Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak
juga bekerja sama dengan KKM, Lembaga Pengkajian Mutu Pendidikan (PMP) NTB,
Departemen Agama Kabupaten Lombok Tengah dan Kantor Wilayah Departemen Agama
Propinsi NTB, Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas-Dinas Instansi
terkait.[21]
6. Sasaran Program Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak
Sasaran
program Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak
untuk tahun 2010 sebagai dituangkan
dalam Renstra (Rencana Strategik) adalah mengambarkan kebijakan-kebijakan yang
diambil dalam bentuk program-program yang diselaraskan dengan Visi, Misi,
tujuan, sasaran, indikator capaian seperti diuraikan di bawah ini:
NO
|
TUJUAN
|
SARASAN
|
CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN
|
||
URAIAN
|
INDIKATOR
|
KEBIJAKAN
|
PROGRAM
|
||
1
|
Meningkatkan Kualitas tenaga kependidikan
|
Meningkatkan kualitasguru bidang study
|
Out put:
-
Terpenuhinya guru bid.studiyang berkualitas
-
Terdapatguru spefikasi guru bid. study
Out comes:
-
Kualitas KBM Meningkat
|
-
Pelatihan guru bid. Study
-
Penataran-penataran
-
MGMP (Workshop KTSP)
|
Meningkatkan SDM guru bidang study
|
2
|
Meningkatkan kualitas siswa
|
Terwujudnya siswa yang memiliki kemampuan di bidang IPTEK dan IMTAQ
|
Out put:
-
Terpenuhinya sarana pembelajaran dibid IPTEK
-
Terdapat tenaga pengajar yang berkompetensi di bidang
IPTEK
Out comes:
-
Siswa menguasai IPTEK yang dilandasi imtaq
|
-
Pembelajaran yang berorientasi pada kompetisi
-
Pembelajan yang dilandasi oleh nilai imtaq
|
- Penerapan KTSP
-
Pengembangan kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler
dalam bentuk pengembangan diri dengan beroirientasi pada iptek dan imtaq
-
Pengembangan imtaq terpadu.
|
3
|
Meningkatkan sarana dan prasarana
|
a. Merehab ruang
belajar.
b. Penambahan ruang
belajar
c. Mengadakan sarana
ibadah
d. mengadakan
komputer
|
Out put:
- Ruang kelas
memadai
-
Jumlah ruang cukup
Out comes:
-
Proses KBM berjalan lancar
Out put:
-
Tersedianya tempat ibadah
-
Terdapat pengelola sarana ibadah
Out comes:
-
Proses ibadah lancar
Out put:
-
Tersedianya komputer
-
Tersedia tenaga pembimbing yang memadai
Out comes:
-
Terlaksananya KBM di bid. TIK berjalan lancar.
|
Mengadakan sarana ibadah sesuai kebutuhan Mengadakan sarana dan prasarana
ibadah
Mengadkan sarana TIK(komputer dan multimedia)
|
-
Meningkatkan jumlah sarana dn prasarana
-
Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana
-
Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana
- Pengelola yang
berkualitas
-
Meningkatkan kualitas dibidang TIK
|
4
|
Peningkatan kualitas sarana ibadah
|
Meningkatkan kualitas pengelolaan Musholla
|
Out put:
-
Terpenuhinya pengelola mushalla yang berkualitas
Out comes:
-
Pelaksanaan ibadah lancar
|
- Mengadakan
pelatihan, pengajian dan penataran
|
-
Meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepad
Allah SWT
|
7. Struktur
Dan Muatan Kurikulum
A. Struktur Kurikulum
Pada struktur kurikulum pendidikan
dasar dan menengah berisi sejumlah mata
pelajaran yang harus disampaikan kepada peserta didik. Mengingat perbedaan
individu sudah barang tentu keluasan dan
kedalamannya akan berpengaruh terhadap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan.[22]
Pada program pendidikan di Ponpes
Sullmaul Ma’ad jam mata pelajaran sekurang-kurangnya 32 jam pelajaran setiap
minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 40 menit.
Jenis program pendidikannya terdiri dari program umum meliputi sejumlah
mata pelajaran yang wajib diikuti seluruh peserta didik, dan program pilihan
meliputi mata pelajaran yang menjadi ciri khas keunggulan daerah berupa mata
pelajaran muatan lokal. Mata pelajaran yang wajib diikuti pada program umum
berjumlah 13, sementara mata pelajaran Muatan Lokal kami memilih Aswaja dan Nahwu
Sharaf atau Khot Imlaq karena masih kami
pandang sangat perlu bagi siswa untuk memperdalam pelajaran terutama Al-Qur an
Hadits dan Bahasa Arab.
Pengaturan beban belajar
disesuaikan dengan alokasi waktu yang telah ditentukan dalam struktur
kurikulum. Tambahan waktu 4 jam pelajaran perminggu kami memanfaatkannya untuk
menambah jam pada pelajaran agama seperti Al-Qur an Hadits, Fiqih, Aqidah
Ahlak, dan SKI.
B. Muatan Kurikulum
Muatan kurikulum Ponpes Sullamul
Ma’ad Penujak, meliputi sejumlah mata pelajaran yang ditempuh dalam satu
jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas X sampai dengan Kelas XII.
Materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian dari muatan
kurikulum.
C. Mata Pelajaran
Mata pelajaran merupakan materi bahan ajar berdasarkan landasan keilmuan
yang akan dibelajarkan kepada peserta didik sebagai beban belajar melalui
metode dan pendekatan tertentu. Pada bagian ini Sekolah/Madrasah mencantumkan
mata pelajaran Muatan Lokal, dan pengembangan diri beserta alokasi waktunya
yang akan diberikan kepada peserta didik.
Untuk kurikulum Ponpes Sullamul
Ma’ad Penujak, terdiri dari 15 mata pelajaran, muatan lokal, dan
pengembangan diri yang harus diberikan kepada peserta
didik.
