Popular Post

Posted by : Unknown Rabu, 11 Desember 2013

BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Pesantren sekarang ini tampaknya perlu dibaca sebagai warisan sekaligus kekayaan kebudayaan intelektual yang mampu memberikan konstribusi terhadap lahirnya para intelektual muslim. Di samping sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga sebagai wadah pengkaderan, sehingga wajar apabila pembentukan pola pikir santri sangat tergantung pada pola komunikasi yang diterapkan oleh lembaga pesantren.
Komunikasi merupakan hal yang sangat terpenting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk juga dalam bidang pendidikan. Komunikasi yang terjadi antara guru dan sisiwa di sekolah berlansung ketika proses belajar mengajar. Dengan adanya komunikasi, maka kegiatan belajar mengajar akan berlansung dengan baik dan lancar serta transfer ilmu dan nilai bisa berjalan dengan efektif.
Komunikasi yang baik akan menentukan keberhasilan seorang guru dalam mendidik siswa. Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab bagi guru untuk memberikan informasi kepada siswa. Pesan yang disampaikan seringkali menggunakan komunikasi lisan sehingga hasilnya kurang maksimal terhadap peserta didik, karena tahap berpikir masih belum mampu merekam secara lengkap semua pesan yang disampaikan. Oleh karena itu perananan komunikasi dalam proses belajar mengajar sangat penting karena mempengaruhi efektifitas penyampaian materi pelajaran yang disampaikan oleh guru kepada siswa.
Komunikasi juga merupakan aktifitas manusia yang sangat penting bahkan tiada hari tanpa komunikasi, sepanjang detak jantung masih ada. Bahkan orang yang melakukan meditasi-pun pada hakikatnya sedang melakukan komunikasi, termasuk orang yang sedang bertapa di suatu tempat yang dianggap keramat, komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan kita.  Kita semua berinteraksi dengan sesama dengan cara melakukan komunikasi. Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai cara yang kompleks, namun sekarang ini perkembangan teknologi telah merubah cara kita berkomunikasi secara drastis.
Komunikasi juga tidak terbatas pada kata-kata yang terucap belaka, melainkan bentuk dari apa saja interaksi, senyuman, anggukan kepala yang membenarkan hati, sikap badan, ungkapan minat, perhatian yang mendukung diterimanya pengertian, sikap dan peran yang sama. Diterimanya pengertian yang sama adalah merupakan kunci dalam komunikasi.
Sejalan dengan pengertian komunikasi di atas maka pola komunikasi pesantren untuk menuju pada pembentukan santri yang potensial, diperlukan strategi yang baik sehingga hasilnya dapat diandalkan, pengelolaan pesantren tidak lagi bersifat tradisional tetapi lebih menuju ke arah modern dan professional, dan berhasil tidaknya strategi pesantren tentu tergantung pada pola komunikasi yang dibangun oleh pengasuh, ustaz atau guru, untuk itu perlu mengkaji dan menganalisis pola komunikasi yang diterapkan, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh  Syaiful Rohim, bahwa dalam komunikasi mempunyai model-model yaitu: Model Komunikasi linier, Model Interaksional, Model Transaksional (satu arah, komunikasi dua arah diantara para komunikator, model yang ketiga ini lebih memusatkan pada proses pengiriman pesan secara terus menerus dalam suatu sistem komunikasi).[1]
Maka dari model-model komunikasi di atas, salah satunya pondok pesantren Sullamul Ma’ad yang berlokasi di desa Penujak kecamatan Praya Barat kabupaten Lombok Tengah dapat berhasil, karena Keberhasilan Pondok Pesantren ini dapat dilihat dari sisi prestasi Akademik karena Lembaga-lembaganya baik MI, MTS, MA dapat mengeluarkan siswa-siswinya 100% dalam Ujian Nasional dan juga tidak terlepas dari pengaruh pola-pola komunikasi yang dibangun oleh pengasuh, ustaz baik di dalam (internal) maupun yang di luar (eksternal).
Maka dari keberhasilan Pondok Pesantren diatas peneliti sangat tertarik dengan pola komunikasi Ponpes untuk menuju dan mampu bersaing dengan pondok pesantren lainnya, sehingga dapat mencetak santri yang bisa membawa perubahan bagi dirinya dan pondok pesantrennya, tentunya ini dipengaruhi oleh pola komunikasi yang dibangun baik di lingkungan pondok pesantren maupun yang di luar pondok pesantren yang dilakukan oleh Ustaz atau pengasuh untuk meningkatkan efektifitas komunikasi yang diaplikasikan di lingkungan Pondok Pesantren maupun di luar pondok pesantren. 
B. Fokus penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka permasalahan tersebut dapat di fokuskan  sebagai berikut:
1.      Bagaimana pola-pola komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui bagaimana pola-pola komunikasi yang dibangun oleh ustaz atau pengasuh untuk meningkatkan relasi yang baik di dalam maupun di luar Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
2. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini penulis mengharapkan agar dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis, peneliti diharapkan mampu memberikan  pengetahuan dan informasi sebagai menambah khasanah keilmuan.
b. Manfaat Praktis
Sebagai sumbangan penelitian terhadap nilai dan manfaat, juga sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
Peneliti memilih lokasi di Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad bertempat di Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena Ponpes tersebut memiliki peranan yang sangat signifikan dalam membentuk moral Masyarakat Desa Penujak.
E. Telaah pustaka
Telaah pustaka dilakukan untuk menjelaskan posisi  yang sedang dilaksanakan diantara hasil-hasil penelitian dan buku-buku terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh.[2]
Andi Waring.  Pola Interaksi Komunikasi Islamic Center Al- Hunafa’  Mataram. Fakultas Dakwah IAIN Mataram. Mengatakan bahwa dalam pola interaksi komunikasi  itu harus melibatkan audiensnya, dimana komunikator harus memberikan kesempatan kepada audiens untuk menyampaikan pendapat dan segala permasalahannya untuk meningkatkan komunikasi yang efektif, tetapi penelitian yang dilakukan oleh Andi Waring ini lebih menekankan kepada komunikasi eksternalnya dalam bentuk ceramah atau kajian islam.
Sedangkan posisi atau perbedaan dengan penelitian yang di lakukan oleh Andi Waring yang berlokasi di Islamic Center Alhunafa’ Mataram ini adalah, pola komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad tidak cukup hanya mengandalkan komunikasi eksternal tetapi komunikasi internalpun sangat penting untuk mengetahui pola-pola komunukasi dengan masyarakat santri di internal pondok pesantren dan eksternal pondok pesantren Sullamul Ma’ad yang di bangun oleh Pengasuh dan  Ustaz.[3]
Eka Putra Wijaya. Pola Pondok Pesantren Al-Hafizah Dalam Pemahaman Agama Pada Masyarakat Di Masjuring Bonder Lombok Tengah Fakultas Dakwah IAIN Mataram. Mengemukakan bahwa di dalam melakukan aktifitas komunkasi dakwah itu di lakukan dengan dua tahap yaitu, komunikasi internal dan eksternal, komunikasi internal dalam lingkungan pondok pesantren itu adalah menjalankan sistim pendidikan yang bersifat formal, yaitu kurikulum yang sudah di atur oleh pemerintah, dan yang bersifat eksternal adalah seperti pengajian yang bersifat harian, mingguan dan bulanan. Tetapi penelitian Eka Putra Wijaya ini kurang meningkatkan pola komunikasi internalnya dalam menjalin hubungan emosional antara atasan dengan bawahannya atau dengan pimpinan ponpes dengan para santrinya hanya menjalankan sistim dari pemerintah saja.
Jadi letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang  dilakukan oleh Eka Putra Wijaya adalah  peneliti ingin mengetahui pola komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad dalam meningkatkan pola komunikasi internal dan eksternalnya sehingga  lembaga-lembaganya baik MI, MTS, MA dapat mengeluarkan siswa-siswinya 100% dalam Ujiyan Nasional yang dilakukan oleh pengasuh, ustaz atau mudarris untuk membangun komunikasi baik pada masyarakat santri maupun luar santri.
F. Kerangka Teoritik
1. Komunikasi
            a. Pengertian komunikasi
Pengertian komunikasi dapat di tinjau dari dua sudut pandang, yaitu komunikasi dalam pengertian secara umum dan pengertian secara pragmatik, sehingga akan menjadi jelas bagaimana pelaksanaan komunikasi itu.
1. Pengertian komunikasi dapat dilihat secara umum
Menurut Onong Uchjana Effendy, setiap orang sejak bangun tidur dan sampai tidur lagi, secara kodrati sesungguhnya senantiasa telah terlibat dalam komunikasi. Komunikasi dalam pengertian secara umum dapat dilihat dari dua segi:
a. Pengertian Komunikasi secara etimologis
Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio, dan perkataan ini bersumber pada kata communis. Perkataan communuis tersebut dalam pembahasan kita ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan partai komunis yang sering dijumpai dalam kegiatan politik. Arti communis disini adalah sama, dalam arti sama makna, yaitu sama makna dalam suatu hal.
Jadi komunikasi berlansung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang suatu hal yang dinyatakan oleh orang lain kepadanya, maka komunikasi berlansung. Dengan lain perkataan, hubungan antara mereka itu bersifat komunikatif. Sebaliknya jika ia tidak mengerti, komunikasi tidak berlansung. Dengan lain perkataan, hubungan antara orang-orang itu tidak komunikatif.
b. Pengertian Komunikasi secara terminologis
Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Pengertian itu jelaslah komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Jadi yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia. Karena itu, komunikasi yang dimaksudkan disini adalah komunikasi manusia atau dalam bahasa asing human communication, yang  sering kali pula disebut, komunikasi sosial atau social communication. Komunikasi manusia sebagai singkatan dari komunikasi antar manusia dinamakan komunikasi sosial atau komunikasi kemasyarakatan karena hanya pada manusia-manusia yang bermasyarakat terjadinya komunikasi. Masyarakat terbentuk paling sedikit dua orang yang saling berhubungan dengan komunikasi sebagai penjalinnya. Robinson Crusoe, yang hidup dipulau terpencil, tidak hidup bermasyarakat karena dia hidup sendirian. Oleh sebab itu dia tidak berkomunikasi dengan siapa-siapa.[4]
2. pengertian komunikasi secara pragmatis
Telah dijelaskan di muka dalam pengertian secara umum komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan sosial. Komunikasi dalam pengertian ini sering terlihat pada perjumpaan dua orang. Mereka saling memberikan salam, bertanya tentang kesehatan dan keluarga dan sebagainya.
Dalam pengertian secara pragmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu; ada yang dilakukan secara lisan, tatap muka, atau melalui media, baik  media massa seperti surat kabar, radio, televisi atau film, maupun media non massa, misalnya surat, telepon, papan pengumuman, poster, spandoek dan sebagainya.
Jadi komunikasi dalam pengertian pragmatis bersifat intensional (intensional), mengandung tujuan; karena itu harus dilakukan dengan perencanaan. Sejauhmana kadar perencanaan itu, bergantung pada pesan-pesan yang akan dikomunikasikan dan pada komunikan yang akan dijadikan sasaran.
Mengenai pengertian komunikasi secara pragmatis ini banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi dari sekian banyak definisi itu dapat disimpulkan secara lengkap dengan menampilkan maknanya yang hakiki yaitu:
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik lansung secara lisan maupun tak lansung melalui media.
Dalam definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni memberitahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior).
Jadi ditinjau dari segi isi penyampaian pernyataan, komunikasi yang bertujuan bersifat informatif dan persuasif. Komunikasi persuasif (persuasif comunication) lebih sulit daripada komunikasi informatif (informative communication), karena memang tidak mudah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang atau sejumlah orang.
Dalam pengertian lain Nurudin memberikan definisi tentang komunikasi sebagai berkut:
Komunikasi menurut (Everett M. Rogers) yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul Dinamika Komunikasi adalah: proses hal mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud mengubah perilaku. Definisi ini, menekankan bahwa dalam komunikasi ada sebuah proses pengoperan ide, gagasan, lambang dan di dalam proses itu melibatkan orang lain. Dengan kata lain bahwa setiap manusia itu berkomunikasi meskipun kita tidak menyadarinya.[5]
Sehubungan dengan kenyataan bahwa komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari aktifitas seseorang manusia tentu manusia mempunyai cara tersendiri dan tujuan apa yang di dapatkannya. Disini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Haroll D Laswell, itu biasa disebut who (siapa) says what (mengatakan apa) in which channel (lewat saluran mana) to whom (kepada siapa) with what effect ( effek apa yang diharapkan). Dan jelas masing-masing orang mempunyai perbedaan dalam mengaktualisasikan komunikasi tersebut, oleh karena itu dalam komunikasi dikenal dengan pola-pola tertentu sebagai manifestasi perilaku komunikasi manusia dalam berkomunikasi. Dari pengertian komunikasi di atas maka peneliti menggunakan teori-teori komunikasi dibawah ini dalam menganalisa pola komunikasi internal dan eksternal.
Teori yang digunakan oleh penulis di sini adalah teori-teori yang sesuai dengan fokus penelitian yaitu :
1. Teori Komunikasi Jarum Suntik ( Hipodermik )
Teori ini dikemukakan oleh Hovland dkk, dalam teori ini disebutkan bahwa sesungguhnya komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan, media) amat perkasa dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut Jarum Hipodermik karena dalam model ini dikesankan seakan-akan komunikasi “disuntikkan” lansung ke dalam jiwa komunikan. Sebagaimana obat disimpan dan disebarkan dalam tubuh sehingga terjadi perubahan dalam fisik, begitu pula pesan-pesan persuasif mengubah sistem psikologi.[6]
Alasan peneliti menggunakan teori di atas karena teori tersebut sangat sesuai sekali dengan pola komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dalam menjalin komunikasi internal dan eksternal terutama dalam komunikasi internalnya yang mampu membawa perubahan sikap dan perilaku pada masyarakat santri yang seakan-akan menyuntik lansung para komunikannya.
2. Kredibilitas Teori ( Credibility Theory)
Gobbel, seorang Menteri Propaganda Jerman Dalam Perang Dunia II menyatakan  untuk menjadi komunikator yang efektif harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Kredibilitas menurut Aristoteles, bisa diperoleh jika seorang  memiliki  ethos, pathos dan logos. Ethos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara dari karakter pribadinya, sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya. Phatos ialah kekuatan yang dimiliki seorang pembicara dalam mengendalikan emosi pendengarnya, sedangkan Logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator melalui argumentasinya.[7]
Teori ini ini juga sejalan dengan pola komunikasi pimpinan Ponpes yang memiliki kredibilitas menurut Aristoteles di atas, karena bisa dilihat dari perubahan perilaku remaja di sekitar Ponpes melalui komunikasi eksternalnya.
3. Teori keseimbangan: Heider
Teori ini dirumuskan oleh Fritz Heider, bahwa teori ini berusaha menerangkan  bagaimana individu-individu sebagaian dari struktur sosial , misalnya sebagai suatu kelompok cenderung untuk menjalin hubungan satu sama lain. Tentunya salah satu cara bagaimana suatu kelompok dapat berhubungan, ialah dengan menjalin komunikasi secara terbuka.
Teori ini sejalan dengan pola komunuikasi yang diterapkan oleh Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dalam menjalin komunikasi secara terbuka, baik dalam lingkungan (internal) Pondok Pesantren maupun di luar (eksternal) Pondok Pesantren dalam menjalin relasi yang baik sehingga mampu menciptakan komunikasi yang efektif.
Teori Heder ini cenderung memusatkan perhatiannya pada hubungan intra pribadi (intra personal)  yang berfungsi sebagai daya tarik.[8]
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan penelitian
Adapun pendekatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah metode kualitatif, Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh data deskriptif (menggambarkan) berdasarkan pengamatan maupun pengakuan atau tulisan dari subjek.
Rahmat Kriyantono mendefinisikan metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang dapat menghasilkan data berupa kata-kata, kalimat-kalimat, narasi-narasi tertulis, dari orang-orang dan juga perilaku yang dapat diamati.[9]
Metode yang digunakan peneliti ini adalah metode kualitatif untuk memberikan data secara valid dan dapat dipercaya, karena metode dalam penelitian ini meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sisitem pikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambar atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta, sifat-sifat serta fenomena yang diselidiki.[10]
Adapun beberapa pertimbangannya dilakukan penelitian kualitatif seperti yang dijelaskan. “pertama, menggunakan penelitian kualitatif lebih menarik. Kedua, metode ini secara lansung menyajikan hakikat hubungan antara penelitian dengan responden dan metode ini juga lebih cepat menyesuaikan diri terhadap pola-pola yang diamati”.
Sedangkan alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena :
a.       Pendekatan kualitatif peneliti sebagai instrumen kunci atau instrument pokok (peneliti secara lansung terjun kelapangan) sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat.
b.      Data yang diinginkan berupa pemaparan (deskriptif) dari suatu peristiwa.
2. Kehadiran Peneliti
Tujuan peneliti hadir di lokasi adalah untuk mendapatkan data yang valid yang dibutuhkan dalam penelitian kualitatif agar lebih mudah menghubungi informan  dalam penelitian ini, sekaligus mengetahui pola-pola komunikasi pada saat melakukan obsevasi.
Kehadiran peneliti berfungsi sebagai instrument kunci dan sekaligus sebagai pengumpul data. Sedangkan instrument lain dapat digunakan, tetapi fungsinya terbatas hanya sebagai pendukung. Oleh Karen itu kehadiran peneliti di lapangan harus dikemukakan secara jelas baik sebagai pengamat partisipan atau lainnya.[11]
3. Sumber Data
Menurut Kriyantono, sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi baik yang di peroleh dari wawancara mendalam maupun observasi dan tindakan yang selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sedangkan  yang dimaksud sumber data adalah subjek darimana data yang diperoleh.[12]
4. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara lansung dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan dengan wawancara. Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah Ustaz. Hasnanudin S.PdI, alasannya peneliti mengambil Ustaz Hasnanudin S.PdI sebagai data primer karena dia sebagai pimpinan lansung Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad. TGH.L. Zakaria alasannya karena dia sebagai Ketua Komite Pondok Pesantren. Dan yang terahir adalah TGH.L  Abdul Aziz alasannya, karena dia lebih pengalaman dan lebih banyak mengetahui keadaan dan kondisi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad.
5. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh  dari  sumber kedua atau sumber sekunder, data sekunder juga dapat kita peroleh dari buku literatur, internet, surat kabar, ataupun dari hasil penelitian terdahulu.
Data yang dihimpun dalam penelitian ini merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian yang bersifat ilmiah, dalam kegiatan penelitian tentunya diperlukan suatu cara yang dapat digunakan dalam pengumpulan data, data yang objektif dapat diperoleh sebelumnya hanya dengan alat pengumpulan data yang tepat.
H. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bagian terpenting dalam sebuah penelitian bahkan merupakan suatu keharusan bagi seorang peneliti, untuk mendapatkan sebuah data, peneliti menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data antara lain yaitu:
1. Metode observasi
Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan yang secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi yang dilakukan oleh peneliti berupa observasi partisipan, artinya disaat melakukan observasi peneliti lansung terjun mengamati kegiatan subjek selama melakukan kegiatan.
Adapun data yang dicari melalui observasi adalah mengenai kegiatan yang berkaitan dengan pola komunukasi internal dan eksternal yang dibangun oleh Ustaz Hasnanudin S.PdI, TGH. L. Zakaria, Ustaz Abdul Aziz, Drs. Hadi Wijaya dalam menjalin relasi, baik di dalam  maupun  di luar Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.[13]
2. Metode Interview
Interview merupakan sebuah metode riset yang dilakukan periset untuk memperoleh data dengan wawancara tatap muka secara mendalam dan terus menerus.
Wawancara secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur juga sering disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara terbuka, wawancara etnografi, sedangkan wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku (standardized interview) yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya.[14]
Bentuk wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah wawancara terpimpin yaitu Tanya jawab oleh pihak di mana pertanyaan sudah dipersiapkan terlebih dahulu sebelum melakuka wawancara.
Adapun berikut nama-nama informan yang dipilih antara lain:
a.       Kepala Desa penujak.
b.      Muslim (Tokoh pemuda) alasan peneliti memilih Muslim sebagai informan karena memang dia dekat dengan para pemuda dan juga lebih agresif sehingga mempermudah peneliti untuk mendapatkan informasi tentang pola komunikasi Ponpes.
c.       Azhar Anshari (Tokoh masyarakat) alasannya memang dia lebih berkompeten dalam bidang kemasyarakatan dan juga lebih berpengalaman.
d.      Hasnanudin, S.PdI (Tokoh Agama). Alasan peneliti memilih sebagai informan karena dia sebagai Kepala Ponpes dan sekaligus sebagai tokoh Agama dan yang paling berpengaruh di Desa Penujak.
Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan pola komunikasi tersebut.
3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan cara pengumpulan data masa lampau yang berbentuk tertulis seperti arsip-arsip termasuk juga buku-buku, foto-foto atau tentang pendapat, teori-teori atau yang berhubungan dengan masalah disebut studi dokumen. Teknik yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah mengambil data-data yang sudah direkomendasikan secara sistematis dan objektif.
I. Analisa Data
Teknik analisis yang digunakan sesuai dengan jenis penelitian dan operasionalnya. Analisis dilakukan untuk dapat memberikan pemahaman terhadap data yang telah terkumpul, sehingga ditemukan pola dan dapat dipresentasikan tentang apa yang telah ditemukan.[15]
Kegiatan ini menganalisa data-data yang telah terkumpul secara cermat dan teliti sehingga dapat ditentukan suatu kesimpulan objektif dari proses penelitian ini. Dengan demikian, data yang terkumpul dibahas dan diterjemahkan dan dikumpulkan secara deskriptif (pemaparan). Mengingat data ini hanya menggunakan kualitatif, maka dalam menganalisa data menggunakan Metode Hipotesis deskriptif, artinya adalah dugaan tentang nilai suatu variable mandiri, tidak membuat perbandingan atau hubungan tertentu.








BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A.    Gambaran Umum Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat
1. Latar Belakang Berdirinya   
Secara sosiologis Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad berdiri karena mengejar ketertingggalan yang begitu jauh (secara kualitas) dalam artian dengan menempuh perbaikan pendidikan umat Islam dengan tetap mempertahankan prinsip; aqidah islamiyah dan juga cinta dan peduli terhadap ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak merupakan salah satu Pondok Pesantren yang didirikan oleh Jam’iyah Nahdatul Ulama’ pada tahun 1964. Dibangun diatas sebidang tanah wakap milik Haji Kamaludin seluas 2.500 m2  dengan tokoh pendiri:
a.       TGH. Syahri 
b.      TGH. M. Khairudin
c.       TGH. Samsul Hakim  
Dan juga didirikan oleh sebuah unit pelaksana teknis di bidang pendidikan, di lingkungan Departemen Agama  yang berada di bawah dan tanggung jawab Kantor Wilayah Departemen Agama (RI) Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pondok pesantren Sullamul Ma’ad Penujak merupakan salah satu tempat pendidikan yang berada di tengah-tengah Desa Penujak,  di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad yang berdiri tahun 1964 dan terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Kanwil Departemen Agama Propinsi Nusa Tenggara Barat. Nomor Wx.88.78.A/12/1991 tanggal 09 Desember 1991. Sebagai Lembaga Pendidikan dan SK Akreditasi terakhir Nomor : 45/Akr-MA/C/IV/2007, tanggal 27 April 2007 dengan pringkat nilai C. MA. Sullamul Ma’ad Penujak mempunyai Tujuan membentuk siswa yang berkualitas, beriman dan bertaqwa serta cinta ilmu pengetahuan dan teknologi, berbudaya dan berakhlakul karimah serta memperoleh nilai UAN/UAS minimal 7,47 pada tahun 2010/2011.[16]
Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak terletak di sebuah Desa yaitu di Desa Penujak,  Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah.  Secara geografis Ponpes ini mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
1.  Sebelah Timur                    :  Desa Tanah Awu Kecamatan Pujut
2.  Sebelah Barat                     :  Desa Darek, Kecamatan Praya Barat Daya
3.  Sebelah Utara                     :  Desa Batujai, Kecamatan Praya Barat
4.  Sebelah Selatan                  :  Desa  Bonder, Kecamatan Praya Barat
Selama berkiprah dalam bidang pendidikan, upaya peningkatan sumber daya manusia Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad desa Penujak  telah banyak membantu masyarakat setempat baik yang di desa Penujak maupun desa-desa lain yang berada di sekitarnya. Keberlangsungan pelaksanaan pendidikan baik intrakurikuler (pendidikan yang ada didalam ponpes yang sudah diatur oleh para guru/ustazd untuk pengembangan wawasan para santri) maupun ekstrakurikuler (pendidikan yang di luar ponpes  untuk pengembangan diri masyarakat santri sekaligus untuk masyarakat di luar santri) dapat terlaksana dengan baik atas dukungan pemerintah pusat dan daerah serta partisipasi masyarakat. 
Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak, juga merupakan salah satu anggota Kelompok Kerja Madrasah ( KKM ) dengan jumlah anggota Madrasah yang tergabung sebanyak 60 MTs Swasta yang tersebar di 4 Kecamatan diantaranya Kecamatan Jonggat, Kecamatan Pringgarata, Kecamatan Praya Barat dan Kecamatan Praya Barat Daya.[17]
2. Tujuan Pendirian
Setelah mengetahui apa yang melatar belakangi pendirian Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad maka dapat diketahui secara lebih konfrehensif dan juga dapat diketahui tujuan pendirian Sullamul Ma’ad yakni untuk menemukan jalan dalam mengejar ketertingggalan yang begitu jauh (secara kualitas) dalam artian dengan menempuh perbaikan pendidikan umat Islam dengan tetap mempertahankan prinsip; aqidah islamiyah dan juga cinta dan peduli terhadap ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Tujuan pendirian Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad di samping sebagai wahana pendidikan juga sebagai wadah yang tepat untuk mengeluarkan para intelektual muslim yang dibangun untuk mengejar ketertinggalan umat Islam ini, dan memiliki sarana yang layak untuk mencetak para intelektual muslim, dan tujuan untuk menghadapi problematika yang dihadapi umat, dan sanggup memberikan jalan ke luar dari hal-hal yang selama ini menghambat kemajuan umat khususnya dalam bidang pendidikan.
Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad tidak berdiri sendiri dalam mewujudkan sistem pendidikan, melainkan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang telah ada dan selalu mengacu pada bimbingan-bimbingan institusi terkait, sehingga terwujudnya kesamaan dan kebersamaan dalam mensikapi mutu pendidikan umat Islam Indonesia. Dalam upaya pendirian Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad terlebih dahulu ada persiapan moril-materil dan arahan dari para cendikiawan-cendikiawan  dalam pembangunan gedung dan perbaikan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pendidikan para santri agar lebih berkualitas.
Adapun berikut ini juga tujuan didirikannya Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad penujak adalah, secara bertahap akan dimonitoring, dievaluasi, dan dikendalikan setiap kurun waktu tertentu, untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL)  yang dibakukan secara nasional, sebagai berikut:
a.       Meyakini, memahami, dan menjalankan ajaran agama yang diyakini dalam kehidupan.
b.      Memahami dan menjalankan hak dan kewajiban untuk berkarya dan memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
c.       Berpikir secara logis, kritis, kreatif, inovatif dalam memecahkan masalah, serta berkomunikasi melalui berbagai media.
d.      Menyenangi dan menghargai seni.
e.       Menjalankan pola hidup bersih, bugar, dan sehat.
f.       Berpartisipasi dalam kehidupan sebagai cerminan rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.[18]
Selanjutnya, atas keputusan bersama guru dan siswa, SKL tersebut lebih kami rinci sebagai profil siswa Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak sebagai berikut :
a.       Mampu menampilkan kebiasaan sopan santun dan berbudi pekerti sebagai cerminan akhlak mulia dan iman taqwa.
b.      Mampu berbahasa Inggris secara aktif.
c.       Mampu mengaktualisasikan diri dalam berbagai seni dan olah raga, sesuai pilihannya.
d.      Mampu mendalami cabang pengetahuan yang dipilih.
e.       Mampu mengoperasikan komputer aktif untuk program microsoft word,  exsel, dan desain grafis.
f.       Mampu melanjutkan ke PTN/PTS sesuai pilihannya melalui pencapaian target pilihan yang ditentukan sendiri.
g.      Mampu bersaing dalam mengikuti berbagai kompetisi akademik dan non akademik di tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi, dan nasional.
h.      Mampu memiliki kecakapan hidup personal, sosial, environmental dan pra-vocasional.
3.  Program-program kegiatan
Program-program yang dilakukan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad, yang lebih mengarah pada sisi kedisiplinan dan mengaplikasikan dan merealisasikan program yang diprogramkan, kegiatan-kegiatan yang di programkan telah menjadi aktifitas rutin:
Dari bidang pendidikan di sini antara lain meliputi bagian-bagian
a.       Tulis dan  Baca Al-qur’an
b.      Pendidikan Al-qur’an dan As-sunnah
c.       Mendirikan tempat-tempat kursus serta menyelenggarakan  pendidikan sesuai dengan keterampilan
d.      Salat berjama’ah sudah menjadi kebiasaan santri
e.       Yasinan setiap malam juma’t.
Bidang sosial, antara lain meliputi:
a.       Mendirikan tempat penampungan anak-anak kurang mampu
b.      Menyalurkan infaq, sadakah, zakat. Dan bantuan-bantuan yang lainnya untuk membantu masyarakat penujak Lombok tengah.
Dari beberapa kegiatan yang diselenggarkan tersebut, masih banyak lagi kegiata-kegiatan/program-program yang belum terealisasikan atau terlaksana, seperti poliklinik-poliklinik dan pengobatan umum, hal ini dikarenakan keterbatsan kemampuan baik secara materil maupun non materil. Namun program-program tersebut akan berusaha direalisasikan pada masa yang akan datang sesuai dengan kebutuhan dana kemampuan yang dimiliki Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak.
4.  Pasilitas-pasilitas Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad
Bangunan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dibangun di atas tanah 2.500 m2, disamping itu untuk pengembangan Madrasah, yayasan pondok pesantren juga menyediakan gedung asrama yang berada di Desa Selane Kecamatan Praya Barat, dengan dilengkapi ruangan kelas, ruangan pimpinan, dan ruangan staf asrama, ruang guru, musalla. komputer, serta fasilitas pendukung lainnya.[19]
Jika dilihat keadaan fasilitas Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Tahun 2010, bisa diketahui bahwa secara umum fasilitas sudah agak mencukupi, walaupun terdapat sedikit kekurangan pada ruangan-ruangan yang lain, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 3.1.
Keadaan Fasilitas Yayasan Pondok  Pesantren Sullamul Ma’ad
Tahun 2010.
No
Ruangan
Jumlah
Luas (M2)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Kelas
Lab. IPA
Lab. Komputer
Lab. Bahasa
Multimedia
Lab. Keterampilan
Perpustakaan
Aula
Ruang Guru
Ruang Tata Usaha
Ruang Kepala Sekolah
RBP Osim/PMR
Pramuka
Mushalla
Kantin
4
-
-
-
-
-
-
1

1

-
-
-
-
-
1
-
960
-
-
-
-
-
-
360

6

-
-
-
-
-
4
-

5.  Seksi-seksi kepengurusan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak
a.       Seksi keagama’an:
b.      Seksi pendidikan
c.       Seksi humas
d.      Seksi sosial.
Didalam skripsi ini, penulis akan menjelaskan tiga seksi yang terdapat pada Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak, yaitu seksi keagamaan, seksi pendidikan dan seksi humas karena kedua seksi ini sangat berperan dalam pengembangan Pola Komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak.
1. Seksi keagamaan
Seksi keagamaan ini  telah dapat dilaksanakan yaitu membentuk forum-forum mudzakarah baik untuk tingkat dewasa dan anak-anak, untuk meningkatkan pengetahuan di dalam bidang ilmu agama.
Tempat pengajian untuk tingkat dewasa ini di lakukan di rumah-rumah sekitar Desa Penujak setiap malam jumat yang di ketuai lansung oleh Ustaz Hasnanudin S.PdI sendiri yang menjadi pembicaranya sekaligus ketuanya dan yang menjadi audiennya adalah para remaja dan juga orang tua yang ada di Desa Penujak.
Sedangkan pengajian untuk tingkat anak-anak di lakukan di rumah Ustaz  Hasnanudin sendiri setelah shalat magrib, seperti iqra’ untuk anak-anak ibtidaiyah, sedangkan tulis dan baca al-qur’an, tajwid, nahu dan sharaf untuk tingakat tsanawiyah dan aliyah.


2. Seksi pendidikian
Seksi pendidikan telah melaksanakan beberapa program pendidikan seperti pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri di bawah bimbingan konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan ekstrakurikuler, seperti kepramukaan, kepemimpinan, kelompok seni-budaya, kelompok tim olahraga, dan kelompok ilmiah remaja.
“Bahwa dalam pengembangan diri Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak meliputi program berikut:
a.       Bimbingan Karir (BK)
b.      Kelompok Ilmiah Remaja (KIR)/ KTI
c.       Olimpiade MIPA
d.      Muhadharah 3 Bahasa (Arab, Inggris, dan Indonesia)
e.       Kesenian (Seni baca Al-Qur an, Seni Suara,Kaligrafi)
f.       Olah raga (Badminton,  Voli, dan Catur)
g.      Pada umumnya, program tersebut dilaksanakan 1 x dalam seminggu pada hari sabtu atau hari-hari libur. Program Pembiasaan dilakukan melalui kegiatan Tadarussan, sholat berjamaah, lailatul ijtimaq atau istigosah.[20]
C. Seksi Humas
Dalam melaksanakan tugasnya Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak juga bekerja sama dengan KKM, Lembaga Pengkajian Mutu Pendidikan (PMP) NTB, Departemen Agama Kabupaten Lombok Tengah dan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi NTB, Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas-Dinas Instansi terkait.[21]
6. Sasaran Program Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak
Sasaran program Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak untuk  tahun 2010 sebagai dituangkan dalam Renstra (Rencana Strategik) adalah mengambarkan kebijakan-kebijakan yang diambil dalam bentuk program-program yang diselaraskan dengan Visi, Misi, tujuan, sasaran, indikator capaian seperti diuraikan di bawah ini:
NO
TUJUAN
SARASAN
CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN
URAIAN
INDIKATOR
KEBIJAKAN
PROGRAM
1
Meningkatkan Kualitas tenaga kependidikan
Meningkatkan kualitasguru bidang study
Out put:
-         Terpenuhinya guru bid.studiyang berkualitas
-         Terdapatguru spefikasi guru bid. study

Out comes:
-       Kualitas KBM Meningkat
-       Pelatihan guru bid. Study
-       Penataran-penataran
-       MGMP (Workshop KTSP)
Meningkatkan SDM guru bidang study
2
Meningkatkan kualitas siswa
Terwujudnya siswa yang memiliki kemampuan di bidang IPTEK dan IMTAQ
Out put:
-        Terpenuhinya sarana pembelajaran dibid IPTEK
-        Terdapat tenaga pengajar yang berkompetensi di bidang IPTEK

Out comes:
-        Siswa menguasai IPTEK yang dilandasi imtaq
-     Pembelajaran yang berorientasi pada kompetisi
-     Pembelajan yang dilandasi oleh nilai imtaq
-    Penerapan KTSP
-    Pengembangan kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler dalam bentuk pengembangan diri dengan beroirientasi pada iptek dan imtaq
-    Pengembangan imtaq terpadu.
3
Meningkatkan sarana dan prasarana
a.  Merehab ruang belajar.
b. Penambahan ruang belajar
c.  Mengadakan sarana ibadah
d. mengadakan komputer
Out put:
-       Ruang kelas memadai
-       Jumlah ruang cukup
Out comes:
-       Proses KBM berjalan lancar
Out put:
-       Tersedianya tempat ibadah
-       Terdapat pengelola sarana ibadah
Out comes:
-       Proses ibadah lancar
Out put:
-       Tersedianya komputer
-       Tersedia tenaga pembimbing yang memadai

Out comes:
-       Terlaksananya KBM di bid. TIK berjalan lancar.
Mengadakan sarana ibadah sesuai kebutuhan Mengadakan sarana dan prasarana ibadah












Mengadkan sarana TIK(komputer dan multimedia)
-    Meningkatkan jumlah sarana dn prasarana
-    Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana

-    Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana
-     Pengelola yang berkualitas

-     Meningkatkan kualitas dibidang TIK








4
Peningkatan kualitas sarana ibadah
Meningkatkan kualitas pengelolaan Musholla
Out put:
-     Terpenuhinya pengelola mushalla yang berkualitas
Out comes:
-        Pelaksanaan ibadah lancar
-    Mengadakan pelatihan, pengajian dan penataran
-      Meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepad Allah SWT

7.  Struktur Dan Muatan Kurikulum
A. Struktur Kurikulum
Pada struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah berisi  sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan kepada peserta didik. Mengingat perbedaan individu  sudah barang tentu keluasan dan kedalamannya akan berpengaruh terhadap peserta didik pada setiap satuan pendidikan.[22]
Pada program pendidikan di Ponpes Sullmaul Ma’ad jam mata pelajaran sekurang-kurangnya 32 jam pelajaran setiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 40 menit.  Jenis program pendidikannya terdiri dari program umum meliputi sejumlah mata pelajaran yang wajib diikuti seluruh peserta didik, dan program pilihan meliputi mata pelajaran yang menjadi ciri khas keunggulan daerah berupa mata pelajaran muatan lokal. Mata pelajaran yang wajib diikuti pada program umum berjumlah 13, sementara mata pelajaran Muatan Lokal kami memilih Aswaja dan Nahwu Sharaf  atau Khot Imlaq karena masih kami pandang sangat perlu bagi siswa untuk memperdalam pelajaran terutama Al-Qur an Hadits dan Bahasa Arab. 
Pengaturan beban belajar disesuaikan dengan alokasi waktu yang telah ditentukan dalam struktur kurikulum. Tambahan waktu 4 jam pelajaran perminggu kami memanfaatkannya untuk menambah jam pada pelajaran agama seperti Al-Qur an Hadits, Fiqih, Aqidah Ahlak, dan SKI.
B. Muatan Kurikulum
Muatan kurikulum Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, meliputi sejumlah mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas X sampai dengan Kelas XII. Materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian dari muatan kurikulum.
C. Mata Pelajaran
Mata pelajaran merupakan materi bahan ajar berdasarkan landasan keilmuan yang akan dibelajarkan kepada peserta didik sebagai beban belajar melalui metode dan pendekatan tertentu. Pada bagian ini Sekolah/Madrasah mencantumkan mata pelajaran Muatan Lokal, dan pengembangan diri beserta alokasi waktunya yang akan diberikan kepada peserta didik.
Untuk kurikulum Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, terdiri dari 15 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri yang harus diberikan kepada peserta didik.
Dari itu Ponpes Sullamul Ma’ad dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, dan dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dengan mengungkapkan beberapa alasannya. Misalnya Komputer sebagai bagian dari Muatan Lokal pada struktur di atas, merupakan penambahan dari mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).[23]
Selain itu, perlu juga ditegaskan bahwa dalam mata pelajaran ada:
a. Alokasi waktu satu jam  pembelajaran adalah 40 menit
b. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
“Di sekolah kami, Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, terdapat program intra kurikuler seperti tabel di atas dan juga ekstra kurikuler yang dikembangkan dalam program pengembangan diri. Waktu belajar di sekolah kami dimulai dari pukul 07.15 pagi hingga pukul 13.00 untuk pengembangan diri. Khusus hari Jum’at, masuk jam 07.00 karena digunakan membaca surat yasin dan bacaan-bacaan lainnya sehingga bubar kelas pukul 11.45.”[24]
D. Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga sekolah harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Sekolah dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester, atau dua mata pelajaran muatan lokal dalam satu tahun.
Berikut ini tabel alokasi waktu untuk mata pelajaran Muatan Lokal yang diselenggarakan di Ponpes. Sullamul Ma’ad Penujak
No
Mata Pelajaran Muatan Lokal
Alokasi Waktu (JP)
X
XI
XII
1
Aswaja
2
2
2
2
Nahwu Sharaf /  Khot Imlaq
2
2
2

Jumlah
4
4
4

Di kelas X, seluruh siswa mengikuti Pelajaran Aswaja sebagai pelajaran Muatan Lokal hal ini untuk memantapkan siswa dalam mengenal tentang ajaran ahlussunah waljamaah khususnya di dalam lembaga Nahdatul lama yang sesuai dengan kaidah-kaidah sehingga dapar membantu mereka dalam mempelajari mata pelajaran agama.  Sedangkan kelas XI dan XII diberikan Muatan Lokal berupa Nahwu Sharaf.  Bertujuan memperdalam kaidah-kaidah bacaan Al-Qur an dan cara menulis serta terjemahannya dalam menyiapkan siswa ke Madrasah pada jenjang yang lebih tinggi.[25]
E. Pengaturan Beban Belajar
Beban belajar ditentukan berdasarkan penggunaan sistem pengelolaan program pendidikan yang berlaku di sekolah pada umumnya saat ini, yaitu menggunakan sistem Paket. Adapun pengaturan beban belajar pada sistem tersebut sebagai berikut:
a.          Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan  alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam standar isi alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk Ponpes adalah antara 0% - 50% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
b.      Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
”Untuk kegiatan praktik di sekolah kami, misalnya pada kegiatan praktikum Bahasa Inggris yang berlangsung selama 2 jam pelajaran setara dengan 1 jam pelajaran tatap muka, sesuai yang tertulis pada Struktur Kurikulum yang kami berlakukan”.[26]
F. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang dikembangkan sebagai suatu pencapaian hasil belajar dari suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Sekolah harus menentukan kriteria ketuntasan minimal sebagai Target Pencapaian Kompetensi (TPK) dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Sekolah secara bertahap dan berkelanjutan selalu mengusahakan peningkatan kriteria ketuntasan belajar untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.[27]
G. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas di Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, berlaku setelah siswa memenuhi persyaratan berikut, yaitu:
a.        Menyelesaikan seluruh program pembelajaran dengan prosentase kehadiran 80%;
b.      Siswa dikatakan lulus apabila telahj memenuhi KKM untuk setiap mata pelajaran yang diajarkan.
Dengan mengacu kepada ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari semua mata pelajaran setelah memenuhi persyaratan berikut, yaitu:
a.       Menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
b.      Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c.       Lulus ujian sekolah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.      Lulus Ujian Nasional; Di Ponpes Sullamul Ma'ad, kelulusan juga mempertimbangkan kehadiran di kelas mencapai minimal 80%.[28]
8.  Kalender Pendidikan
Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran. Kalender pendidikan mencakup  permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.
Setiap permulaan tahun pelajaran, tim penyusun program di sekolah menyusun kalender pendidikan untuk mengatur waktu kegiatan pembelajaran selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Pengaturan waktu belajar di sekolah/madrasah mengacu kepada Standar Isi dan disesuaikan dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah/madrasah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, serta ketentuan dari pemerintah daerah.
Beberapa aspek penting yang menjadi pertimbangan dalam menyusun kalender pendidikan sebagai berikut:
a.       Permulaan tahun pelajaran  adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. Permulaan tahun pelajaran telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya.
b.      Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran  untuk setiap tahun pelajaran. Sekolah/madrasah dapat mengalokasikan lamanya minggu efektif belajar sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.
c.       Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.
d.      Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal. Hari libur sekolah/madrasah ditetapkan berdasarkan keputusan menteri pendidikan nasional, dan/atau menteri agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, kepala daerah tingkat kabupaten/kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus.
e.       Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.
f.       Libur jeda tengah semester, jeda antarsemester, libur akhir tahun pelajaran digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun.
g.      Sekolah/madrasah-sekolah pada daerah tertentu yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengatur hari libur keagamaan sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif.
h.      Bagi sekolah/madrasah yang memerlukan kegiatan khusus dapat mengalokasikan waktu secara khusus tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif. 
i.        Hari libur umum/nasional atau penetapan hari serentak untuk setiap jenjang dan jenis pendidikan disesuaikan dengan peraturan pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota.[29]




BAB III
PEMBAHASAN
A.    Analisis Pola Komunikasi  Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat.

Dari paparan data dan temuan diatas, secara umum Pola Komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak dalam menjalin hubungan emosional terdiri dari pola komunikasi internal (ke dalam) dan eksternal (ke luar) dalam menjalankan semua program-programnya, untuk lebih jelasnya peneliti uraikan sebagai berikut:
1. Pola
Kata ”pola  yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah, suatu model, proses, cara atau langkah Pondok Peantren Sullamul Ma’ad dalam membangun komunikasi internal (ke dalam) dan eksternal (ke luar) baik di lingkungan pondok pesantren seperti para santri, guru dan juga di luar Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak. Dalam pola komunikasi disini penulis mengutip pendapat yang dikemukakan oleh para Sarjana Amerika yang dikutip oleh Nurudin dalam bukunya yang berjudul Sistem Komunikasi Indonesia. membagi pola komunikasi menjadi lima, yakni komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi organisasi, komunikasi massa dan komunikasi publik.
Dalam buku yang sama juga Nurudin mengutip pendapat Josep A Devito membagi pola komunikasi menjadi empat, yakni komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa.
a.       Komunikasi antar pribadi: suatu proses komunikasi secara tatap muka yang dilakukan antara dua orang atau lebih
b.      Komunikasi kelompok kecil: Proses komunikasi hal mana pesan-pesan yang disampaikan oleh sang pembicara lebih besar pada tatap muka, komunikasi berrlansung secara continue bisa dibedakan mana sumber dan mana penerima.
c.       Komunikasi massa: komunikasi dengan menggunakan media massa seperti, televisi, surat kabar, dan radio.[30]
Untuk lebih jelasnya bisa kita melihat suatu dikatakan komunikasi  massa jika mencakup sbb:
a.       Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan pesan-pesan kepada khalayak luas.
b.      Komunikator dalam massa menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain.
c.       Pesan didapatkan dan diterima oleh banyak orang dan bukan untuk sekelompok orang tertentu , pesan dapat diartikan milik publik.
d.      Sebagai sumber komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan.
e.       Komunikator massa dikontrol oleh Gate keeper, artinya pesan-pesan yang disampaikan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda (dilayed).
2. Pola-pola komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad
Dalam pola komunikasi di sini penulis memaparkan dua macam pola komunikasi yang ada di Ponpes Sullamul Ma’ad yaitu:
a. Pola Komunikasi Internal (ke dalam)
Mengutip pendapat Lawrence D. Brennan komunikasi internal adalah pertukaran gagasan di antara para atasan dalam suatu organisasi tersebut lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal didalam perusahaan atau jawatan yang menyebabkan pekerjaan berlansung (operasi dalam manajemen).
Sesuai dengan pengertian komunikasi internal diatas, maka pola komunikasi internal Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dalam menjalankan komunikasi baik itu dari pimpinan atau atasan kebawahan dan dari bawahan keatasan dan ini sejalan dengan komunikasi internal Ponpes Sullamul Ma’ad, disini terdiri dari komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal.
1) komunikasi vertical
Komunikasi vertikal Ponpes Sullamul Ma’ad yakni terdiri dari atas kebawah (downward communication) dan dari bawah keatas (upward communication) pola komunikasi yang diterapkan ini adalah komunikasi dari pimpinan kepada bawahan  dan dari bawah kepada bawahan  pimpinan secara timbal balik. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, penjelasan-penjelasan, dan lain-lain kepada bawahannya, maka dari itu bawahannya memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan dan sebagainya kepada pimpinan.
Komunikasi dua arah secara timbal balik tersebut sangat penting sekali, karena jika hanya satu arah saja dari pimpinan kepada bawahan, roda organisasi tidak akan berjalan dengan baik. Pimpinan perlu mengetahui laporan, tanggapan, atau saran karyawan sehingga suatu keputusan atau kebijakan dapat diambil dalam rangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan.  Komunikasi vertikal dapat dilakukan secara lansung antara pimpinan tertinggi dengan seluruh karyawan. Komunikasi vertikal yang lancar, terbuka dan saling mengisi merupakan pencerminan kepemimpinan yang demokratis, yakni jenis kepemimpinan yang paling baik diantara jenis-jenis kepemimpinan lainnya. Karena komunikasi menyangkut masalah hubungan manusia dengan manusia.[31]
2.) komunikasi horizontal       
Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar, antara anggota staf Ponpes Sullamul Ma’ad dengan anggota lain, sampai jajaran kebawahnya, dan sebaliknya. Berbeda dengan komunikasi vertikal yang sifatnya lebih formal, komunikasi horizontal sering kali berlansung tidak formal. Mereka berkomunikasi satu sama lain bukan pada waktu mereka sedang bekerja, melainkan pada saat istirahat, sedang rekreasi, atau pulang kerja. Dalam situasi komunikasi seperti ini, desus-desus cepat sekali menyebar dan menjalar.[32]
Dalam komunikasi horizontal dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni:
1). Komunikasi personal (personal communication)
2). Komunikasi kelompok (group communication).
1. komunikasi personal (personal communication)
Komunikasi personal ialah komunikasi antara dua orang dan dapat berlansung dengan dua cara:
a. komunikasi tatap muka (face to face communication)
b. komunikasi bermedia (mediated communication).
Komunikasi personal tatap muka berlansung secara dialogis dengan menatap sehingga terjadi kontak pribadi (personal contact), dalam hal ini pimpinan Ponpes Sullamul Ma’ad mengandalkan komunikasi personal sebagai alat untuk berkomunikasi dengan masyarakat santri karena aktifitas komunikasi seperti ini lebih cepat berjalan dengan efektif dan terjadi secara lansung komunikasi antarpersonal (interpersonal communication). Sedangkan komunikasi personal bermedia adalah komunikasi yang menggunakan alat, komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad juga tidak hanya mengandalkan komunikasi secara face to face saja, karena cara berkomunikasi pada era ini sudah lebih instan dan mudah maka dari itulah Ponpes Sullamul Ma’ad juga menggunakan alat sebagai sarana komunikasi seperti telepon atau memorandum dalam berkomunikasi.
Ponpes Sullamul Ma’ad dalam menerapkan komunikasi antar personal ini karena situasinya yang tatap muka dan lebih mudah berlansungnya komunikasi yang efektif, seperti yang diterangkan oleh para pakar atau cendikiawan komunikasi, jenis komunikasi yang efektif itu untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku. Dan efektifnya komunikasi persuasif dalam situasi komunikasi seperti itu ialah karena terjadinya personal contact yang memungkinkan komunikator mengetahui, memahami, dan menguasai:[33]
Dengan melihat hal-hal tersebut, pimpinan Ponpes Sullamul Ma’ad dalam organisasi sebagai komunikator dapat melakukan hal seperti berikut:
a.       Mengontrol setiap kata dan kalimat yang diucapkan
b.      Mengulangi setiap kata-kata yang penting disertai penjelasan
c.       Memantapkan pengucapan dengan bantuan mimik dengan gerak tangan
d.      Mengatur intonasi sebaik-baiknya
e.       Mengatur rasio dan perasaan.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam situasi komunikasi antar personal tatap muka:
a. Bersikap empatik dan simpatik
b. Tunjukkanlah sebagai komunikator terpercaya.
c. Bertindaklah sebagai pembimbing, bukan pendorong.
d. Kemukakanlah fakta dan kebenaran
e. Bercakaplah dengan gaya mengajak, bukan menyuruh.
f. Jangan bersikap super
g. Jangan mengentengkan hal-hal yang menghawatirkan.
h. Jangan mengkritik
i. Jangan emosional
j. Bicaralah secara meyakinkan.
Demikianlah hal yang dapat dijadikan pegangan dalam melakukan komunikasi antar persona secara tatap muka.
2. komunikasi kelompok (group communication)
Komunikasi kelompok adalah komunikasi dengan kelompok orang dalam situasi tatap muka. Kelompok ini bisa kecil dapat juga besar, dalam komunikasi kelompok ini Ponpes Sullmaul Ma’ad juga tidak terlepas dari komunikasi kelompok, karena Ponpes bisa dikatakan sebuah unit atau kelompok yang selalu membutuhkan komunikasi sebagai penjalinnya dengan orang-orang didalam Ponpes maupun diluar Ponpes. Dalam pola komunikasi internal (ke dalam) Ponnpes Sullamul Ma’ad yang dimaksud yaitu, komunikasi antara pimpinan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad untuk meningkatkan hubungan emosional yang terjadi antara Santri, Ustaz-ustaz dan Pimpinan Ponpes seperti yang dijelaskan diatas bahwa dalam komunikasi internal ada komunikasi vertikal dan horizontal yang melatar belakangi terjadinya komunikasi yang efektif antara Santri, pengasuh, Ustaz-ustaz dan Pimpinan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah. sehingga pengetahuan pada masyarakat santri baik di bidang ilmu Agama dan ilmu umum lainnya dengan kata lain (pembinaan diri sendiri) tentang Tauhid yang sesungguhnya berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah, sehingga ketika keluar dari Pondok Pesantren dan terjun di masyarakat umum dapat diandalkan dalam memainkan peran sebagai santri dalam menanamkan ilmu agama dan pengetahuan umum (iptek) yang benar di tengah masyarakat baik yang bersifat formal maupun non formal.