Dari itu Ponpes Sullamul Ma’ad dimungkinkan menambah
maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, dan dimanfaatkan untuk mata
pelajaran lain yang dianggap penting dengan mengungkapkan beberapa alasannya. Misalnya Komputer sebagai bagian
dari Muatan Lokal pada struktur di atas, merupakan penambahan dari mata
pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).[23]
Selain itu, perlu
juga ditegaskan bahwa dalam mata pelajaran ada:
a. Alokasi
waktu satu jam pembelajaran adalah 40
menit
b. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran
(dua semester) adalah 34-38 minggu.
“Di sekolah kami, Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, terdapat program intra kurikuler
seperti tabel di atas dan juga ekstra kurikuler yang dikembangkan dalam program
pengembangan diri. Waktu belajar di sekolah kami dimulai dari pukul 07.15 pagi
hingga pukul 13.00 untuk pengembangan diri. Khusus hari Jum’at, masuk jam 07.00
karena digunakan membaca surat yasin dan bacaan-bacaan lainnya sehingga bubar
kelas pukul 11.45.”[24]
D. Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata
pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran
tersendiri. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga sekolah harus
mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan
lokal yang diselenggarakan. Sekolah dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan
lokal setiap semester, atau dua mata pelajaran muatan lokal dalam satu tahun.
Berikut ini tabel alokasi waktu untuk mata pelajaran Muatan
Lokal yang diselenggarakan di Ponpes.
Sullamul Ma’ad Penujak
No
|
Mata Pelajaran Muatan Lokal
|
Alokasi Waktu
(JP)
|
||
X
|
XI
|
XII
|
||
1
|
Aswaja
|
2
|
2
|
2
|
2
|
Nahwu Sharaf /
Khot Imlaq
|
2
|
2
|
2
|
|
Jumlah
|
4
|
4
|
4
|
Di kelas X, seluruh siswa
mengikuti Pelajaran Aswaja sebagai pelajaran Muatan Lokal hal ini untuk
memantapkan siswa dalam mengenal tentang ajaran ahlussunah waljamaah khususnya
di dalam lembaga Nahdatul lama yang sesuai dengan kaidah-kaidah sehingga dapar
membantu mereka dalam mempelajari mata pelajaran agama. Sedangkan kelas XI dan XII diberikan Muatan
Lokal berupa Nahwu Sharaf. Bertujuan
memperdalam kaidah-kaidah bacaan Al-Qur an dan cara menulis serta terjemahannya
dalam menyiapkan siswa ke Madrasah pada jenjang yang lebih tinggi.[25]
E. Pengaturan Beban Belajar
Beban belajar ditentukan
berdasarkan penggunaan sistem pengelolaan program pendidikan yang berlaku di
sekolah pada umumnya saat ini, yaitu menggunakan sistem Paket. Adapun
pengaturan beban belajar pada sistem tersebut sebagai berikut:
a.
Jam pembelajaran
untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera
dalam struktur kurikulum. Pengaturan
alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester
ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel
dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per
minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping
dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat
di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam standar isi alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur dalam sistem paket untuk Ponpes adalah antara 0% - 50% dari
waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi
waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam
mencapai kompetensi.
b.
Alokasi
waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam
tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap
muka.
”Untuk kegiatan praktik di sekolah kami, misalnya pada
kegiatan praktikum Bahasa Inggris yang berlangsung selama 2 jam pelajaran
setara dengan 1 jam pelajaran tatap muka, sesuai yang tertulis pada Struktur
Kurikulum yang kami berlakukan”.[26]
F. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang dikembangkan sebagai suatu
pencapaian hasil belajar dari suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%.
Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Sekolah harus
menentukan kriteria ketuntasan minimal sebagai Target Pencapaian Kompetensi
(TPK) dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta
kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Sekolah
secara bertahap dan berkelanjutan selalu mengusahakan peningkatan kriteria
ketuntasan belajar untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.[27]
G. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan
kelas di Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, berlaku setelah siswa memenuhi persyaratan berikut, yaitu:
a.
Menyelesaikan seluruh program pembelajaran
dengan prosentase kehadiran 80%;
b.
Siswa dikatakan lulus apabila
telahj memenuhi KKM untuk setiap mata pelajaran yang diajarkan.
Dengan mengacu kepada ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik
dinyatakan lulus dari semua mata pelajaran setelah memenuhi persyaratan
berikut, yaitu:
a.
Menyelesaikan seluruh program
pembelajaran.
b.
Memperoleh nilai minimal baik
pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata
pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan
kesehatan;
c.
Lulus ujian sekolah untuk
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.
Lulus Ujian Nasional; Di Ponpes
Sullamul Ma'ad, kelulusan juga mempertimbangkan kehadiran di kelas mencapai
minimal 80%.[28]
8. Kalender
Pendidikan
Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran
peserta didik selama satu tahun ajaran. Kalender pendidikan mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif
belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.
Setiap permulaan tahun pelajaran, tim penyusun program di sekolah
menyusun kalender pendidikan untuk mengatur waktu kegiatan pembelajaran selama
satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif
belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Pengaturan waktu belajar di
sekolah/madrasah mengacu kepada Standar Isi dan disesuaikan dengan kebutuhan
daerah, karakteristik sekolah/madrasah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat,
serta ketentuan dari pemerintah daerah.
Beberapa aspek penting yang menjadi pertimbangan dalam
menyusun kalender pendidikan sebagai berikut:
a.
Permulaan tahun
pelajaran adalah waktu dimulainya
kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
Permulaan tahun pelajaran telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu bulan Juli setiap
tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya.
b.
Minggu efektif belajar adalah
jumlah minggu kegiatan pembelajaran
untuk setiap tahun pelajaran. Sekolah/madrasah dapat mengalokasikan
lamanya minggu efektif belajar sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.
c.
Waktu pembelajaran efektif
adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran
untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk
kegiatan pengembangan diri.
d.
Waktu libur adalah waktu yang
ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal. Hari libur
sekolah/madrasah ditetapkan berdasarkan keputusan menteri pendidikan nasional,
dan/atau menteri agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan,
kepala daerah tingkat kabupaten/kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan
dapat menetapkan hari libur khusus.
e.