a. Komunikasi eksternal (ke luar) Ponpes Sullamul Ma’ad
Di sini pola komunikasi eksternal Ponpes yaitu membentuk forum-forum Mudzakarah atau pengajian untuk tingkat dewasa dalam meningkatkan pengetahuan ilmu agama. Tempat pengajian untuk tingkat dewasa ini dilakukan di rumah-rumah sekitar Desa Penujak setiap malam jumat secara bergiliran dan dipimpin lansung oleh ustaz Hasnanudin S.PdI sendiri yang menjadi pembicaranya dan yang menjadi audiennya adalah para remaja dan juga orang tua yang ada di Desa Penujak. Dalam forum mudzakarah ini suasana pengajiannya sangat bagus sekali dan bisa dikatakan komunikatif  karena terjadi interaksi komunikasi secara lansung antara komunikan dengan komunikator atau ustaz dengan jama’ahnya jadi bukan hanya pembicaranya saja yang aktif berkomunikasi, tetapi di sini terjadi tanya jawab, memberikan komentar dan pendapat dalam menyampaikan pesan-pesan tentang kajian Islam seperti tata cara berwudu, shalat, perkawinan dan kajian Islam yang lainnya, dimana metode yang digunakan dalam pengajian ini adalah face to face (tatap muka) secara verbal dengan menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Arab ketika membacakan Hadits atau ayat-ayat Al-qur’an dan menggunakan bahasa indonesia dalam menyampaikan isi pengajiannya.
Di lihat dari komunikasi eksternal Ponpes Sullamul Ma’ad terdiri atas dua jalaur secara timbal balik, yakani komunikasi dari organisasi atau Ponpes kepada khalayak dan dari khalayak kepada organisasi.
a. Komunikasi dari organisasi kepada khalayak
Bentuk komunikasi dari organisasi atau Ponpes Sullamul Ma’ad ini kepada khalayak adalah kerjasama yang dilakukan oleh pimpinan kepada khalayak di luar organisasi seperti masyarakat Desa Penujak, Ponpes-ponpes yang lain atau sekolah di luar ponpes disebabkan oleh luasnya ruang lingkup komunikasi lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat (public relation officer) daripada oleh pimpinana sendiri yang dilakukan oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang dianggap sangat penting, yang tidak bisa diwakili kepada orang lain, umpamanya perundingan yang menyangkut kebijakan organisasi. Yang lainnya dilakukan oleh kepala humas yang dalam kegiatan komunikasi eksternal merupakan tangan kanan pimpinan.
Komunikasi Ponpes kepada khalayak ini pada umumnya bersifat informatif, yang dilakaukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidak-tidaknya ada hubungan batin. Kegiatan ini sangat penting dalam memecahkan urusan masalah jika terjadi tanpa diduga. Sebagai contoh ialah masalah yang timbul akibat berita yang salah di luar Ponpes, tetapi dengan adanya hubungan yang baik sebagai akibat kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi, masalah yang dijumpai kemungkinan besar tidak akan sulit diatasi bukan tidak mungkin pula sebelum berita itu menyebar di luar Ponpes
b. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi
Komunikasi dari khalayak kepada organisasi atau Ponpes merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh Ponpes atau sebuah organisasi jika informasi yang disebarkan kepada khalayak itu menimbulkan efek yang sifatnya kontroversial (menyebabkan ada yang pro dan kontra di kalangan khalayak), maka ini disebut opini publik. Opini publik seringkali merugikan organisasi. Karena harus diusahakan agar segera dapat diatasi dalam arti kata tidak menimbulkan permasalahan yang ada di Ponpes Sullamul Ma’ad
Dari pengertian komunikasi secara internal dan eksternal diatas bahwa komunikasi tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia, maka dari itu penulis dapat memadukan keterangan dari seksi pendidikan Ponpes Sullamul Ma’ad, bahwa disamping mengelola lembaga pendidikan formal, juga mengelola pendidikan non formal. Dalam kaitannya dengan aktifitas di dalam Pondok Pesantren khususnya lembaga pendidikan formal adalah proses belajar mengajar sebagaimana layaknya lembaga-lembaga pendidikan lain. Aktivitas belajar mengajar (formal) di samping menggunakan kurikulum lokal (pondok), juga menggunakan kurikulum (pemerintah) dibawah naungan Departemen Agama.
Senada dengan keterangan diatas, bahwa Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah dalam mengelola lembaga pendidikan formal menggunakan kurikulum pondok dan kurikulum nasional di bawah naungan instansi terkait. Hal ini dimaksud bahwa Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah tidak hanya mengajarkan kitab-kitab klasik, namun para santri diajarkan pula bidang studi umum dalam menghadapi era globalisasi dan juga diberikan ijazah yang diterbitkan oleh pemerintah sebagai bukti telah menyelesaikan studinya, sehingga status siswanya dapat diterima pada lembaga-lembaga pendidikan lain jika melanjutkan studinya dan diakui oleh masyrakat tentang siswa yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).
Keberadaan lembaga pendidikan formal di Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok Tengah, telah terbukti baik melalui observasi dalam penelitian ini maupun melihat alumni-alumni yang telah menamatkan dirinya di Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak yang melanjutkan studinya pada masing-masing jenjang pendidikan termasuk perguruan tinggi di Nusa Tenggara Barat, baik yang berstatus negeri maupun swasta.
Di samping keterangan dari pengurus Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok tengah. Peneliti telah mengadakan interview dengan Muslim (tokoh pemuda), Azhar Ansori (tokoh masyarakat), tokoh Agama (Hasnanudin, S.pdI) di Penujak Lombok Tengah, bahwa kehadiran dan keberadaan Ponpes Sullamul Ma’ad Loteng sebagai tempat yang mengelola lembaga pendidikan formal, memberikan respon positif, hal ini terbukti bahwa sebagian putra/putri warga masyarakat karang puntik khususnya dan Desa Penujak pada umumnya  dapat menyelesaikan pendidikan di Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak Lombok tengah, serta status siswa alumni diterima pada lembaga pendidikan lain baik yang berstatus Negri ataupun Swasta termasuk perguran tinggi yang ada di Lombok. Disamping itu, mempelajari dan mendalami ilmu Agama mutlak diperlukan oleh umat Islam dan Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah telah terbukti mampu membekali anak-anak baik melalui kegiatan keagamaan maupun ilmu-ilmu lainnya, serta telah diakui statusnya sebagai lembaga pendidikan formal oleh pemerintah, sehingga siswa yang telah tamat tidak diragukan lagi untuk melanjutkan studinya di sekolah-sekolah lain.
Dari dua sistem pendidikan formal dan tidak formal diatas maka hal ini sejalan dengan pendapat dari Ricahard C. Houseman, Cal. M. Logue, dan Dwihgt L. Fresley yang dikemukakan dalam bukunya, interpersonal and organizasional communication, sebagai berikut: Sistem komunikasi organisasional mempunyai dua aspek, yakni sitem formal dan tidak formal. Sistem formal biasanya mengikuti garis-garis wewenang sebagaimana dituangkan dalam organisasi. Kebijakan-kebijakan dan instruksi-instruksi organisasional ditransmisikan melalui sistem ini. Sistem tidak formal terdiri atas hubungan-hubungan sosial yang dapat mempunyai kekuatan untuk menentukan apakah yang ditransmisikan melalui sistem formal itu akan dapat diterima. Oleh karena itu amat penting bila posisi wewenang pada sistem formal juga mencakup posisi wewenang pada sistem tidak formal.[34]

B.     Faktor-faktor Penghambat atau Kendala-Kendala Yang Dihadapi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok Tengah Dalam Meningkatkan Pola Komunikasi Internal (Ke dalam) Dan Eksternal (Ke luar).
Sebagai salah satu lembaga yang membawahi dan mengkoodinir anggota dan menjalankan program kerja, tentunya tidak pernah larut dari masalah. Sebagai lembaga yang professional masalah bukan perkara yang harus dihindari, namun harus dicari solusinya. Sikap professional ini juga dimiliki oleh pengurus Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah. Adapun masalah yang dihadapi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: pola komunikasi internal dan eksternal:
1. Masalah Pola Komunikasi Internal Dan Upaya Mengatasinya
Masalah atau faktor penghambat sangat menyentuh program-program yang dihadapi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak dalam meningkatkan pemahaman dibidang agama maupun bidang umum terhadap masyarakat santri adalah faktor waktu yang dimiliki oleh pimpinan Pondok Pesantren serta para Ustaz yang direkomendasikan untuk membantu pimpinan Ponpes sangat terbatas sehingga kurang begitu maksimal dan menjalankan tugasnya dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat santri supaya lebih efektif dalam segala kegiatan yang dijalankan oleh Ponpes Sullamul Ma’ad, maka dari itu Ponpes mempunyai banyak  gangguan dalam komunikasi baik internal dan eksternal, hal ini sejalan dengan gangguan-gangguan dalam komunikasi Menurut Shannon dan Weaver gangguan-ganguan dalam komunikasi terjadi jika terdapat interfensi yang menggangu salah satu elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak dapat berlansung efektif.
Di sini juga penulis Mengutip pendapat Onong Uchjana Effendi dalam bukunya yang berjudul Dinamika Komunikasi, mengatakan setiap segala sesuatu pasti ada faktornya termasuk dalam bidang komunikasi, faktor penghambat dalam komunikasi salah satunya adalah:
Hambatan sosiologis yaitu, proses komunikasi berlasung dalam konteks situasional. Ini berarti bahwa komunikator harus memperhatikan situasi ketika berkomunikasi dilansungkan, sebab situasi amat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi, terutama situasi yang berhubungan dengan faktor sosiologis.
Seseorang sosiolog Jerman bernama Ferdinand Tonnies mengklasifikasikan kehidupan manusia dalam masyarakat menjadi dua jenis yaitu pergaulan yang bersifat pribadi, statis, dan tak rasional seperti dalam kehidupan rumah tangga; dan ada pergaulan hidup yang tak bersifat pribadi, dinamis, dan rasional, seperti pergaulan dikantor atau dalam organisasi.
Dari hambatan komunikasi tersebut Ponpes Sullamul Ma’ad mempunyai upaya yang dilakukannya adalah mengadakan pengajian umum sekali seminggu jika jadwal pimpinan Ponpes benar-benar padat atau digantikan oleh para Ustaz yang telah mendapat rekomendasi dan memang memiliki ability (kemampuan) guna meningkatkan pengetahuan masyarakat santri dengan berinteraksi  secara lansung, sehingga lebih cepatnya tercipta komunikasi yang efektif.[35]
2. Masalah pola komunikasi eksternal dan upaya mengatasinya
Masalah yang dihadapi dalam kaitannya dengan pola komunikasi eksternal adalah terdapatnya segelintir masyarakat (miss komunikasi) yang belum memahami sepenuhnya terhadap fungsi dan peranan Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga yang bertugas mencerdaskan umat, sehingga motivasi untuk memasukkan anak-anaknya masih dirasakan sulit terutama di kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah.
Upaya yang dilakukan adalah mengandalkan pendekatan secara individual, kekeluargaan dan kelompok melalui pengajian-pengajian dengan memberikan pengertian terhadap pemahaman masyarakat bahwa orientasi ke depan sebuah produk Pondok Pesantren sama dengan lembaga-lembaga pendidikan baik yang berstatus Negeri maupun Swasta.
Walaupun banyak kendala yang dihadapi Ponpes Sullmaul disini juga penulis menghadirkan fungsi-fungsi komunikasi supaya pola komunikasi ponpes baik internal dan eksternal dalam menjalankan pola komunikasi tersebut dengan efektif, ini sejalan dengan pendapat Harold D Laswell yang dikutip oleh Nurudin dalam bukunya yang berjudul Sistem Komunikasi Indonesia  membagi fungsi-fungsi komunikasi antara lain:
a.       Sebagai pengawasan atau penjagaan
b.      Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya.
c.       Menurunkan warisan sosial dari generasi berikutnya.[36]
d.      Mendidik ( to educate)
e.       Menyiarkan informasi
Fungsi-fungsi komunikasi inilah yang dijalankan Ponpes Sullamul Ma’ad walaupun banyak sekali kendala yang dihadapi dalam menjalankan pola komunikasi internal dan eksternal.
3. Fisik yaitu rintangan yang disebabkan karena kondisi geografis
    misalnya jarak jauh.
4. Status adalah rintangan yang disebabkan karena jarak sosial diantara senior
    dan bawahan karena komunikasi disini berlansung cenderung akan berbeda
    dikarenakan ada tingkatan status sosial.
5. Kerangka berpikir yaitu sebuah perbedaan persefsi diakibatkan karena latar
    belakang dan pengalaman yang berbeda.
6. Budaya disebabkan karena perbedaan norma-norma, kebiasaan, nilai-nilai
     yang dianut yang terlibat dalam komunikasi.[37]
Kendala atau gangguan yang dihadapi oleh Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dalam menjalankan komunikasinya tidak menjadi masalah karena dari masalah diatas ada upaya-upaya yang dilakukan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah adalah mengaktifkan seluruh santri yang ada di Pondok Pesantren untuk turut kerja bakti (gotong royong) untuk memberikan stimulus respon (masukan) atau contoh secara lansung kepada masyarakat sekitarnya. Disamping itu, dirasakan pula agar lebih aktif dalam mengikuti pengajian-pengajian yang dilaksanakan oleh pihak Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok tengah serta kegiatan-kegiatan lain yang dianggap bermanfaat bagi diri dan masyarakat penujak khususnya.
Dari banyak gangguan-gangguan yang dihadapi Ponpes Sullamul Ma’ad dalam menjalankan pola komunikasi internal dan eksternal, itu tidak menjadi hambatan yang besar bagi Ponpes karena masalah adalah bagian dari dinamika kehidupan yang harus dicari solusinya, karena itu dalam pandangan para cendikiawan komunikasi, komunikasi itu tidak mungkin dapat dihindari, dengan kata lain tidak ada satu halpun yang bukan merupakan komunikasi.
Maka dari itu idealnya  komunikasi adalah apabila terjadi antara dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlansung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa dalam percakapan yang terjadi antara dua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya berkomunikasi, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan, karena dalam komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat.[38]



BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Untuk menjawab rumusan masalah tentang Pola Komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah adalah sebagaimana yang disebutkan pada Bab sebelumnya, bahwa teori-teori komunikasi itu seperti ini idealnya, oleh karenanya dalam penelitian saya di bab empat ini ingin mencoba mengeksplor, mengkroschek realitas yang ada dengan standar-standar teori, itu dimulai dari aspek fungsi-fungsi komunikasi dan dimensi-dimensi komunikasi: Bahwa Pondok Pesantren Sullmaul Ma’ad itu sudah menerapkan pola-pola komunikasi yang baik sesuai dengan standar-standar komunikasi yang baku, baik dilihat dari sisi dimensi-dimensi komunikasi, fungsi-fungsi komunikasi maupun faktor-faktor komunikasi  dan idealnya komunikasi itu sendiri, dimana dalam penelitian ini membahas tentang pola komunikasi internal dan eksternal yang ada di Ponpes Sullamul Ma’ad.
Pertama dilihat dari fungsi-fungsi komunikasi, bahwa fungsi komunikasi itu dapat mendidik, memberikan informasi, dan sebagai pengawasan atau penjagaan, tetapi fungsi-fungsi komunikasi disini tidak sepenuhnya dapat dijalankan oleh Ponpes Sullamul Ma’ad dalam menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya terkait dengan program-program yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok Tengah.
Dan yang kedua dapat dilihat dari pola-pola komunikasi, yaitu pola komunikasi secara internal (ke dalam) dan eksternal (ke luar).
Dimana secara internal (ke dalam) yang dimaksud yaitu, komunikasi antara pimpinan Ponpes untuk meningkatkan hubungan emosional yang terjadi antara santri dengan pimpinan seperti yang dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa dalam komunikasi internal ada komunikasi vertikal dan horizontal yang melatar belakangi terjadinya komunikasi yang efektif antara santri dan pimpinan Ponpes Sullamul Ma’ad, sehingga pengetahuan masyarakat santri baik dibidang ilmu agama dan ilmu umum lainnya dapat berjalan dengan seimbang supaya ketika keluar dari Pondok Pesantren dapat terjun di masyarakat umum dan juga dapat diandalkan dalam memainkan peran sebagai santri dalam menanamkan ilmu agama dan pengetahuan umum (iptek) yang benar baik yang bersifat formal maupun non formal.
Sedangkan secara eksternal (ke luar) yaitu membentuk forum Mudzakarah atau tempat pengajian setiap malam Jumat secara bergiliran di Rumah-rumah warga disekitar Desa Penujak dan juga komunikasi eksternal yang dijalankan Ponpes, yaitu segala aktifitas atau kegiatan pimpinan dengan khalayak diluar Pondok Pesantren seperti instansi-instansi pemerintah, departemen direktorat, jawatan, perusahaan-perusahaan besar, itu disebabkan oleh luasnya ruang lingkup yang dilakukan diluar Pondok Pesantren dalam menjalin hubungan emosional baik dengan masyarakat luas maupun instansi-instansi lain guna menjalin pola komunikasi baik secara lansung maupun tidak lansung (verbal maupun non verbal), disini Ponpes kurang berhasil dalam menjalankan standar-tandar komunikasi eksternal, seperti menciptakan hubungan yang baik antara masyarakat sekitar Desa Penujak, karena bisa dilihat dari segelintir masyarakat (miss komunikasi) yang belum memahami sepenuhnya terhadap fungsi dan peranan Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga yang bertugas mencerdaskan umat, sehingga motivasi untuk memasukkan anak-anaknya masih dirasakan sulit terutama dikalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah, karena dapat dilihat dari indikasinya adalah:
a.       Masih minimnya pemahaman masyarakat akan fungsi dan peranan Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga penyelenggara kegiatan keagamaan dan pencerdas umat.
b.      Kurangnya kesadaran masyarakat akan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, kegiatan agama terlebih dikalangan generasi muda.
c.       Mengingat dominannya jumlah  muslim dan daerah yang cukup luas dirasa pengajian yang dilaksanakan secara rutin oleh Ponpes perlu ditambah.
d. Bahasa yang dilakukan terlalu banyak memakai jargon atau bahasa  asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak atau masyarakat desa penujak
e. Bahasa yang digunakan berbeda oleh penerima (receiver)
B. Saran-saran
1. Kepada Lembaga atau Pengurus Ponpes Sullamul Ma’ad.
Kepada lembaga atau pengurus Ponpes Sullamul Ma’ad dalam meningkatkan pola komunikasi internal dan eksternal, hendaknya melihat situasi dan kondisi para siswa/siswinya dalam menyampaikan komunikasi, sebab tidak selamanya cita-cita dan tujuan yang kita anggap benar, karena memang tidak mudah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang atau sejumlah orang.
2. Kepada Masyarakat Penujak Lombok Tengah Secara Umum
Kepada masyarakat Penujak karang puntik khususnya, disarankan agar memanfaatkan Pondok Pesantren untuk tempat menimba ilmu sekaligus tempat mendidik anak-anak, karena Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang lebih efektif dalam mendidik anak-anak, sehingga mereka menjadi anak yang memiliki ciri-ciri kepribadian muslim dan dapat mengamalkan ajaran islam secara baik.
Diamping itu, disarankan pula agar lebih aktif dalam mengikuti pengajian-pengajian yang dilaksanakan oleh piihak Ponpes Sullamul Ma’ad serta kegiatan-kegiatan lain yang dianggap bermanfaat bagi diri dan orang banyak.
3. Kepada Peneliti Lain
Walaupun penelitian ini sudah mulai menemukan jawaban dari fokus penelitian yang ingin diketahui oleh peneliti, akan tetapi karya ini juga tidak bisa dipungkiri karena masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi peneliti lain yang ingin mendalami atau bahkan memperluas cakupan dari judul karya ilmiah ini untuk lebih serius mendalaminya agar hasilnya lebih maksimal dari karya ilmiah sebelumnya.



















DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Wahid. Pesantren Masa Depan. Jakarta: Bumi  Aksara, 1993.
Burhan  Bungin. Sosiologi Komunikasi. Jakarta Kencana, 2007.
Dedy Mulyana. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Edward Deparri dan Mac Collin Andrew. Peranan Komunikasi Dalam Pembangunan.   Yogyakarta: Gajah Mada University press, 1998.
Elvinaro Ardianto dan Bambang Q-Aness. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Elvinaro Ardianto. Metedologi Penelitian Untuk Public Relation. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Hamidi. Metedologi Penelitian Dan Teori Komunikasi. UMM: UPT Press, 2007.
Jalaludin Rahmat. Metedologi Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.
Moh. Nasir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Miftahul Huda dkk. Pedoman Penulisan Skripsi IAIN Mataram. Mataram, 2010.

Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. PT Rajagrafindo Persada: 2007.
Onong Uchjana Effendi. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktik. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1984.
Onong UchJana Effendi.  Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986.
Rahmat Kriyantono. Teknik Praktis Komunikasi. Jakarta kencana, 2007.
Syaiful Rohim. Teori Komunikasi, Persfektif, Ragam, Dan Aplikasi. Rineka cipta: 2009.
Tomy Suprapto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: CAPS, 2011.
Wayne Pace, Don Faules, Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998.
Wawan Kuswandi. Komunikasi Massa. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.






[1] Syaiful Rohim, Teori Kominikasi Perspektif, Ragam, Dan Aplikasi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 14.
[2]  Andi Waring, Pola Interaksi Komunuikasi Islamic Center Al-Hunafa’ Mataram ’’(Skripsi,  Fakultas Dakwah IAIN Mataram, 2007), h. 70.
[3] Eka Putra Wijaya, Pola Pondok Pesantren Al-Hafizah Dalam Pemahaman Agama Pada Masyarakat Di Masjuring Bonder Lombok Tengah ’’ (Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Mataram, 2009), h. 72.
[4]  Onong Uchjana Effendi,  Dinamika Komunikasi (PT. Remaja Rosdakarya, 1986), h. 3.
[5] Ibid., h. 26.
[6] Jalaludin Rahmat, Metedologi Penelitian Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),  h. 62.
[7] Ibid., h. 73.
[8] Syaiful Rohim, Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, Dan Aplikasi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 87.
[9] Rahmat Kriyantono, Teknis Praktis Penelitian Komunikasi (Jakarta Kencana, 2007), h. 39.
[10] Moh. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h. 63.
[11] Miftahul Huda dkk, Pedoman Penulisan Skripsi IAIN Mataram (Mataram, 2004), h. 28.
                                [12] Rahmat Kriyantono, Teknis Praktis Penelitian Komunikasi (Jakarta Kencana, 2007), h. 192.
[13] Ibid., h. 65.
[14] Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 180.
[15] Miftahul Huda dkk,  Pedoman Penulisan Skripsi IAIN Mataram  (Mataram, 2010), h. 29.
[16]  Sumber, Data Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[17] Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak, 2010
[18] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak dikutip 5 Desember 2010.
[19] Sumber: Dokumentasi Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[20] Wawancara, Seksi Pendidikan Ponpes Sullamul Ma’ad,  15 Desember 2010.
[21] SumberKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad (Desa Penujak: 1964).

[22] KTSP,(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)  Ponpes Sullamul Ma’ad,  15 Desember 2010.
[23] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad penujak, dikutip 5 Desember 2010.

[24]  Hasnanudin, Wawancara, Ponpes Sullamul Ma’ad Loteng, 5 Desember 2010.
[25] Sumber: Dokumentasi Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[26] Hasnanudin, wawancara, Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak Loteng, 5 Desember 2010.
[27] Sumber: Dokumentasi Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[28] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[29] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad, dikutip 5 Desember 2010.
[30] Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia (PT. Raja Grafindo, 2007), h. 28.
[31] Onong Uchjana Effendi,  Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktik (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1984), h. 122.
[32] Ibid., h. 124.
[33]  Onong Uchjana Effendi, h. 124.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Pesantren sekarang ini tampaknya perlu dibaca sebagai warisan sekaligus kekayaan kebudayaan intelektual yang mampu memberikan konstribusi terhadap lahirnya para intelektual muslim. Di samping sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga sebagai wadah pengkaderan, sehingga wajar apabila pembentukan pola pikir santri sangat tergantung pada pola komunikasi yang diterapkan oleh lembaga pesantren.
Komunikasi merupakan hal yang sangat terpenting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk juga dalam bidang pendidikan. Komunikasi yang terjadi antara guru dan sisiwa di sekolah berlansung ketika proses belajar mengajar. Dengan adanya komunikasi, maka kegiatan belajar mengajar akan berlansung dengan baik dan lancar serta transfer ilmu dan nilai bisa berjalan dengan efektif.
Komunikasi yang baik akan menentukan keberhasilan seorang guru dalam mendidik siswa. Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab bagi guru untuk memberikan informasi kepada siswa. Pesan yang disampaikan seringkali menggunakan komunikasi lisan sehingga hasilnya kurang maksimal terhadap peserta didik, karena tahap berpikir masih belum mampu merekam secara lengkap semua pesan yang disampaikan. Oleh karena itu perananan komunikasi dalam proses belajar mengajar sangat penting karena mempengaruhi efektifitas penyampaian materi pelajaran yang disampaikan oleh guru kepada siswa.
Komunikasi juga merupakan aktifitas manusia yang sangat penting bahkan tiada hari tanpa komunikasi, sepanjang detak jantung masih ada. Bahkan orang yang melakukan meditasi-pun pada hakikatnya sedang melakukan komunikasi, termasuk orang yang sedang bertapa di suatu tempat yang dianggap keramat, komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan kita.  Kita semua berinteraksi dengan sesama dengan cara melakukan komunikasi. Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai cara yang kompleks, namun sekarang ini perkembangan teknologi telah merubah cara kita berkomunikasi secara drastis.
Komunikasi juga tidak terbatas pada kata-kata yang terucap belaka, melainkan bentuk dari apa saja interaksi, senyuman, anggukan kepala yang membenarkan hati, sikap badan, ungkapan minat, perhatian yang mendukung diterimanya pengertian, sikap dan peran yang sama. Diterimanya pengertian yang sama adalah merupakan kunci dalam komunikasi.
Sejalan dengan pengertian komunikasi di atas maka pola komunikasi pesantren untuk menuju pada pembentukan santri yang potensial, diperlukan strategi yang baik sehingga hasilnya dapat diandalkan, pengelolaan pesantren tidak lagi bersifat tradisional tetapi lebih menuju ke arah modern dan professional, dan berhasil tidaknya strategi pesantren tentu tergantung pada pola komunikasi yang dibangun oleh pengasuh, ustaz atau guru, untuk itu perlu mengkaji dan menganalisis pola komunikasi yang diterapkan, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh  Syaiful Rohim, bahwa dalam komunikasi mempunyai model-model yaitu: Model Komunikasi linier, Model Interaksional, Model Transaksional (satu arah, komunikasi dua arah diantara para komunikator, model yang ketiga ini lebih memusatkan pada proses pengiriman pesan secara terus menerus dalam suatu sistem komunikasi).[1]
Maka dari model-model komunikasi di atas, salah satunya pondok pesantren Sullamul Ma’ad yang berlokasi di desa Penujak kecamatan Praya Barat kabupaten Lombok Tengah dapat berhasil, karena Keberhasilan Pondok Pesantren ini dapat dilihat dari sisi prestasi Akademik karena Lembaga-lembaganya baik MI, MTS, MA dapat mengeluarkan siswa-siswinya 100% dalam Ujian Nasional dan juga tidak terlepas dari pengaruh pola-pola komunikasi yang dibangun oleh pengasuh, ustaz baik di dalam (internal) maupun yang di luar (eksternal).
Maka dari keberhasilan Pondok Pesantren diatas peneliti sangat tertarik dengan pola komunikasi Ponpes untuk menuju dan mampu bersaing dengan pondok pesantren lainnya, sehingga dapat mencetak santri yang bisa membawa perubahan bagi dirinya dan pondok pesantrennya, tentunya ini dipengaruhi oleh pola komunikasi yang dibangun baik di lingkungan pondok pesantren maupun yang di luar pondok pesantren yang dilakukan oleh Ustaz atau pengasuh untuk meningkatkan efektifitas komunikasi yang diaplikasikan di lingkungan Pondok Pesantren maupun di luar pondok pesantren. 
B. Fokus penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka permasalahan tersebut dapat di fokuskan  sebagai berikut:
1.      Bagaimana pola-pola komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui bagaimana pola-pola komunikasi yang dibangun oleh ustaz atau pengasuh untuk meningkatkan relasi yang baik di dalam maupun di luar Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
2. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini penulis mengharapkan agar dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis, peneliti diharapkan mampu memberikan  pengetahuan dan informasi sebagai menambah khasanah keilmuan.
b. Manfaat Praktis
Sebagai sumbangan penelitian terhadap nilai dan manfaat, juga sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
Peneliti memilih lokasi di Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad bertempat di Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena Ponpes tersebut memiliki peranan yang sangat signifikan dalam membentuk moral Masyarakat Desa Penujak.
E. Telaah pustaka
Telaah pustaka dilakukan untuk menjelaskan posisi  yang sedang dilaksanakan diantara hasil-hasil penelitian dan buku-buku terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh.[2]
Andi Waring.  Pola Interaksi Komunikasi Islamic Center Al- Hunafa’  Mataram. Fakultas Dakwah IAIN Mataram. Mengatakan bahwa dalam pola interaksi komunikasi  itu harus melibatkan audiensnya, dimana komunikator harus memberikan kesempatan kepada audiens untuk menyampaikan pendapat dan segala permasalahannya untuk meningkatkan komunikasi yang efektif, tetapi penelitian yang dilakukan oleh Andi Waring ini lebih menekankan kepada komunikasi eksternalnya dalam bentuk ceramah atau kajian islam.
Sedangkan posisi atau perbedaan dengan penelitian yang di lakukan oleh Andi Waring yang berlokasi di Islamic Center Alhunafa’ Mataram ini adalah, pola komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad tidak cukup hanya mengandalkan komunikasi eksternal tetapi komunikasi internalpun sangat penting untuk mengetahui pola-pola komunukasi dengan masyarakat santri di internal pondok pesantren dan eksternal pondok pesantren Sullamul Ma’ad yang di bangun oleh Pengasuh dan  Ustaz.[3]
Eka Putra Wijaya. Pola Pondok Pesantren Al-Hafizah Dalam Pemahaman Agama Pada Masyarakat Di Masjuring Bonder Lombok Tengah Fakultas Dakwah IAIN Mataram. Mengemukakan bahwa di dalam melakukan aktifitas komunkasi dakwah itu di lakukan dengan dua tahap yaitu, komunikasi internal dan eksternal, komunikasi internal dalam lingkungan pondok pesantren itu adalah menjalankan sistim pendidikan yang bersifat formal, yaitu kurikulum yang sudah di atur oleh pemerintah, dan yang bersifat eksternal adalah seperti pengajian yang bersifat harian, mingguan dan bulanan. Tetapi penelitian Eka Putra Wijaya ini kurang meningkatkan pola komunikasi internalnya dalam menjalin hubungan emosional antara atasan dengan bawahannya atau dengan pimpinan ponpes dengan para santrinya hanya menjalankan sistim dari pemerintah saja.
Jadi letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang  dilakukan oleh Eka Putra Wijaya adalah  peneliti ingin mengetahui pola komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad dalam meningkatkan pola komunikasi internal dan eksternalnya sehingga  lembaga-lembaganya baik MI, MTS, MA dapat mengeluarkan siswa-siswinya 100% dalam Ujiyan Nasional yang dilakukan oleh pengasuh, ustaz atau mudarris untuk membangun komunikasi baik pada masyarakat santri maupun luar santri.
F. Kerangka Teoritik
1. Komunikasi
            a. Pengertian komunikasi
Pengertian komunikasi dapat di tinjau dari dua sudut pandang, yaitu komunikasi dalam pengertian secara umum dan pengertian secara pragmatik, sehingga akan menjadi jelas bagaimana pelaksanaan komunikasi itu.
1. Pengertian komunikasi dapat dilihat secara umum
Menurut Onong Uchjana Effendy, setiap orang sejak bangun tidur dan sampai tidur lagi, secara kodrati sesungguhnya senantiasa telah terlibat dalam komunikasi. Komunikasi dalam pengertian secara umum dapat dilihat dari dua segi:
a. Pengertian Komunikasi secara etimologis
Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio, dan perkataan ini bersumber pada kata communis. Perkataan communuis tersebut dalam pembahasan kita ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan partai komunis yang sering dijumpai dalam kegiatan politik. Arti communis disini adalah sama, dalam arti sama makna, yaitu sama makna dalam suatu hal.
Jadi komunikasi berlansung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang suatu hal yang dinyatakan oleh orang lain kepadanya, maka komunikasi berlansung. Dengan lain perkataan, hubungan antara mereka itu bersifat komunikatif. Sebaliknya jika ia tidak mengerti, komunikasi tidak berlansung. Dengan lain perkataan, hubungan antara orang-orang itu tidak komunikatif.
b. Pengertian Komunikasi secara terminologis
Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Pengertian itu jelaslah komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Jadi yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia. Karena itu, komunikasi yang dimaksudkan disini adalah komunikasi manusia atau dalam bahasa asing human communication, yang  sering kali pula disebut, komunikasi sosial atau social communication. Komunikasi manusia sebagai singkatan dari komunikasi antar manusia dinamakan komunikasi sosial atau komunikasi kemasyarakatan karena hanya pada manusia-manusia yang bermasyarakat terjadinya komunikasi. Masyarakat terbentuk paling sedikit dua orang yang saling berhubungan dengan komunikasi sebagai penjalinnya. Robinson Crusoe, yang hidup dipulau terpencil, tidak hidup bermasyarakat karena dia hidup sendirian. Oleh sebab itu dia tidak berkomunikasi dengan siapa-siapa.[4]
2. pengertian komunikasi secara pragmatis
Telah dijelaskan di muka dalam pengertian secara umum komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan sosial. Komunikasi dalam pengertian ini sering terlihat pada perjumpaan dua orang. Mereka saling memberikan salam, bertanya tentang kesehatan dan keluarga dan sebagainya.
Dalam pengertian secara pragmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu; ada yang dilakukan secara lisan, tatap muka, atau melalui media, baik  media massa seperti surat kabar, radio, televisi atau film, maupun media non massa, misalnya surat, telepon, papan pengumuman, poster, spandoek dan sebagainya.
Jadi komunikasi dalam pengertian pragmatis bersifat intensional (intensional), mengandung tujuan; karena itu harus dilakukan dengan perencanaan. Sejauhmana kadar perencanaan itu, bergantung pada pesan-pesan yang akan dikomunikasikan dan pada komunikan yang akan dijadikan sasaran.
Mengenai pengertian komunikasi secara pragmatis ini banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi dari sekian banyak definisi itu dapat disimpulkan secara lengkap dengan menampilkan maknanya yang hakiki yaitu:
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik lansung secara lisan maupun tak lansung melalui media.
Dalam definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni memberitahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior).
Jadi ditinjau dari segi isi penyampaian pernyataan, komunikasi yang bertujuan bersifat informatif dan persuasif. Komunikasi persuasif (persuasif comunication) lebih sulit daripada komunikasi informatif (informative communication), karena memang tidak mudah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang atau sejumlah orang.
Dalam pengertian lain Nurudin memberikan definisi tentang komunikasi sebagai berkut:
Komunikasi menurut (Everett M. Rogers) yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul Dinamika Komunikasi adalah: proses hal mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud mengubah perilaku. Definisi ini, menekankan bahwa dalam komunikasi ada sebuah proses pengoperan ide, gagasan, lambang dan di dalam proses itu melibatkan orang lain. Dengan kata lain bahwa setiap manusia itu berkomunikasi meskipun kita tidak menyadarinya.[5]
Sehubungan dengan kenyataan bahwa komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari aktifitas seseorang manusia tentu manusia mempunyai cara tersendiri dan tujuan apa yang di dapatkannya. Disini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Haroll D Laswell, itu biasa disebut who (siapa) says what (mengatakan apa) in which channel (lewat saluran mana) to whom (kepada siapa) with what effect ( effek apa yang diharapkan). Dan jelas masing-masing orang mempunyai perbedaan dalam mengaktualisasikan komunikasi tersebut, oleh karena itu dalam komunikasi dikenal dengan pola-pola tertentu sebagai manifestasi perilaku komunikasi manusia dalam berkomunikasi. Dari pengertian komunikasi di atas maka peneliti menggunakan teori-teori komunikasi dibawah ini dalam menganalisa pola komunikasi internal dan eksternal.
Teori yang digunakan oleh penulis di sini adalah teori-teori yang sesuai dengan fokus penelitian yaitu :
1. Teori Komunikasi Jarum Suntik ( Hipodermik )
Teori ini dikemukakan oleh Hovland dkk, dalam teori ini disebutkan bahwa sesungguhnya komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan, media) amat perkasa dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut Jarum Hipodermik karena dalam model ini dikesankan seakan-akan komunikasi “disuntikkan” lansung ke dalam jiwa komunikan. Sebagaimana obat disimpan dan disebarkan dalam tubuh sehingga terjadi perubahan dalam fisik, begitu pula pesan-pesan persuasif mengubah sistem psikologi.[6]
Alasan peneliti menggunakan teori di atas karena teori tersebut sangat sesuai sekali dengan pola komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dalam menjalin komunikasi internal dan eksternal terutama dalam komunikasi internalnya yang mampu membawa perubahan sikap dan perilaku pada masyarakat santri yang seakan-akan menyuntik lansung para komunikannya.
2. Kredibilitas Teori ( Credibility Theory)
Gobbel, seorang Menteri Propaganda Jerman Dalam Perang Dunia II menyatakan  untuk menjadi komunikator yang efektif harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Kredibilitas menurut Aristoteles, bisa diperoleh jika seorang  memiliki  ethos, pathos dan logos. Ethos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara dari karakter pribadinya, sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya. Phatos ialah kekuatan yang dimiliki seorang pembicara dalam mengendalikan emosi pendengarnya, sedangkan Logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator melalui argumentasinya.[7]
Teori ini ini juga sejalan dengan pola komunikasi pimpinan Ponpes yang memiliki kredibilitas menurut Aristoteles di atas, karena bisa dilihat dari perubahan perilaku remaja di sekitar Ponpes melalui komunikasi eksternalnya.
3. Teori keseimbangan: Heider
Teori ini dirumuskan oleh Fritz Heider, bahwa teori ini berusaha menerangkan  bagaimana individu-individu sebagaian dari struktur sosial , misalnya sebagai suatu kelompok cenderung untuk menjalin hubungan satu sama lain. Tentunya salah satu cara bagaimana suatu kelompok dapat berhubungan, ialah dengan menjalin komunikasi secara terbuka.
Teori ini sejalan dengan pola komunuikasi yang diterapkan oleh Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dalam menjalin komunikasi secara terbuka, baik dalam lingkungan (internal) Pondok Pesantren maupun di luar (eksternal) Pondok Pesantren dalam menjalin relasi yang baik sehingga mampu menciptakan komunikasi yang efektif.
Teori Heder ini cenderung memusatkan perhatiannya pada hubungan intra pribadi (intra personal)  yang berfungsi sebagai daya tarik.[8]
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan penelitian
Adapun pendekatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah metode kualitatif, Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh data deskriptif (menggambarkan) berdasarkan pengamatan maupun pengakuan atau tulisan dari subjek.
Rahmat Kriyantono mendefinisikan metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang dapat menghasilkan data berupa kata-kata, kalimat-kalimat, narasi-narasi tertulis, dari orang-orang dan juga perilaku yang dapat diamati.[9]
Metode yang digunakan peneliti ini adalah metode kualitatif untuk memberikan data secara valid dan dapat dipercaya, karena metode dalam penelitian ini meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sisitem pikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambar atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta, sifat-sifat serta fenomena yang diselidiki.[10]
Adapun beberapa pertimbangannya dilakukan penelitian kualitatif seperti yang dijelaskan. “pertama, menggunakan penelitian kualitatif lebih menarik. Kedua, metode ini secara lansung menyajikan hakikat hubungan antara penelitian dengan responden dan metode ini juga lebih cepat menyesuaikan diri terhadap pola-pola yang diamati”.
Sedangkan alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena :
a.       Pendekatan kualitatif peneliti sebagai instrumen kunci atau instrument pokok (peneliti secara lansung terjun kelapangan) sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat.
b.      Data yang diinginkan berupa pemaparan (deskriptif) dari suatu peristiwa.
2. Kehadiran Peneliti
Tujuan peneliti hadir di lokasi adalah untuk mendapatkan data yang valid yang dibutuhkan dalam penelitian kualitatif agar lebih mudah menghubungi informan  dalam penelitian ini, sekaligus mengetahui pola-pola komunikasi pada saat melakukan obsevasi.
Kehadiran peneliti berfungsi sebagai instrument kunci dan sekaligus sebagai pengumpul data. Sedangkan instrument lain dapat digunakan, tetapi fungsinya terbatas hanya sebagai pendukung. Oleh Karen itu kehadiran peneliti di lapangan harus dikemukakan secara jelas baik sebagai pengamat partisipan atau lainnya.[11]
3. Sumber Data
Menurut Kriyantono, sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi baik yang di peroleh dari wawancara mendalam maupun observasi dan tindakan yang selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sedangkan  yang dimaksud sumber data adalah subjek darimana data yang diperoleh.[12]
4. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara lansung dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan dengan wawancara. Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah Ustaz. Hasnanudin S.PdI, alasannya peneliti mengambil Ustaz Hasnanudin S.PdI sebagai data primer karena dia sebagai pimpinan lansung Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad. TGH.L. Zakaria alasannya karena dia sebagai Ketua Komite Pondok Pesantren. Dan yang terahir adalah TGH.L  Abdul Aziz alasannya, karena dia lebih pengalaman dan lebih banyak mengetahui keadaan dan kondisi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad.
5. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh  dari  sumber kedua atau sumber sekunder, data sekunder juga dapat kita peroleh dari buku literatur, internet, surat kabar, ataupun dari hasil penelitian terdahulu.
Data yang dihimpun dalam penelitian ini merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian yang bersifat ilmiah, dalam kegiatan penelitian tentunya diperlukan suatu cara yang dapat digunakan dalam pengumpulan data, data yang objektif dapat diperoleh sebelumnya hanya dengan alat pengumpulan data yang tepat.
H. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bagian terpenting dalam sebuah penelitian bahkan merupakan suatu keharusan bagi seorang peneliti, untuk mendapatkan sebuah data, peneliti menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data antara lain yaitu:
1. Metode observasi
Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan yang secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi yang dilakukan oleh peneliti berupa observasi partisipan, artinya disaat melakukan observasi peneliti lansung terjun mengamati kegiatan subjek selama melakukan kegiatan.
Adapun data yang dicari melalui observasi adalah mengenai kegiatan yang berkaitan dengan pola komunukasi internal dan eksternal yang dibangun oleh Ustaz Hasnanudin S.PdI, TGH. L. Zakaria, Ustaz Abdul Aziz, Drs. Hadi Wijaya dalam menjalin relasi, baik di dalam  maupun  di luar Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.[13]
2. Metode Interview
Interview merupakan sebuah metode riset yang dilakukan periset untuk memperoleh data dengan wawancara tatap muka secara mendalam dan terus menerus.
Wawancara secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur juga sering disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara terbuka, wawancara etnografi, sedangkan wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku (standardized interview) yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya.[14]
Bentuk wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah wawancara terpimpin yaitu Tanya jawab oleh pihak di mana pertanyaan sudah dipersiapkan terlebih dahulu sebelum melakuka wawancara.
Adapun berikut nama-nama informan yang dipilih antara lain:
a.       Kepala Desa penujak.
b.      Muslim (Tokoh pemuda) alasan peneliti memilih Muslim sebagai informan karena memang dia dekat dengan para pemuda dan juga lebih agresif sehingga mempermudah peneliti untuk mendapatkan informasi tentang pola komunikasi Ponpes.
c.       Azhar Anshari (Tokoh masyarakat) alasannya memang dia lebih berkompeten dalam bidang kemasyarakatan dan juga lebih berpengalaman.
d.      Hasnanudin, S.PdI (Tokoh Agama). Alasan peneliti memilih sebagai informan karena dia sebagai Kepala Ponpes dan sekaligus sebagai tokoh Agama dan yang paling berpengaruh di Desa Penujak.
Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan pola komunikasi tersebut.
3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan cara pengumpulan data masa lampau yang berbentuk tertulis seperti arsip-arsip termasuk juga buku-buku, foto-foto atau tentang pendapat, teori-teori atau yang berhubungan dengan masalah disebut studi dokumen. Teknik yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah mengambil data-data yang sudah direkomendasikan secara sistematis dan objektif.
I. Analisa Data
Teknik analisis yang digunakan sesuai dengan jenis penelitian dan operasionalnya. Analisis dilakukan untuk dapat memberikan pemahaman terhadap data yang telah terkumpul, sehingga ditemukan pola dan dapat dipresentasikan tentang apa yang telah ditemukan.[15]
Kegiatan ini menganalisa data-data yang telah terkumpul secara cermat dan teliti sehingga dapat ditentukan suatu kesimpulan objektif dari proses penelitian ini. Dengan demikian, data yang terkumpul dibahas dan diterjemahkan dan dikumpulkan secara deskriptif (pemaparan). Mengingat data ini hanya menggunakan kualitatif, maka dalam menganalisa data menggunakan Metode Hipotesis deskriptif, artinya adalah dugaan tentang nilai suatu variable mandiri, tidak membuat perbandingan atau hubungan tertentu.








BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A.    Gambaran Umum Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat
1. Latar Belakang Berdirinya   
Secara sosiologis Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad berdiri karena mengejar ketertingggalan yang begitu jauh (secara kualitas) dalam artian dengan menempuh perbaikan pendidikan umat Islam dengan tetap mempertahankan prinsip; aqidah islamiyah dan juga cinta dan peduli terhadap ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak merupakan salah satu Pondok Pesantren yang didirikan oleh Jam’iyah Nahdatul Ulama’ pada tahun 1964. Dibangun diatas sebidang tanah wakap milik Haji Kamaludin seluas 2.500 m2  dengan tokoh pendiri:
a.       TGH. Syahri 
b.      TGH. M. Khairudin
c.       TGH. Samsul Hakim  
Dan juga didirikan oleh sebuah unit pelaksana teknis di bidang pendidikan, di lingkungan Departemen Agama  yang berada di bawah dan tanggung jawab Kantor Wilayah Departemen Agama (RI) Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pondok pesantren Sullamul Ma’ad Penujak merupakan salah satu tempat pendidikan yang berada di tengah-tengah Desa Penujak,  di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad yang berdiri tahun 1964 dan terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Kanwil Departemen Agama Propinsi Nusa Tenggara Barat. Nomor Wx.88.78.A/12/1991 tanggal 09 Desember 1991. Sebagai Lembaga Pendidikan dan SK Akreditasi terakhir Nomor : 45/Akr-MA/C/IV/2007, tanggal 27 April 2007 dengan pringkat nilai C. MA. Sullamul Ma’ad Penujak mempunyai Tujuan membentuk siswa yang berkualitas, beriman dan bertaqwa serta cinta ilmu pengetahuan dan teknologi, berbudaya dan berakhlakul karimah serta memperoleh nilai UAN/UAS minimal 7,47 pada tahun 2010/2011.[16]
Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak terletak di sebuah Desa yaitu di Desa Penujak,  Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah.  Secara geografis Ponpes ini mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
1.  Sebelah Timur                    :  Desa Tanah Awu Kecamatan Pujut
2.  Sebelah Barat                     :  Desa Darek, Kecamatan Praya Barat Daya
3.  Sebelah Utara                     :  Desa Batujai, Kecamatan Praya Barat
4.  Sebelah Selatan                  :  Desa  Bonder, Kecamatan Praya Barat
Selama berkiprah dalam bidang pendidikan, upaya peningkatan sumber daya manusia Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad desa Penujak  telah banyak membantu masyarakat setempat baik yang di desa Penujak maupun desa-desa lain yang berada di sekitarnya. Keberlangsungan pelaksanaan pendidikan baik intrakurikuler (pendidikan yang ada didalam ponpes yang sudah diatur oleh para guru/ustazd untuk pengembangan wawasan para santri) maupun ekstrakurikuler (pendidikan yang di luar ponpes  untuk pengembangan diri masyarakat santri sekaligus untuk masyarakat di luar santri) dapat terlaksana dengan baik atas dukungan pemerintah pusat dan daerah serta partisipasi masyarakat. 
Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak, juga merupakan salah satu anggota Kelompok Kerja Madrasah ( KKM ) dengan jumlah anggota Madrasah yang tergabung sebanyak 60 MTs Swasta yang tersebar di 4 Kecamatan diantaranya Kecamatan Jonggat, Kecamatan Pringgarata, Kecamatan Praya Barat dan Kecamatan Praya Barat Daya.[17]
2. Tujuan Pendirian
Setelah mengetahui apa yang melatar belakangi pendirian Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad maka dapat diketahui secara lebih konfrehensif dan juga dapat diketahui tujuan pendirian Sullamul Ma’ad yakni untuk menemukan jalan dalam mengejar ketertingggalan yang begitu jauh (secara kualitas) dalam artian dengan menempuh perbaikan pendidikan umat Islam dengan tetap mempertahankan prinsip; aqidah islamiyah dan juga cinta dan peduli terhadap ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Tujuan pendirian Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad di samping sebagai wahana pendidikan juga sebagai wadah yang tepat untuk mengeluarkan para intelektual muslim yang dibangun untuk mengejar ketertinggalan umat Islam ini, dan memiliki sarana yang layak untuk mencetak para intelektual muslim, dan tujuan untuk menghadapi problematika yang dihadapi umat, dan sanggup memberikan jalan ke luar dari hal-hal yang selama ini menghambat kemajuan umat khususnya dalam bidang pendidikan.
Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad tidak berdiri sendiri dalam mewujudkan sistem pendidikan, melainkan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang telah ada dan selalu mengacu pada bimbingan-bimbingan institusi terkait, sehingga terwujudnya kesamaan dan kebersamaan dalam mensikapi mutu pendidikan umat Islam Indonesia. Dalam upaya pendirian Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad terlebih dahulu ada persiapan moril-materil dan arahan dari para cendikiawan-cendikiawan  dalam pembangunan gedung dan perbaikan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pendidikan para santri agar lebih berkualitas.
Adapun berikut ini juga tujuan didirikannya Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad penujak adalah, secara bertahap akan dimonitoring, dievaluasi, dan dikendalikan setiap kurun waktu tertentu, untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL)  yang dibakukan secara nasional, sebagai berikut:
a.       Meyakini, memahami, dan menjalankan ajaran agama yang diyakini dalam kehidupan.
b.      Memahami dan menjalankan hak dan kewajiban untuk berkarya dan memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
c.       Berpikir secara logis, kritis, kreatif, inovatif dalam memecahkan masalah, serta berkomunikasi melalui berbagai media.
d.      Menyenangi dan menghargai seni.
e.       Menjalankan pola hidup bersih, bugar, dan sehat.
f.       Berpartisipasi dalam kehidupan sebagai cerminan rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.[18]
Selanjutnya, atas keputusan bersama guru dan siswa, SKL tersebut lebih kami rinci sebagai profil siswa Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak sebagai berikut :
a.       Mampu menampilkan kebiasaan sopan santun dan berbudi pekerti sebagai cerminan akhlak mulia dan iman taqwa.
b.      Mampu berbahasa Inggris secara aktif.
c.       Mampu mengaktualisasikan diri dalam berbagai seni dan olah raga, sesuai pilihannya.
d.      Mampu mendalami cabang pengetahuan yang dipilih.
e.       Mampu mengoperasikan komputer aktif untuk program microsoft word,  exsel, dan desain grafis.
f.       Mampu melanjutkan ke PTN/PTS sesuai pilihannya melalui pencapaian target pilihan yang ditentukan sendiri.
g.      Mampu bersaing dalam mengikuti berbagai kompetisi akademik dan non akademik di tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi, dan nasional.
h.      Mampu memiliki kecakapan hidup personal, sosial, environmental dan pra-vocasional.
3.  Program-program kegiatan
Program-program yang dilakukan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad, yang lebih mengarah pada sisi kedisiplinan dan mengaplikasikan dan merealisasikan program yang diprogramkan, kegiatan-kegiatan yang di programkan telah menjadi aktifitas rutin:
Dari bidang pendidikan di sini antara lain meliputi bagian-bagian
a.       Tulis dan  Baca Al-qur’an
b.      Pendidikan Al-qur’an dan As-sunnah
c.       Mendirikan tempat-tempat kursus serta menyelenggarakan  pendidikan sesuai dengan keterampilan
d.      Salat berjama’ah sudah menjadi kebiasaan santri
e.       Yasinan setiap malam juma’t.
Bidang sosial, antara lain meliputi:
a.       Mendirikan tempat penampungan anak-anak kurang mampu
b.      Menyalurkan infaq, sadakah, zakat. Dan bantuan-bantuan yang lainnya untuk membantu masyarakat penujak Lombok tengah.
Dari beberapa kegiatan yang diselenggarkan tersebut, masih banyak lagi kegiata-kegiatan/program-program yang belum terealisasikan atau terlaksana, seperti poliklinik-poliklinik dan pengobatan umum, hal ini dikarenakan keterbatsan kemampuan baik secara materil maupun non materil. Namun program-program tersebut akan berusaha direalisasikan pada masa yang akan datang sesuai dengan kebutuhan dana kemampuan yang dimiliki Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak.
4.  Pasilitas-pasilitas Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad
Bangunan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dibangun di atas tanah 2.500 m2, disamping itu untuk pengembangan Madrasah, yayasan pondok pesantren juga menyediakan gedung asrama yang berada di Desa Selane Kecamatan Praya Barat, dengan dilengkapi ruangan kelas, ruangan pimpinan, dan ruangan staf asrama, ruang guru, musalla. komputer, serta fasilitas pendukung lainnya.[19]
Jika dilihat keadaan fasilitas Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Tahun 2010, bisa diketahui bahwa secara umum fasilitas sudah agak mencukupi, walaupun terdapat sedikit kekurangan pada ruangan-ruangan yang lain, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 3.1.
Keadaan Fasilitas Yayasan Pondok  Pesantren Sullamul Ma’ad
Tahun 2010.
No
Ruangan
Jumlah
Luas (M2)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Kelas
Lab. IPA
Lab. Komputer
Lab. Bahasa
Multimedia
Lab. Keterampilan
Perpustakaan
Aula
Ruang Guru
Ruang Tata Usaha
Ruang Kepala Sekolah
RBP Osim/PMR
Pramuka
Mushalla
Kantin
4
-
-
-
-
-
-
1

1

-
-
-
-
-
1
-
960
-
-
-
-
-
-
360

6

-
-
-
-
-
4
-

5.  Seksi-seksi kepengurusan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak
a.       Seksi keagama’an:
b.      Seksi pendidikan
c.       Seksi humas
d.      Seksi sosial.
Didalam skripsi ini, penulis akan menjelaskan tiga seksi yang terdapat pada Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak, yaitu seksi keagamaan, seksi pendidikan dan seksi humas karena kedua seksi ini sangat berperan dalam pengembangan Pola Komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak.
1. Seksi keagamaan
Seksi keagamaan ini  telah dapat dilaksanakan yaitu membentuk forum-forum mudzakarah baik untuk tingkat dewasa dan anak-anak, untuk meningkatkan pengetahuan di dalam bidang ilmu agama.
Tempat pengajian untuk tingkat dewasa ini di lakukan di rumah-rumah sekitar Desa Penujak setiap malam jumat yang di ketuai lansung oleh Ustaz Hasnanudin S.PdI sendiri yang menjadi pembicaranya sekaligus ketuanya dan yang menjadi audiennya adalah para remaja dan juga orang tua yang ada di Desa Penujak.
Sedangkan pengajian untuk tingkat anak-anak di lakukan di rumah Ustaz  Hasnanudin sendiri setelah shalat magrib, seperti iqra’ untuk anak-anak ibtidaiyah, sedangkan tulis dan baca al-qur’an, tajwid, nahu dan sharaf untuk tingakat tsanawiyah dan aliyah.