Waktu libur dapat berbentuk
jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari
libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari
libur khusus.
f.
Libur jeda tengah semester,
jeda antarsemester, libur akhir tahun pelajaran digunakan untuk penyiapan
kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun.
g.
Sekolah/madrasah-sekolah pada
daerah tertentu yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengatur
hari libur keagamaan sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan
waktu pembelajaran efektif.
h.
Bagi sekolah/madrasah yang
memerlukan kegiatan khusus dapat mengalokasikan waktu secara khusus tanpa
mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif.
i.
Hari libur umum/nasional atau
penetapan hari serentak untuk setiap jenjang dan jenis pendidikan disesuaikan
dengan peraturan pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota.[29]
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Analisis Pola Komunikasi
Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat.
Dari paparan
data dan temuan diatas, secara umum Pola Komunikasi Pondok Pesantren Sullamul
Ma’ad Desa Penujak dalam menjalin hubungan emosional terdiri dari pola
komunikasi internal (ke dalam) dan eksternal (ke luar) dalam
menjalankan semua program-programnya, untuk lebih jelasnya peneliti uraikan
sebagai berikut:
1. Pola
Kata ”pola”
yang dimaksud dalam judul skripsi
ini adalah, suatu model, proses, cara atau langkah Pondok Peantren Sullamul
Ma’ad dalam membangun komunikasi internal (ke dalam) dan eksternal
(ke luar) baik di lingkungan pondok pesantren seperti para santri, guru
dan juga di luar Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak. Dalam pola komunikasi
disini penulis mengutip pendapat yang dikemukakan oleh para Sarjana Amerika
yang dikutip oleh Nurudin dalam bukunya yang berjudul Sistem Komunikasi
Indonesia. membagi pola komunikasi menjadi lima, yakni komunikasi antar
pribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi organisasi, komunikasi massa dan
komunikasi publik.
Dalam buku
yang sama juga Nurudin mengutip pendapat Josep A Devito membagi pola komunikasi
menjadi empat, yakni komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok kecil,
komunikasi publik dan komunikasi massa.
a.
Komunikasi antar pribadi: suatu proses komunikasi secara tatap muka yang dilakukan antara
dua orang atau lebih
b.
Komunikasi kelompok kecil: Proses komunikasi hal mana pesan-pesan yang
disampaikan oleh sang pembicara lebih besar pada tatap muka, komunikasi
berrlansung secara continue bisa dibedakan mana sumber dan mana
penerima.
c.
Komunikasi massa: komunikasi dengan menggunakan media massa seperti,
televisi, surat kabar, dan radio.[30]
Untuk lebih jelasnya bisa kita melihat suatu dikatakan
komunikasi massa jika mencakup sbb:
a.
Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk
menyebarkan pesan-pesan kepada khalayak luas.
b.
Komunikator dalam massa menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba
berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain.
c.
Pesan didapatkan dan diterima oleh banyak orang dan bukan untuk sekelompok orang
tertentu , pesan dapat diartikan milik publik.
d.
Sebagai sumber komunikator massa biasanya organisasi formal seperti
jaringan, ikatan atau perkumpulan.
e.
Komunikator massa dikontrol oleh Gate keeper, artinya pesan-pesan yang disampaikan dikontrol oleh sejumlah individu dalam
lembaga tersebut. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda
(dilayed).
2. Pola-pola komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad
Dalam pola komunikasi di sini
penulis memaparkan dua macam pola komunikasi yang ada di Ponpes Sullamul Ma’ad
yaitu:
a. Pola Komunikasi Internal (ke dalam)
Mengutip
pendapat Lawrence D. Brennan komunikasi internal adalah pertukaran gagasan di
antara para atasan dalam suatu organisasi tersebut lengkap dengan strukturnya yang khas
(organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal didalam
perusahaan atau jawatan yang menyebabkan pekerjaan berlansung (operasi dalam
manajemen).
Sesuai dengan pengertian komunikasi internal diatas,
maka pola komunikasi internal Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dalam menjalankan
komunikasi baik itu dari pimpinan atau atasan kebawahan dan dari bawahan
keatasan dan ini sejalan dengan komunikasi
internal
Ponpes Sullamul Ma’ad, disini terdiri dari komunikasi vertikal dan komunikasi
horizontal.
1)
komunikasi vertical
Komunikasi vertikal
Ponpes Sullamul Ma’ad yakni terdiri dari atas kebawah (downward
communication) dan dari bawah keatas (upward communication) pola komunikasi yang diterapkan ini adalah
komunikasi dari pimpinan kepada bawahan
dan dari bawah kepada bawahan
pimpinan secara timbal balik. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan
memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi,
penjelasan-penjelasan, dan lain-lain kepada bawahannya, maka dari itu
bawahannya memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan dan sebagainya
kepada pimpinan.
Komunikasi dua arah secara timbal balik tersebut sangat
penting sekali, karena jika hanya satu arah saja dari pimpinan kepada bawahan,
roda organisasi tidak akan berjalan dengan baik. Pimpinan perlu mengetahui
laporan, tanggapan, atau saran karyawan sehingga suatu keputusan atau kebijakan
dapat diambil dalam rangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Komunikasi vertikal dapat dilakukan secara
lansung antara pimpinan tertinggi dengan seluruh karyawan. Komunikasi vertikal
yang lancar, terbuka dan saling mengisi merupakan pencerminan kepemimpinan yang
demokratis, yakni jenis kepemimpinan yang paling baik diantara jenis-jenis kepemimpinan
lainnya. Karena komunikasi menyangkut masalah hubungan manusia dengan manusia.[31]
2.)
komunikasi horizontal
Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar,
antara anggota staf Ponpes Sullamul Ma’ad dengan anggota lain, sampai jajaran
kebawahnya, dan sebaliknya. Berbeda dengan komunikasi vertikal yang sifatnya
lebih formal, komunikasi horizontal sering kali berlansung tidak formal. Mereka
berkomunikasi satu sama lain bukan pada waktu mereka sedang bekerja, melainkan
pada saat istirahat, sedang rekreasi, atau pulang kerja. Dalam situasi
komunikasi seperti ini, desus-desus cepat sekali menyebar dan menjalar.[32]
Dalam
komunikasi horizontal dapat
dibagi menjadi dua jenis, yakni:
1).