2. Seksi pendidikian
Seksi pendidikan telah melaksanakan beberapa program pendidikan seperti pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri di bawah bimbingan konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan ekstrakurikuler, seperti kepramukaan, kepemimpinan, kelompok seni-budaya, kelompok tim olahraga, dan kelompok ilmiah remaja.
“Bahwa dalam pengembangan diri Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak meliputi program berikut:
a.       Bimbingan Karir (BK)
b.      Kelompok Ilmiah Remaja (KIR)/ KTI
c.       Olimpiade MIPA
d.      Muhadharah 3 Bahasa (Arab, Inggris, dan Indonesia)
e.       Kesenian (Seni baca Al-Qur an, Seni Suara,Kaligrafi)
f.       Olah raga (Badminton,  Voli, dan Catur)
g.      Pada umumnya, program tersebut dilaksanakan 1 x dalam seminggu pada hari sabtu atau hari-hari libur. Program Pembiasaan dilakukan melalui kegiatan Tadarussan, sholat berjamaah, lailatul ijtimaq atau istigosah.[20]
C. Seksi Humas
Dalam melaksanakan tugasnya Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak juga bekerja sama dengan KKM, Lembaga Pengkajian Mutu Pendidikan (PMP) NTB, Departemen Agama Kabupaten Lombok Tengah dan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi NTB, Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas-Dinas Instansi terkait.[21]
6. Sasaran Program Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak
Sasaran program Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak untuk  tahun 2010 sebagai dituangkan dalam Renstra (Rencana Strategik) adalah mengambarkan kebijakan-kebijakan yang diambil dalam bentuk program-program yang diselaraskan dengan Visi, Misi, tujuan, sasaran, indikator capaian seperti diuraikan di bawah ini:
NO
TUJUAN
SARASAN
CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN
URAIAN
INDIKATOR
KEBIJAKAN
PROGRAM
1
Meningkatkan Kualitas tenaga kependidikan
Meningkatkan kualitasguru bidang study
Out put:
-         Terpenuhinya guru bid.studiyang berkualitas
-         Terdapatguru spefikasi guru bid. study

Out comes:
-       Kualitas KBM Meningkat
-       Pelatihan guru bid. Study
-       Penataran-penataran
-       MGMP (Workshop KTSP)
Meningkatkan SDM guru bidang study
2
Meningkatkan kualitas siswa
Terwujudnya siswa yang memiliki kemampuan di bidang IPTEK dan IMTAQ
Out put:
-        Terpenuhinya sarana pembelajaran dibid IPTEK
-        Terdapat tenaga pengajar yang berkompetensi di bidang IPTEK

Out comes:
-        Siswa menguasai IPTEK yang dilandasi imtaq
-     Pembelajaran yang berorientasi pada kompetisi
-     Pembelajan yang dilandasi oleh nilai imtaq
-    Penerapan KTSP
-    Pengembangan kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler dalam bentuk pengembangan diri dengan beroirientasi pada iptek dan imtaq
-    Pengembangan imtaq terpadu.
3
Meningkatkan sarana dan prasarana
a.  Merehab ruang belajar.
b. Penambahan ruang belajar
c.  Mengadakan sarana ibadah
d. mengadakan komputer
Out put:
-       Ruang kelas memadai
-       Jumlah ruang cukup
Out comes:
-       Proses KBM berjalan lancar
Out put:
-       Tersedianya tempat ibadah
-       Terdapat pengelola sarana ibadah
Out comes:
-       Proses ibadah lancar
Out put:
-       Tersedianya komputer
-       Tersedia tenaga pembimbing yang memadai

Out comes:
-       Terlaksananya KBM di bid. TIK berjalan lancar.
Mengadakan sarana ibadah sesuai kebutuhan Mengadakan sarana dan prasarana ibadah












Mengadkan sarana TIK(komputer dan multimedia)
-    Meningkatkan jumlah sarana dn prasarana
-    Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana

-    Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana
-     Pengelola yang berkualitas

-     Meningkatkan kualitas dibidang TIK








4
Peningkatan kualitas sarana ibadah
Meningkatkan kualitas pengelolaan Musholla
Out put:
-     Terpenuhinya pengelola mushalla yang berkualitas
Out comes:
-        Pelaksanaan ibadah lancar
-    Mengadakan pelatihan, pengajian dan penataran
-      Meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepad Allah SWT

7.  Struktur Dan Muatan Kurikulum
A. Struktur Kurikulum
Pada struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah berisi  sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan kepada peserta didik. Mengingat perbedaan individu  sudah barang tentu keluasan dan kedalamannya akan berpengaruh terhadap peserta didik pada setiap satuan pendidikan.[22]
Pada program pendidikan di Ponpes Sullmaul Ma’ad jam mata pelajaran sekurang-kurangnya 32 jam pelajaran setiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 40 menit.  Jenis program pendidikannya terdiri dari program umum meliputi sejumlah mata pelajaran yang wajib diikuti seluruh peserta didik, dan program pilihan meliputi mata pelajaran yang menjadi ciri khas keunggulan daerah berupa mata pelajaran muatan lokal. Mata pelajaran yang wajib diikuti pada program umum berjumlah 13, sementara mata pelajaran Muatan Lokal kami memilih Aswaja dan Nahwu Sharaf  atau Khot Imlaq karena masih kami pandang sangat perlu bagi siswa untuk memperdalam pelajaran terutama Al-Qur an Hadits dan Bahasa Arab. 
Pengaturan beban belajar disesuaikan dengan alokasi waktu yang telah ditentukan dalam struktur kurikulum. Tambahan waktu 4 jam pelajaran perminggu kami memanfaatkannya untuk menambah jam pada pelajaran agama seperti Al-Qur an Hadits, Fiqih, Aqidah Ahlak, dan SKI.
B. Muatan Kurikulum
Muatan kurikulum Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, meliputi sejumlah mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas X sampai dengan Kelas XII. Materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian dari muatan kurikulum.
C. Mata Pelajaran
Mata pelajaran merupakan materi bahan ajar berdasarkan landasan keilmuan yang akan dibelajarkan kepada peserta didik sebagai beban belajar melalui metode dan pendekatan tertentu. Pada bagian ini Sekolah/Madrasah mencantumkan mata pelajaran Muatan Lokal, dan pengembangan diri beserta alokasi waktunya yang akan diberikan kepada peserta didik.
Untuk kurikulum Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, terdiri dari 15 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri yang harus diberikan kepada peserta didik.
Dari itu Ponpes Sullamul Ma’ad dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, dan dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dengan mengungkapkan beberapa alasannya. Misalnya Komputer sebagai bagian dari Muatan Lokal pada struktur di atas, merupakan penambahan dari mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).[23]
Selain itu, perlu juga ditegaskan bahwa dalam mata pelajaran ada:
a. Alokasi waktu satu jam  pembelajaran adalah 40 menit
b. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
“Di sekolah kami, Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, terdapat program intra kurikuler seperti tabel di atas dan juga ekstra kurikuler yang dikembangkan dalam program pengembangan diri. Waktu belajar di sekolah kami dimulai dari pukul 07.15 pagi hingga pukul 13.00 untuk pengembangan diri. Khusus hari Jum’at, masuk jam 07.00 karena digunakan membaca surat yasin dan bacaan-bacaan lainnya sehingga bubar kelas pukul 11.45.”[24]
D. Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga sekolah harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Sekolah dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester, atau dua mata pelajaran muatan lokal dalam satu tahun.
Berikut ini tabel alokasi waktu untuk mata pelajaran Muatan Lokal yang diselenggarakan di Ponpes. Sullamul Ma’ad Penujak
No
Mata Pelajaran Muatan Lokal
Alokasi Waktu (JP)
X
XI
XII
1
Aswaja
2
2
2
2
Nahwu Sharaf /  Khot Imlaq
2
2
2

Jumlah
4
4
4

Di kelas X, seluruh siswa mengikuti Pelajaran Aswaja sebagai pelajaran Muatan Lokal hal ini untuk memantapkan siswa dalam mengenal tentang ajaran ahlussunah waljamaah khususnya di dalam lembaga Nahdatul lama yang sesuai dengan kaidah-kaidah sehingga dapar membantu mereka dalam mempelajari mata pelajaran agama.  Sedangkan kelas XI dan XII diberikan Muatan Lokal berupa Nahwu Sharaf.  Bertujuan memperdalam kaidah-kaidah bacaan Al-Qur an dan cara menulis serta terjemahannya dalam menyiapkan siswa ke Madrasah pada jenjang yang lebih tinggi.[25]
E. Pengaturan Beban Belajar
Beban belajar ditentukan berdasarkan penggunaan sistem pengelolaan program pendidikan yang berlaku di sekolah pada umumnya saat ini, yaitu menggunakan sistem Paket. Adapun pengaturan beban belajar pada sistem tersebut sebagai berikut:
a.          Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan  alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam standar isi alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk Ponpes adalah antara 0% - 50% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
b.      Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
”Untuk kegiatan praktik di sekolah kami, misalnya pada kegiatan praktikum Bahasa Inggris yang berlangsung selama 2 jam pelajaran setara dengan 1 jam pelajaran tatap muka, sesuai yang tertulis pada Struktur Kurikulum yang kami berlakukan”.[26]
F. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang dikembangkan sebagai suatu pencapaian hasil belajar dari suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Sekolah harus menentukan kriteria ketuntasan minimal sebagai Target Pencapaian Kompetensi (TPK) dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Sekolah secara bertahap dan berkelanjutan selalu mengusahakan peningkatan kriteria ketuntasan belajar untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.[27]
G. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas di Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, berlaku setelah siswa memenuhi persyaratan berikut, yaitu:
a.        Menyelesaikan seluruh program pembelajaran dengan prosentase kehadiran 80%;
b.      Siswa dikatakan lulus apabila telahj memenuhi KKM untuk setiap mata pelajaran yang diajarkan.
Dengan mengacu kepada ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari semua mata pelajaran setelah memenuhi persyaratan berikut, yaitu:
a.       Menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
b.      Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c.       Lulus ujian sekolah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.      Lulus Ujian Nasional; Di Ponpes Sullamul Ma'ad, kelulusan juga mempertimbangkan kehadiran di kelas mencapai minimal 80%.[28]
8.  Kalender Pendidikan
Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran. Kalender pendidikan mencakup  permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.
Setiap permulaan tahun pelajaran, tim penyusun program di sekolah menyusun kalender pendidikan untuk mengatur waktu kegiatan pembelajaran selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Pengaturan waktu belajar di sekolah/madrasah mengacu kepada Standar Isi dan disesuaikan dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah/madrasah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, serta ketentuan dari pemerintah daerah.
Beberapa aspek penting yang menjadi pertimbangan dalam menyusun kalender pendidikan sebagai berikut:
a.       Permulaan tahun pelajaran  adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. Permulaan tahun pelajaran telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya.
b.      Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran  untuk setiap tahun pelajaran. Sekolah/madrasah dapat mengalokasikan lamanya minggu efektif belajar sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.
c.       Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.
d.      Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal. Hari libur sekolah/madrasah ditetapkan berdasarkan keputusan menteri pendidikan nasional, dan/atau menteri agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, kepala daerah tingkat kabupaten/kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus.
e.       Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.
f.       Libur jeda tengah semester, jeda antarsemester, libur akhir tahun pelajaran digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun.
g.      Sekolah/madrasah-sekolah pada daerah tertentu yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengatur hari libur keagamaan sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif.
h.      Bagi sekolah/madrasah yang memerlukan kegiatan khusus dapat mengalokasikan waktu secara khusus tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif. 
i.        Hari libur umum/nasional atau penetapan hari serentak untuk setiap jenjang dan jenis pendidikan disesuaikan dengan peraturan pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota.[29]




BAB III
PEMBAHASAN
A.    Analisis Pola Komunikasi  Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat.

Dari paparan data dan temuan diatas, secara umum Pola Komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak dalam menjalin hubungan emosional terdiri dari pola komunikasi internal (ke dalam) dan eksternal (ke luar) dalam menjalankan semua program-programnya, untuk lebih jelasnya peneliti uraikan sebagai berikut:
1. Pola
Kata ”pola  yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah, suatu model, proses, cara atau langkah Pondok Peantren Sullamul Ma’ad dalam membangun komunikasi internal (ke dalam) dan eksternal (ke luar) baik di lingkungan pondok pesantren seperti para santri, guru dan juga di luar Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak. Dalam pola komunikasi disini penulis mengutip pendapat yang dikemukakan oleh para Sarjana Amerika yang dikutip oleh Nurudin dalam bukunya yang berjudul Sistem Komunikasi Indonesia. membagi pola komunikasi menjadi lima, yakni komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi organisasi, komunikasi massa dan komunikasi publik.
Dalam buku yang sama juga Nurudin mengutip pendapat Josep A Devito membagi pola komunikasi menjadi empat, yakni komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa.
a.       Komunikasi antar pribadi: suatu proses komunikasi secara tatap muka yang dilakukan antara dua orang atau lebih
b.      Komunikasi kelompok kecil: Proses komunikasi hal mana pesan-pesan yang disampaikan oleh sang pembicara lebih besar pada tatap muka, komunikasi berrlansung secara continue bisa dibedakan mana sumber dan mana penerima.
c.       Komunikasi massa: komunikasi dengan menggunakan media massa seperti, televisi, surat kabar, dan radio.[30]
Untuk lebih jelasnya bisa kita melihat suatu dikatakan komunikasi  massa jika mencakup sbb:
a.       Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan pesan-pesan kepada khalayak luas.
b.      Komunikator dalam massa menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain.
c.       Pesan didapatkan dan diterima oleh banyak orang dan bukan untuk sekelompok orang tertentu , pesan dapat diartikan milik publik.
d.      Sebagai sumber komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan.
e.       Komunikator massa dikontrol oleh Gate keeper, artinya pesan-pesan yang disampaikan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda (dilayed).
2. Pola-pola komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad
Dalam pola komunikasi di sini penulis memaparkan dua macam pola komunikasi yang ada di Ponpes Sullamul Ma’ad yaitu:
a. Pola Komunikasi Internal (ke dalam)
Mengutip pendapat Lawrence D. Brennan komunikasi internal adalah pertukaran gagasan di antara para atasan dalam suatu organisasi tersebut lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal didalam perusahaan atau jawatan yang menyebabkan pekerjaan berlansung (operasi dalam manajemen).
Sesuai dengan pengertian komunikasi internal diatas, maka pola komunikasi internal Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dalam menjalankan komunikasi baik itu dari pimpinan atau atasan kebawahan dan dari bawahan keatasan dan ini sejalan dengan komunikasi internal Ponpes Sullamul Ma’ad, disini terdiri dari komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal.
1) komunikasi vertical
Komunikasi vertikal Ponpes Sullamul Ma’ad yakni terdiri dari atas kebawah (downward communication) dan dari bawah keatas (upward communication) pola komunikasi yang diterapkan ini adalah komunikasi dari pimpinan kepada bawahan  dan dari bawah kepada bawahan  pimpinan secara timbal balik. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, penjelasan-penjelasan, dan lain-lain kepada bawahannya, maka dari itu bawahannya memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan dan sebagainya kepada pimpinan.
Komunikasi dua arah secara timbal balik tersebut sangat penting sekali, karena jika hanya satu arah saja dari pimpinan kepada bawahan, roda organisasi tidak akan berjalan dengan baik. Pimpinan perlu mengetahui laporan, tanggapan, atau saran karyawan sehingga suatu keputusan atau kebijakan dapat diambil dalam rangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan.  Komunikasi vertikal dapat dilakukan secara lansung antara pimpinan tertinggi dengan seluruh karyawan. Komunikasi vertikal yang lancar, terbuka dan saling mengisi merupakan pencerminan kepemimpinan yang demokratis, yakni jenis kepemimpinan yang paling baik diantara jenis-jenis kepemimpinan lainnya. Karena komunikasi menyangkut masalah hubungan manusia dengan manusia.[31]
2.) komunikasi horizontal       
Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar, antara anggota staf Ponpes Sullamul Ma’ad dengan anggota lain, sampai jajaran kebawahnya, dan sebaliknya. Berbeda dengan komunikasi vertikal yang sifatnya lebih formal, komunikasi horizontal sering kali berlansung tidak formal. Mereka berkomunikasi satu sama lain bukan pada waktu mereka sedang bekerja, melainkan pada saat istirahat, sedang rekreasi, atau pulang kerja. Dalam situasi komunikasi seperti ini, desus-desus cepat sekali menyebar dan menjalar.[32]
Dalam komunikasi horizontal dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni:
1). Komunikasi personal (personal communication)
2). Komunikasi kelompok (group communication).
1. komunikasi personal (personal communication)
Komunikasi personal ialah komunikasi antara dua orang dan dapat berlansung dengan dua cara:
a. komunikasi tatap muka (face to face communication)
b. komunikasi bermedia (mediated communication).
Komunikasi personal tatap muka berlansung secara dialogis dengan menatap sehingga terjadi kontak pribadi (personal contact), dalam hal ini pimpinan Ponpes Sullamul Ma’ad mengandalkan komunikasi personal sebagai alat untuk berkomunikasi dengan masyarakat santri karena aktifitas komunikasi seperti ini lebih cepat berjalan dengan efektif dan terjadi secara lansung komunikasi antarpersonal (interpersonal communication). Sedangkan komunikasi personal bermedia adalah komunikasi yang menggunakan alat, komunikasi Ponpes Sullamul Ma’ad juga tidak hanya mengandalkan komunikasi secara face to face saja, karena cara berkomunikasi pada era ini sudah lebih instan dan mudah maka dari itulah Ponpes Sullamul Ma’ad juga menggunakan alat sebagai sarana komunikasi seperti telepon atau memorandum dalam berkomunikasi.
Ponpes Sullamul Ma’ad dalam menerapkan komunikasi antar personal ini karena situasinya yang tatap muka dan lebih mudah berlansungnya komunikasi yang efektif, seperti yang diterangkan oleh para pakar atau cendikiawan komunikasi, jenis komunikasi yang efektif itu untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku. Dan efektifnya komunikasi persuasif dalam situasi komunikasi seperti itu ialah karena terjadinya personal contact yang memungkinkan komunikator mengetahui, memahami, dan menguasai:[33]
Dengan melihat hal-hal tersebut, pimpinan Ponpes Sullamul Ma’ad dalam organisasi sebagai komunikator dapat melakukan hal seperti berikut:
a.       Mengontrol setiap kata dan kalimat yang diucapkan
b.      Mengulangi setiap kata-kata yang penting disertai penjelasan
c.       Memantapkan pengucapan dengan bantuan mimik dengan gerak tangan
d.      Mengatur intonasi sebaik-baiknya
e.       Mengatur rasio dan perasaan.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam situasi komunikasi antar personal tatap muka:
a. Bersikap empatik dan simpatik
b. Tunjukkanlah sebagai komunikator terpercaya.
c. Bertindaklah sebagai pembimbing, bukan pendorong.
d. Kemukakanlah fakta dan kebenaran
e. Bercakaplah dengan gaya mengajak, bukan menyuruh.
f. Jangan bersikap super
g. Jangan mengentengkan hal-hal yang menghawatirkan.
h. Jangan mengkritik
i. Jangan emosional
j. Bicaralah secara meyakinkan.
Demikianlah hal yang dapat dijadikan pegangan dalam melakukan komunikasi antar persona secara tatap muka.
2. komunikasi kelompok (group communication)
Komunikasi kelompok adalah komunikasi dengan kelompok orang dalam situasi tatap muka. Kelompok ini bisa kecil dapat juga besar, dalam komunikasi kelompok ini Ponpes Sullmaul Ma’ad juga tidak terlepas dari komunikasi kelompok, karena Ponpes bisa dikatakan sebuah unit atau kelompok yang selalu membutuhkan komunikasi sebagai penjalinnya dengan orang-orang didalam Ponpes maupun diluar Ponpes. Dalam pola komunikasi internal (ke dalam) Ponnpes Sullamul Ma’ad yang dimaksud yaitu, komunikasi antara pimpinan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad untuk meningkatkan hubungan emosional yang terjadi antara Santri, Ustaz-ustaz dan Pimpinan Ponpes seperti yang dijelaskan diatas bahwa dalam komunikasi internal ada komunikasi vertikal dan horizontal yang melatar belakangi terjadinya komunikasi yang efektif antara Santri, pengasuh, Ustaz-ustaz dan Pimpinan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah. sehingga pengetahuan pada masyarakat santri baik di bidang ilmu Agama dan ilmu umum lainnya dengan kata lain (pembinaan diri sendiri) tentang Tauhid yang sesungguhnya berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah, sehingga ketika keluar dari Pondok Pesantren dan terjun di masyarakat umum dapat diandalkan dalam memainkan peran sebagai santri dalam menanamkan ilmu agama dan pengetahuan umum (iptek) yang benar di tengah masyarakat baik yang bersifat formal maupun non formal.