Komunikasi personal (personal communication)
2).
Komunikasi kelompok (group communication).
1.
komunikasi personal
(personal communication)
Komunikasi
personal ialah komunikasi antara dua orang dan dapat berlansung dengan dua
cara:
a.
komunikasi tatap muka (face to face communication)
b.
komunikasi bermedia (mediated communication).
Komunikasi personal tatap muka
berlansung secara dialogis dengan menatap sehingga terjadi kontak pribadi (personal
contact), dalam hal ini pimpinan
Ponpes Sullamul Ma’ad mengandalkan komunikasi personal sebagai alat untuk
berkomunikasi dengan masyarakat santri karena aktifitas komunikasi seperti ini
lebih cepat berjalan dengan efektif dan terjadi secara lansung
komunikasi antarpersonal (interpersonal communication). Sedangkan
komunikasi personal bermedia adalah komunikasi yang menggunakan alat,
komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad juga tidak hanya mengandalkan komunikasi
secara face to face saja, karena cara
berkomunikasi pada era ini sudah lebih instan dan mudah maka dari itulah Ponpes
Sullamul Ma’ad juga menggunakan alat sebagai sarana komunikasi seperti telepon
atau memorandum dalam berkomunikasi.
Ponpes Sullamul Ma’ad dalam menerapkan komunikasi antar personal ini karena
situasinya yang tatap muka dan lebih mudah berlansungnya komunikasi yang
efektif, seperti yang diterangkan oleh para pakar atau cendikiawan komunikasi,
jenis komunikasi yang efektif itu untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku.
Dan efektifnya komunikasi persuasif dalam situasi komunikasi seperti itu ialah
karena terjadinya personal contact yang memungkinkan komunikator
mengetahui, memahami, dan menguasai:[33]
Dengan melihat hal-hal tersebut, pimpinan Ponpes Sullamul Ma’ad dalam
organisasi sebagai komunikator dapat melakukan hal seperti berikut:
a.
Mengontrol setiap kata dan kalimat yang diucapkan
b.
Mengulangi setiap kata-kata yang penting disertai
penjelasan
c.
Memantapkan pengucapan dengan bantuan mimik dengan gerak
tangan
d.
Mengatur intonasi sebaik-baiknya
e.
Mengatur rasio dan perasaan.
Berikut
ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam situasi komunikasi antar
personal tatap muka:
a. Bersikap empatik dan simpatik
b. Tunjukkanlah sebagai komunikator terpercaya.
c. Bertindaklah sebagai pembimbing, bukan pendorong.
d. Kemukakanlah fakta dan kebenaran
e.
Bercakaplah dengan gaya mengajak, bukan menyuruh.
f. Jangan bersikap super
g. Jangan mengentengkan hal-hal yang
menghawatirkan.
h. Jangan mengkritik
i. Jangan emosional
j. Bicaralah secara meyakinkan.
Demikianlah hal yang dapat
dijadikan pegangan dalam melakukan komunikasi antar persona secara tatap muka.
2.
komunikasi kelompok (group
communication)
Komunikasi kelompok adalah
komunikasi dengan kelompok orang dalam situasi tatap muka. Kelompok ini bisa
kecil dapat juga besar, dalam komunikasi kelompok ini Ponpes Sullmaul Ma’ad
juga tidak terlepas dari komunikasi kelompok, karena Ponpes bisa dikatakan
sebuah unit atau kelompok yang selalu membutuhkan komunikasi sebagai
penjalinnya dengan orang-orang didalam Ponpes maupun diluar Ponpes. Dalam pola komunikasi
internal (ke dalam) Ponnpes Sullamul Ma’ad yang dimaksud yaitu, komunikasi
antara pimpinan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad untuk meningkatkan hubungan
emosional yang terjadi antara Santri, Ustaz-ustaz dan Pimpinan Ponpes seperti
yang dijelaskan diatas bahwa dalam komunikasi internal ada komunikasi vertikal
dan horizontal yang melatar belakangi terjadinya komunikasi yang efektif antara
Santri, pengasuh, Ustaz-ustaz dan Pimpinan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad
Penujak Lombok Tengah. sehingga pengetahuan pada masyarakat santri baik di bidang
ilmu Agama dan ilmu umum lainnya dengan kata lain (pembinaan diri sendiri)
tentang Tauhid yang sesungguhnya berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah, sehingga
ketika keluar dari Pondok Pesantren dan terjun di masyarakat umum dapat
diandalkan dalam memainkan peran sebagai santri dalam menanamkan ilmu agama dan
pengetahuan umum (iptek) yang benar di tengah masyarakat baik yang bersifat
formal maupun non formal.
a.
Komunikasi eksternal (ke luar) Ponpes Sullamul Ma’ad
Di sini pola komunikasi eksternal Ponpes yaitu membentuk forum-forum
Mudzakarah atau pengajian untuk tingkat dewasa dalam meningkatkan pengetahuan
ilmu agama. Tempat pengajian untuk tingkat dewasa ini dilakukan di rumah-rumah
sekitar Desa Penujak setiap malam jumat secara bergiliran dan dipimpin lansung
oleh ustaz Hasnanudin S.PdI sendiri yang menjadi pembicaranya dan yang menjadi
audiennya adalah para remaja dan juga orang tua yang ada di Desa Penujak. Dalam
forum mudzakarah ini suasana pengajiannya sangat bagus sekali dan bisa
dikatakan komunikatif karena terjadi
interaksi komunikasi secara lansung antara komunikan dengan komunikator atau
ustaz dengan jama’ahnya jadi bukan hanya pembicaranya saja yang aktif
berkomunikasi, tetapi di sini terjadi tanya jawab, memberikan komentar dan
pendapat dalam menyampaikan pesan-pesan tentang kajian Islam seperti tata cara
berwudu, shalat, perkawinan dan kajian Islam yang lainnya, dimana metode yang
digunakan dalam pengajian ini adalah face to face (tatap muka) secara
verbal dengan menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Arab ketika membacakan Hadits
atau ayat-ayat Al-qur’an dan menggunakan bahasa indonesia dalam menyampaikan
isi pengajiannya.
Di lihat dari komunikasi eksternal Ponpes Sullamul Ma’ad
terdiri atas dua jalaur secara timbal balik, yakani komunikasi dari organisasi
atau Ponpes kepada khalayak dan dari khalayak kepada organisasi.
a. Komunikasi dari organisasi
kepada khalayak
Bentuk komunikasi dari
organisasi atau Ponpes Sullamul Ma’ad ini kepada khalayak adalah kerjasama yang dilakukan oleh pimpinan kepada khalayak
di luar organisasi seperti masyarakat Desa Penujak, Ponpes-ponpes yang lain
atau sekolah di luar ponpes disebabkan oleh luasnya ruang lingkup komunikasi
lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat (public relation officer) daripada oleh pimpinana sendiri yang dilakukan
oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang dianggap sangat penting, yang
tidak bisa diwakili kepada orang lain, umpamanya perundingan yang menyangkut
kebijakan organisasi. Yang lainnya dilakukan oleh kepala humas yang dalam
kegiatan komunikasi eksternal merupakan tangan kanan pimpinan.
Komunikasi Ponpes kepada khalayak ini pada umumnya
bersifat informatif, yang dilakaukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa
memiliki keterlibatan, setidak-tidaknya ada hubungan batin. Kegiatan ini sangat
penting dalam memecahkan urusan masalah jika terjadi tanpa diduga. Sebagai
contoh ialah masalah yang timbul akibat berita yang salah di luar Ponpes,
tetapi dengan adanya hubungan yang baik sebagai akibat kegiatan komunikasi yang
dilakukan oleh organisasi, masalah yang dijumpai kemungkinan besar tidak akan
sulit diatasi bukan tidak mungkin pula sebelum berita itu menyebar di luar
Ponpes
b. Komunikasi dari khalayak
kepada organisasi
Komunikasi dari khalayak kepada organisasi atau Ponpes merupakan
umpan balik sebagai efek dari kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh Ponpes
atau sebuah organisasi jika informasi yang disebarkan kepada khalayak itu
menimbulkan efek yang sifatnya kontroversial (menyebabkan ada yang pro dan
kontra di kalangan khalayak), maka ini disebut opini publik. Opini publik
seringkali merugikan organisasi. Karena harus diusahakan agar segera dapat
diatasi dalam arti kata tidak menimbulkan permasalahan yang ada di Ponpes
Sullamul Ma’ad
Dari pengertian komunikasi secara internal dan eksternal diatas bahwa komunikasi tidak bisa dipisahkan dalam
kehidupan manusia, maka dari itu penulis dapat memadukan keterangan dari seksi
pendidikan Ponpes Sullamul Ma’ad, bahwa disamping mengelola lembaga pendidikan
formal, juga mengelola pendidikan non formal. Dalam
kaitannya dengan aktifitas di dalam Pondok Pesantren khususnya lembaga
pendidikan formal adalah proses belajar mengajar sebagaimana layaknya
lembaga-lembaga pendidikan lain. Aktivitas belajar mengajar (formal) di samping
menggunakan kurikulum lokal (pondok), juga menggunakan kurikulum (pemerintah)
dibawah naungan Departemen Agama.
Senada dengan keterangan
diatas, bahwa Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah dalam
mengelola lembaga pendidikan formal menggunakan kurikulum pondok dan kurikulum
nasional di bawah naungan instansi terkait. Hal ini dimaksud bahwa Pondok
Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah tidak hanya mengajarkan
kitab-kitab klasik, namun para santri diajarkan pula bidang studi umum dalam
menghadapi era globalisasi dan juga diberikan ijazah yang diterbitkan oleh
pemerintah sebagai bukti telah menyelesaikan studinya, sehingga status siswanya
dapat diterima pada lembaga-lembaga pendidikan lain jika melanjutkan studinya
dan diakui oleh masyrakat tentang siswa yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar
(STTB).
Keberadaan lembaga pendidikan
formal di Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok Tengah, telah terbukti baik
melalui observasi dalam penelitian ini maupun melihat alumni-alumni yang telah
menamatkan dirinya di Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak yang melanjutkan studinya
pada masing-masing jenjang pendidikan termasuk perguruan tinggi di Nusa Tenggara
Barat, baik yang berstatus negeri maupun swasta.
Di samping
keterangan dari pengurus Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok tengah.
Peneliti telah mengadakan interview dengan Muslim (tokoh pemuda), Azhar
Ansori (tokoh masyarakat), tokoh Agama (Hasnanudin, S.pdI) di Penujak Lombok Tengah,
bahwa kehadiran dan keberadaan Ponpes Sullamul Ma’ad Loteng sebagai tempat yang
mengelola lembaga pendidikan formal, memberikan respon positif, hal ini
terbukti bahwa sebagian putra/putri warga masyarakat karang puntik khususnya
dan Desa Penujak pada umumnya dapat
menyelesaikan pendidikan di Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak Lombok tengah, serta
status siswa alumni diterima pada lembaga pendidikan lain baik yang berstatus
Negri ataupun Swasta termasuk perguran tinggi yang ada di Lombok. Disamping
itu, mempelajari dan mendalami ilmu Agama mutlak diperlukan oleh umat Islam dan
Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah telah terbukti mampu membekali
anak-anak baik melalui kegiatan keagamaan maupun ilmu-ilmu lainnya, serta telah
diakui statusnya sebagai lembaga pendidikan formal oleh pemerintah, sehingga
siswa yang telah tamat tidak diragukan lagi untuk melanjutkan studinya di
sekolah-sekolah lain.
Dari dua sistem pendidikan
formal dan tidak formal diatas maka hal ini sejalan dengan pendapat dari Ricahard C. Houseman, Cal. M. Logue, dan
Dwihgt L. Fresley yang dikemukakan dalam bukunya, interpersonal and
organizasional communication, sebagai berikut: Sistem komunikasi
organisasional mempunyai dua aspek, yakni sitem formal dan tidak formal. Sistem
formal biasanya mengikuti garis-garis wewenang sebagaimana dituangkan dalam
organisasi. Kebijakan-kebijakan dan instruksi-instruksi organisasional
ditransmisikan melalui sistem ini. Sistem tidak formal terdiri atas
hubungan-hubungan sosial yang dapat mempunyai kekuatan untuk menentukan apakah yang
ditransmisikan melalui sistem formal itu akan dapat diterima. Oleh karena itu
amat penting bila posisi wewenang pada sistem formal juga mencakup posisi
wewenang pada sistem tidak formal.[34]
B.
Faktor-faktor Penghambat atau Kendala-Kendala Yang
Dihadapi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok Tengah Dalam
Meningkatkan Pola Komunikasi Internal (Ke dalam) Dan Eksternal (Ke luar).
Sebagai salah satu lembaga yang
membawahi dan mengkoodinir anggota dan menjalankan program kerja, tentunya
tidak pernah larut dari masalah. Sebagai lembaga yang professional masalah
bukan perkara yang harus dihindari, namun harus dicari solusinya. Sikap professional
ini juga dimiliki oleh pengurus Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok
Tengah. Adapun masalah yang dihadapi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak
Lombok Tengah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: pola komunikasi internal dan
eksternal:
1. Masalah Pola Komunikasi Internal Dan Upaya Mengatasinya
Masalah atau faktor penghambat sangat menyentuh
program-program yang dihadapi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak
dalam meningkatkan pemahaman dibidang agama maupun bidang umum terhadap masyarakat
santri adalah faktor waktu yang dimiliki oleh pimpinan Pondok Pesantren serta
para Ustaz yang direkomendasikan untuk membantu pimpinan Ponpes sangat terbatas
sehingga kurang begitu maksimal dan menjalankan tugasnya dalam memberikan
pencerahan kepada masyarakat santri supaya lebih efektif dalam segala kegiatan
yang dijalankan oleh Ponpes Sullamul Ma’ad, maka dari itu Ponpes mempunyai
banyak gangguan dalam komunikasi baik
internal dan eksternal, hal ini sejalan dengan gangguan-gangguan dalam komunikasi Menurut Shannon dan
Weaver gangguan-ganguan dalam komunikasi terjadi jika terdapat interfensi yang
menggangu salah satu elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak dapat
berlansung efektif.
Di sini juga penulis Mengutip pendapat Onong Uchjana
Effendi dalam bukunya yang berjudul Dinamika Komunikasi, mengatakan
setiap segala sesuatu pasti ada faktornya termasuk dalam bidang komunikasi,
faktor penghambat dalam komunikasi salah satunya adalah:
Hambatan sosiologis yaitu, proses komunikasi berlasung
dalam konteks situasional. Ini berarti bahwa komunikator harus memperhatikan
situasi ketika berkomunikasi dilansungkan, sebab situasi amat berpengaruh
terhadap kelancaran komunikasi, terutama situasi yang berhubungan dengan faktor
sosiologis.
Seseorang sosiolog Jerman bernama Ferdinand Tonnies mengklasifikasikan
kehidupan manusia dalam masyarakat menjadi dua jenis yaitu pergaulan yang
bersifat pribadi, statis, dan tak rasional seperti dalam kehidupan rumah
tangga; dan ada pergaulan hidup yang tak bersifat pribadi, dinamis, dan
rasional, seperti pergaulan dikantor atau dalam organisasi.
Dari hambatan komunikasi tersebut Ponpes Sullamul Ma’ad
mempunyai upaya yang dilakukannya adalah mengadakan pengajian umum sekali
seminggu jika jadwal pimpinan Ponpes benar-benar padat atau digantikan oleh
para Ustaz yang telah mendapat rekomendasi dan memang memiliki ability
(kemampuan) guna meningkatkan pengetahuan masyarakat santri dengan
berinteraksi secara lansung, sehingga
lebih cepatnya tercipta komunikasi yang efektif.[35]
2. Masalah pola komunikasi eksternal dan upaya mengatasinya
Masalah yang dihadapi dalam kaitannya dengan pola
komunikasi eksternal adalah terdapatnya segelintir masyarakat (miss komunikasi)
yang belum memahami sepenuhnya terhadap fungsi dan peranan Pondok Pesantren
sebagai salah satu lembaga yang bertugas mencerdaskan umat, sehingga motivasi
untuk memasukkan anak-anaknya masih dirasakan sulit terutama di kalangan
masyarakat ekonomi menengah kebawah.
Upaya yang dilakukan adalah mengandalkan pendekatan secara
individual, kekeluargaan dan kelompok melalui pengajian-pengajian dengan
memberikan pengertian terhadap pemahaman masyarakat bahwa orientasi ke depan
sebuah produk Pondok Pesantren sama dengan lembaga-lembaga pendidikan baik yang
berstatus Negeri maupun Swasta.
Walaupun
banyak kendala yang dihadapi Ponpes Sullmaul disini juga penulis menghadirkan fungsi-fungsi
komunikasi supaya pola komunikasi ponpes baik internal dan eksternal dalam
menjalankan pola komunikasi tersebut dengan efektif, ini sejalan dengan pendapat
Harold D Laswell yang dikutip oleh Nurudin dalam bukunya yang berjudul Sistem
Komunikasi Indonesia membagi
fungsi-fungsi komunikasi antara lain:
a.
Sebagai pengawasan atau penjagaan
b.
Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat
untuk menanggapi lingkungannya.
c.
Menurunkan warisan sosial dari generasi berikutnya.[36]
d.
Mendidik ( to educate)
e.
Menyiarkan informasi
Fungsi-fungsi komunikasi inilah yang dijalankan Ponpes Sullamul
Ma’ad walaupun banyak sekali kendala yang dihadapi dalam menjalankan pola
komunikasi internal dan eksternal.
3. Fisik yaitu rintangan yang disebabkan karena kondisi
geografis
misalnya jarak
jauh.
4. Status adalah rintangan yang disebabkan karena jarak
sosial diantara senior
dan bawahan
karena komunikasi disini berlansung cenderung akan berbeda
dikarenakan ada
tingkatan status sosial.
5. Kerangka berpikir yaitu sebuah perbedaan persefsi
diakibatkan karena latar
belakang dan
pengalaman yang berbeda.
6. Budaya disebabkan karena perbedaan norma-norma,
kebiasaan, nilai-nilai
yang dianut
yang terlibat dalam komunikasi.[37]
Kendala atau gangguan yang dihadapi oleh Pondok Pesantren
Sullamul Ma’ad dalam menjalankan komunikasinya tidak menjadi masalah karena
dari masalah diatas ada upaya-upaya yang dilakukan Pondok Pesantren Sullamul
Ma’ad Penujak Lombok Tengah adalah mengaktifkan seluruh santri yang ada di Pondok
Pesantren untuk turut kerja bakti (gotong royong) untuk memberikan stimulus
respon (masukan) atau contoh secara lansung kepada masyarakat sekitarnya.
Disamping itu, dirasakan pula agar lebih aktif dalam mengikuti pengajian-pengajian
yang dilaksanakan oleh pihak Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak
Lombok tengah serta kegiatan-kegiatan lain yang dianggap bermanfaat bagi diri
dan masyarakat penujak khususnya.
Dari banyak gangguan-gangguan yang dihadapi Ponpes Sullamul Ma’ad
dalam menjalankan pola komunikasi internal dan eksternal, itu tidak menjadi
hambatan yang besar bagi Ponpes karena masalah adalah bagian dari dinamika
kehidupan yang harus dicari solusinya, karena itu dalam pandangan para
cendikiawan komunikasi, komunikasi itu tidak mungkin dapat dihindari, dengan
kata lain tidak ada satu halpun yang bukan merupakan komunikasi.
Maka dari itu idealnya
komunikasi adalah apabila terjadi antara dua orang terlibat dalam
komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau
berlansung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan
bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan
makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti
makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa dalam percakapan yang terjadi
antara dua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya
berkomunikasi, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna
dari bahan yang dipercakapkan, karena dalam komunikasi itu minimal harus
mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat.[38]
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Untuk menjawab
rumusan masalah tentang Pola Komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa
Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah adalah sebagaimana yang
disebutkan pada Bab sebelumnya, bahwa teori-teori komunikasi itu seperti ini
idealnya, oleh karenanya dalam penelitian saya di bab empat ini ingin mencoba
mengeksplor, mengkroschek realitas yang ada dengan standar-standar teori, itu
dimulai dari aspek fungsi-fungsi komunikasi dan dimensi-dimensi komunikasi: Bahwa
Pondok Pesantren Sullmaul Ma’ad itu sudah menerapkan
pola-pola komunikasi yang baik sesuai dengan standar-standar komunikasi yang
baku, baik dilihat dari sisi dimensi-dimensi komunikasi, fungsi-fungsi
komunikasi maupun faktor-faktor komunikasi
dan idealnya komunikasi itu sendiri, dimana dalam penelitian ini
membahas tentang pola komunikasi internal dan eksternal yang ada di Ponpes
Sullamul Ma’ad.
Pertama
dilihat dari fungsi-fungsi komunikasi, bahwa fungsi
komunikasi itu dapat mendidik, memberikan informasi, dan sebagai pengawasan
atau penjagaan, tetapi fungsi-fungsi komunikasi disini tidak sepenuhnya dapat
dijalankan oleh Ponpes Sullamul Ma’ad dalam menghubungkan bagian-bagian yang
terpisah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya terkait dengan program-program
yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok Tengah.
Dan yang kedua
dapat dilihat dari pola-pola komunikasi, yaitu pola komunikasi secara internal
(ke dalam) dan eksternal (ke luar).
Dimana secara internal (ke dalam) yang dimaksud yaitu,
komunikasi antara pimpinan Ponpes untuk meningkatkan hubungan emosional yang
terjadi antara santri dengan pimpinan seperti yang dijelaskan dalam bab
sebelumnya bahwa dalam komunikasi internal ada komunikasi vertikal dan
horizontal yang melatar belakangi terjadinya komunikasi yang efektif antara
santri dan pimpinan Ponpes Sullamul Ma’ad, sehingga pengetahuan masyarakat
santri baik dibidang ilmu agama dan ilmu umum lainnya dapat berjalan dengan
seimbang supaya ketika keluar dari Pondok Pesantren dapat terjun di masyarakat
umum dan juga dapat diandalkan dalam memainkan peran sebagai santri dalam
menanamkan ilmu agama dan pengetahuan umum (iptek) yang benar baik yang
bersifat formal maupun non formal.
Sedangkan secara eksternal (ke luar) yaitu membentuk
forum Mudzakarah atau tempat pengajian setiap malam Jumat secara bergiliran di
Rumah-rumah warga disekitar Desa Penujak dan juga komunikasi eksternal yang
dijalankan Ponpes, yaitu segala aktifitas atau kegiatan pimpinan dengan
khalayak diluar Pondok Pesantren seperti instansi-instansi pemerintah,
departemen direktorat, jawatan, perusahaan-perusahaan besar, itu disebabkan
oleh luasnya ruang lingkup yang dilakukan diluar Pondok Pesantren dalam
menjalin hubungan emosional baik dengan masyarakat luas maupun
instansi-instansi lain guna menjalin pola komunikasi baik secara lansung maupun
tidak lansung (verbal maupun non verbal), disini Ponpes kurang berhasil dalam
menjalankan standar-tandar komunikasi eksternal, seperti menciptakan hubungan
yang baik antara masyarakat sekitar Desa Penujak, karena bisa dilihat dari segelintir
masyarakat (miss komunikasi) yang belum memahami sepenuhnya terhadap fungsi dan
peranan Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga yang bertugas mencerdaskan
umat, sehingga motivasi untuk memasukkan anak-anaknya masih dirasakan sulit
terutama dikalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah, karena dapat dilihat
dari indikasinya adalah:
a.
Masih minimnya pemahaman masyarakat akan fungsi dan
peranan Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga penyelenggara kegiatan
keagamaan dan pencerdas umat.
b.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan, kegiatan agama terlebih dikalangan generasi muda.
c.
Mengingat dominannya jumlah muslim dan daerah yang cukup luas dirasa
pengajian yang dilaksanakan secara rutin oleh Ponpes perlu ditambah.
d. Bahasa yang dilakukan
terlalu banyak memakai jargon atau bahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak
atau masyarakat desa penujak
e. Bahasa yang digunakan berbeda oleh penerima (receiver)
B. Saran-saran
1. Kepada Lembaga atau Pengurus
Ponpes Sullamul Ma’ad.
Kepada lembaga atau pengurus
Ponpes Sullamul Ma’ad dalam meningkatkan pola komunikasi internal dan
eksternal, hendaknya melihat situasi dan kondisi para siswa/siswinya dalam
menyampaikan komunikasi, sebab tidak selamanya cita-cita dan tujuan yang kita
anggap benar, karena memang tidak
mudah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang atau sejumlah
orang.
2. Kepada Masyarakat Penujak Lombok Tengah Secara Umum
Kepada
masyarakat Penujak karang puntik khususnya, disarankan agar memanfaatkan Pondok
Pesantren untuk tempat menimba ilmu sekaligus tempat mendidik anak-anak, karena
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang lebih efektif dalam
mendidik anak-anak, sehingga mereka menjadi anak yang memiliki ciri-ciri
kepribadian muslim dan dapat mengamalkan ajaran islam secara baik.
Diamping itu,
disarankan pula agar lebih aktif dalam mengikuti pengajian-pengajian yang
dilaksanakan oleh piihak Ponpes Sullamul Ma’ad serta kegiatan-kegiatan
lain yang dianggap bermanfaat bagi diri dan orang banyak.
3. Kepada Peneliti Lain
Walaupun
penelitian ini sudah mulai menemukan jawaban dari fokus penelitian yang ingin
diketahui oleh peneliti, akan tetapi karya ini juga tidak bisa dipungkiri
karena masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi
peneliti lain yang ingin mendalami atau bahkan memperluas cakupan dari judul
karya ilmiah ini untuk lebih serius mendalaminya agar hasilnya lebih maksimal
dari karya ilmiah sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Wahid. Pesantren
Masa Depan. Jakarta: Bumi Aksara, 1993.
Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi. Jakarta
Kencana, 2007.
Dedy Mulyana. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Edward Deparri dan Mac Collin
Andrew. Peranan Komunikasi Dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University press, 1998.
Elvinaro Ardianto
dan Bambang Q-Aness. Filsafat
Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Elvinaro Ardianto. Metedologi Penelitian Untuk Public Relation. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Hamidi. Metedologi Penelitian Dan Teori Komunikasi. UMM: UPT Press, 2007.
Jalaludin Rahmat. Metedologi
Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2005.
Moh. Nasir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Miftahul Huda dkk. Pedoman
Penulisan Skripsi IAIN Mataram. Mataram, 2010.
Nurudin. Sistem
Komunikasi Indonesia. PT Rajagrafindo Persada: 2007.
Onong Uchjana
Effendi. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktik. Bandung: Remaja Rosda Karya,
1984.
Onong UchJana
Effendi. Dinamika Komunikasi.
Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1986.
Rahmat Kriyantono.
Teknik Praktis Komunikasi. Jakarta kencana, 2007.
Syaiful Rohim.
Teori Komunikasi, Persfektif, Ragam, Dan Aplikasi. Rineka cipta: 2009.
Tomy Suprapto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: CAPS, 2011.
Wayne Pace, Don
Faules, Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1998.
Wawan Kuswandi. Komunikasi Massa. Jakarta: Rineka Cipta,
2008.
[1] Syaiful Rohim, Teori Kominikasi
Perspektif, Ragam, Dan Aplikasi (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2009), h. 14.
[2] Andi Waring,
“Pola
Interaksi Komunuikasi Islamic Center Al-Hunafa’ Mataram ’’(Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Mataram, 2007), h. 70.
[3] Eka Putra
Wijaya, “ Pola Pondok
Pesantren Al-Hafizah Dalam Pemahaman Agama Pada Masyarakat Di Masjuring Bonder
Lombok Tengah ’’
(Skripsi,
Fakultas Dakwah IAIN Mataram, 2009), h. 72.
[6] Jalaludin Rahmat, Metedologi
Penelitian Komunikasi (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 62.
[8] Syaiful Rohim, Teori
Komunikasi Perspektif, Ragam, Dan Aplikasi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
h. 87.
[10] Moh. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1988), h. 63.
[11] Miftahul Huda dkk, Pedoman Penulisan Skripsi IAIN Mataram
(Mataram, 2004), h. 28.
[16] Sumber, Data Pondok Pesantren Sullamul
Ma’ad Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[17] Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana
Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad
Desa Penujak, 2010
[18] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad
Desa Penujak dikutip 5 Desember 2010.
[20] Wawancara,
Seksi Pendidikan Ponpes Sullamul Ma’ad,
15 Desember 2010.
[21] Sumber: Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren
Sullamul Ma’ad (Desa Penujak: 1964).
[22] KTSP,(Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) Ponpes
Sullamul Ma’ad, 15 Desember 2010.
[23] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad
penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[25] Sumber: Dokumentasi Ponpes Sullamul Ma’ad Desa
Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[26] Hasnanudin, wawancara,
Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak Loteng, 5 Desember 2010.
[28] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad
Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[29] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad,
dikutip 5 Desember 2010.
[30]
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia (PT. Raja Grafindo, 2007), h. 28.
[31]
Onong Uchjana Effendi, Ilmu
Komunikasi Teori Dan Praktik (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1984), h.
122.
[37] Hafied Cangara, Pengantar
Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 153.
[38]
Onong Uchjana Effendy, Ilmu
Komunikasi Teori Dan Praktik (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 9.