a. Komunikasi eksternal (ke luar) Ponpes Sullamul Ma’ad
Di sini pola komunikasi eksternal Ponpes yaitu membentuk forum-forum Mudzakarah atau pengajian untuk tingkat dewasa dalam meningkatkan pengetahuan ilmu agama. Tempat pengajian untuk tingkat dewasa ini dilakukan di rumah-rumah sekitar Desa Penujak setiap malam jumat secara bergiliran dan dipimpin lansung oleh ustaz Hasnanudin S.PdI sendiri yang menjadi pembicaranya dan yang menjadi audiennya adalah para remaja dan juga orang tua yang ada di Desa Penujak. Dalam forum mudzakarah ini suasana pengajiannya sangat bagus sekali dan bisa dikatakan komunikatif  karena terjadi interaksi komunikasi secara lansung antara komunikan dengan komunikator atau ustaz dengan jama’ahnya jadi bukan hanya pembicaranya saja yang aktif berkomunikasi, tetapi di sini terjadi tanya jawab, memberikan komentar dan pendapat dalam menyampaikan pesan-pesan tentang kajian Islam seperti tata cara berwudu, shalat, perkawinan dan kajian Islam yang lainnya, dimana metode yang digunakan dalam pengajian ini adalah face to face (tatap muka) secara verbal dengan menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Arab ketika membacakan Hadits atau ayat-ayat Al-qur’an dan menggunakan bahasa indonesia dalam menyampaikan isi pengajiannya.
Di lihat dari komunikasi eksternal Ponpes Sullamul Ma’ad terdiri atas dua jalaur secara timbal balik, yakani komunikasi dari organisasi atau Ponpes kepada khalayak dan dari khalayak kepada organisasi.
a. Komunikasi dari organisasi kepada khalayak
Bentuk komunikasi dari organisasi atau Ponpes Sullamul Ma’ad ini kepada khalayak adalah kerjasama yang dilakukan oleh pimpinan kepada khalayak di luar organisasi seperti masyarakat Desa Penujak, Ponpes-ponpes yang lain atau sekolah di luar ponpes disebabkan oleh luasnya ruang lingkup komunikasi lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat (public relation officer) daripada oleh pimpinana sendiri yang dilakukan oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang dianggap sangat penting, yang tidak bisa diwakili kepada orang lain, umpamanya perundingan yang menyangkut kebijakan organisasi. Yang lainnya dilakukan oleh kepala humas yang dalam kegiatan komunikasi eksternal merupakan tangan kanan pimpinan.
Komunikasi Ponpes kepada khalayak ini pada umumnya bersifat informatif, yang dilakaukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidak-tidaknya ada hubungan batin. Kegiatan ini sangat penting dalam memecahkan urusan masalah jika terjadi tanpa diduga. Sebagai contoh ialah masalah yang timbul akibat berita yang salah di luar Ponpes, tetapi dengan adanya hubungan yang baik sebagai akibat kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi, masalah yang dijumpai kemungkinan besar tidak akan sulit diatasi bukan tidak mungkin pula sebelum berita itu menyebar di luar Ponpes
b. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi
Komunikasi dari khalayak kepada organisasi atau Ponpes merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh Ponpes atau sebuah organisasi jika informasi yang disebarkan kepada khalayak itu menimbulkan efek yang sifatnya kontroversial (menyebabkan ada yang pro dan kontra di kalangan khalayak), maka ini disebut opini publik. Opini publik seringkali merugikan organisasi. Karena harus diusahakan agar segera dapat diatasi dalam arti kata tidak menimbulkan permasalahan yang ada di Ponpes Sullamul Ma’ad
Dari pengertian komunikasi secara internal dan eksternal diatas bahwa komunikasi tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia, maka dari itu penulis dapat memadukan keterangan dari seksi pendidikan Ponpes Sullamul Ma’ad, bahwa disamping mengelola lembaga pendidikan formal, juga mengelola pendidikan non formal. Dalam kaitannya dengan aktifitas di dalam Pondok Pesantren khususnya lembaga pendidikan formal adalah proses belajar mengajar sebagaimana layaknya lembaga-lembaga pendidikan lain. Aktivitas belajar mengajar (formal) di samping menggunakan kurikulum lokal (pondok), juga menggunakan kurikulum (pemerintah) dibawah naungan Departemen Agama.
Senada dengan keterangan diatas, bahwa Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah dalam mengelola lembaga pendidikan formal menggunakan kurikulum pondok dan kurikulum nasional di bawah naungan instansi terkait. Hal ini dimaksud bahwa Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah tidak hanya mengajarkan kitab-kitab klasik, namun para santri diajarkan pula bidang studi umum dalam menghadapi era globalisasi dan juga diberikan ijazah yang diterbitkan oleh pemerintah sebagai bukti telah menyelesaikan studinya, sehingga status siswanya dapat diterima pada lembaga-lembaga pendidikan lain jika melanjutkan studinya dan diakui oleh masyrakat tentang siswa yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).
Keberadaan lembaga pendidikan formal di Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok Tengah, telah terbukti baik melalui observasi dalam penelitian ini maupun melihat alumni-alumni yang telah menamatkan dirinya di Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak yang melanjutkan studinya pada masing-masing jenjang pendidikan termasuk perguruan tinggi di Nusa Tenggara Barat, baik yang berstatus negeri maupun swasta.
Di samping keterangan dari pengurus Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok tengah. Peneliti telah mengadakan interview dengan Muslim (tokoh pemuda), Azhar Ansori (tokoh masyarakat), tokoh Agama (Hasnanudin, S.pdI) di Penujak Lombok Tengah, bahwa kehadiran dan keberadaan Ponpes Sullamul Ma’ad Loteng sebagai tempat yang mengelola lembaga pendidikan formal, memberikan respon positif, hal ini terbukti bahwa sebagian putra/putri warga masyarakat karang puntik khususnya dan Desa Penujak pada umumnya  dapat menyelesaikan pendidikan di Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak Lombok tengah, serta status siswa alumni diterima pada lembaga pendidikan lain baik yang berstatus Negri ataupun Swasta termasuk perguran tinggi yang ada di Lombok. Disamping itu, mempelajari dan mendalami ilmu Agama mutlak diperlukan oleh umat Islam dan Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah telah terbukti mampu membekali anak-anak baik melalui kegiatan keagamaan maupun ilmu-ilmu lainnya, serta telah diakui statusnya sebagai lembaga pendidikan formal oleh pemerintah, sehingga siswa yang telah tamat tidak diragukan lagi untuk melanjutkan studinya di sekolah-sekolah lain.
Dari dua sistem pendidikan formal dan tidak formal diatas maka hal ini sejalan dengan pendapat dari Ricahard C. Houseman, Cal. M. Logue, dan Dwihgt L. Fresley yang dikemukakan dalam bukunya, interpersonal and organizasional communication, sebagai berikut: Sistem komunikasi organisasional mempunyai dua aspek, yakni sitem formal dan tidak formal. Sistem formal biasanya mengikuti garis-garis wewenang sebagaimana dituangkan dalam organisasi. Kebijakan-kebijakan dan instruksi-instruksi organisasional ditransmisikan melalui sistem ini. Sistem tidak formal terdiri atas hubungan-hubungan sosial yang dapat mempunyai kekuatan untuk menentukan apakah yang ditransmisikan melalui sistem formal itu akan dapat diterima. Oleh karena itu amat penting bila posisi wewenang pada sistem formal juga mencakup posisi wewenang pada sistem tidak formal.[34]

B.     Faktor-faktor Penghambat atau Kendala-Kendala Yang Dihadapi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok Tengah Dalam Meningkatkan Pola Komunikasi Internal (Ke dalam) Dan Eksternal (Ke luar).
Sebagai salah satu lembaga yang membawahi dan mengkoodinir anggota dan menjalankan program kerja, tentunya tidak pernah larut dari masalah. Sebagai lembaga yang professional masalah bukan perkara yang harus dihindari, namun harus dicari solusinya. Sikap professional ini juga dimiliki oleh pengurus Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah. Adapun masalah yang dihadapi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: pola komunikasi internal dan eksternal:
1. Masalah Pola Komunikasi Internal Dan Upaya Mengatasinya
Masalah atau faktor penghambat sangat menyentuh program-program yang dihadapi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak dalam meningkatkan pemahaman dibidang agama maupun bidang umum terhadap masyarakat santri adalah faktor waktu yang dimiliki oleh pimpinan Pondok Pesantren serta para Ustaz yang direkomendasikan untuk membantu pimpinan Ponpes sangat terbatas sehingga kurang begitu maksimal dan menjalankan tugasnya dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat santri supaya lebih efektif dalam segala kegiatan yang dijalankan oleh Ponpes Sullamul Ma’ad, maka dari itu Ponpes mempunyai banyak  gangguan dalam komunikasi baik internal dan eksternal, hal ini sejalan dengan gangguan-gangguan dalam komunikasi Menurut Shannon dan Weaver gangguan-ganguan dalam komunikasi terjadi jika terdapat interfensi yang menggangu salah satu elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak dapat berlansung efektif.
Di sini juga penulis Mengutip pendapat Onong Uchjana Effendi dalam bukunya yang berjudul Dinamika Komunikasi, mengatakan setiap segala sesuatu pasti ada faktornya termasuk dalam bidang komunikasi, faktor penghambat dalam komunikasi salah satunya adalah:
Hambatan sosiologis yaitu, proses komunikasi berlasung dalam konteks situasional. Ini berarti bahwa komunikator harus memperhatikan situasi ketika berkomunikasi dilansungkan, sebab situasi amat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi, terutama situasi yang berhubungan dengan faktor sosiologis.
Seseorang sosiolog Jerman bernama Ferdinand Tonnies mengklasifikasikan kehidupan manusia dalam masyarakat menjadi dua jenis yaitu pergaulan yang bersifat pribadi, statis, dan tak rasional seperti dalam kehidupan rumah tangga; dan ada pergaulan hidup yang tak bersifat pribadi, dinamis, dan rasional, seperti pergaulan dikantor atau dalam organisasi.
Dari hambatan komunikasi tersebut Ponpes Sullamul Ma’ad mempunyai upaya yang dilakukannya adalah mengadakan pengajian umum sekali seminggu jika jadwal pimpinan Ponpes benar-benar padat atau digantikan oleh para Ustaz yang telah mendapat rekomendasi dan memang memiliki ability (kemampuan) guna meningkatkan pengetahuan masyarakat santri dengan berinteraksi  secara lansung, sehingga lebih cepatnya tercipta komunikasi yang efektif.[35]
2. Masalah pola komunikasi eksternal dan upaya mengatasinya
Masalah yang dihadapi dalam kaitannya dengan pola komunikasi eksternal adalah terdapatnya segelintir masyarakat (miss komunikasi) yang belum memahami sepenuhnya terhadap fungsi dan peranan Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga yang bertugas mencerdaskan umat, sehingga motivasi untuk memasukkan anak-anaknya masih dirasakan sulit terutama di kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah.
Upaya yang dilakukan adalah mengandalkan pendekatan secara individual, kekeluargaan dan kelompok melalui pengajian-pengajian dengan memberikan pengertian terhadap pemahaman masyarakat bahwa orientasi ke depan sebuah produk Pondok Pesantren sama dengan lembaga-lembaga pendidikan baik yang berstatus Negeri maupun Swasta.
Walaupun banyak kendala yang dihadapi Ponpes Sullmaul disini juga penulis menghadirkan fungsi-fungsi komunikasi supaya pola komunikasi ponpes baik internal dan eksternal dalam menjalankan pola komunikasi tersebut dengan efektif, ini sejalan dengan pendapat Harold D Laswell yang dikutip oleh Nurudin dalam bukunya yang berjudul Sistem Komunikasi Indonesia  membagi fungsi-fungsi komunikasi antara lain:
a.       Sebagai pengawasan atau penjagaan
b.      Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya.
c.       Menurunkan warisan sosial dari generasi berikutnya.[36]
d.      Mendidik ( to educate)
e.       Menyiarkan informasi
Fungsi-fungsi komunikasi inilah yang dijalankan Ponpes Sullamul Ma’ad walaupun banyak sekali kendala yang dihadapi dalam menjalankan pola komunikasi internal dan eksternal.
3. Fisik yaitu rintangan yang disebabkan karena kondisi geografis
    misalnya jarak jauh.
4. Status adalah rintangan yang disebabkan karena jarak sosial diantara senior
    dan bawahan karena komunikasi disini berlansung cenderung akan berbeda
    dikarenakan ada tingkatan status sosial.
5. Kerangka berpikir yaitu sebuah perbedaan persefsi diakibatkan karena latar
    belakang dan pengalaman yang berbeda.
6. Budaya disebabkan karena perbedaan norma-norma, kebiasaan, nilai-nilai
     yang dianut yang terlibat dalam komunikasi.[37]
Kendala atau gangguan yang dihadapi oleh Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad dalam menjalankan komunikasinya tidak menjadi masalah karena dari masalah diatas ada upaya-upaya yang dilakukan Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak Lombok Tengah adalah mengaktifkan seluruh santri yang ada di Pondok Pesantren untuk turut kerja bakti (gotong royong) untuk memberikan stimulus respon (masukan) atau contoh secara lansung kepada masyarakat sekitarnya. Disamping itu, dirasakan pula agar lebih aktif dalam mengikuti pengajian-pengajian yang dilaksanakan oleh pihak Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok tengah serta kegiatan-kegiatan lain yang dianggap bermanfaat bagi diri dan masyarakat penujak khususnya.
Dari banyak gangguan-gangguan yang dihadapi Ponpes Sullamul Ma’ad dalam menjalankan pola komunikasi internal dan eksternal, itu tidak menjadi hambatan yang besar bagi Ponpes karena masalah adalah bagian dari dinamika kehidupan yang harus dicari solusinya, karena itu dalam pandangan para cendikiawan komunikasi, komunikasi itu tidak mungkin dapat dihindari, dengan kata lain tidak ada satu halpun yang bukan merupakan komunikasi.
Maka dari itu idealnya  komunikasi adalah apabila terjadi antara dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlansung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa dalam percakapan yang terjadi antara dua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya berkomunikasi, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan, karena dalam komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat.[38]


BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Untuk menjawab rumusan masalah tentang Pola Komunikasi Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah adalah sebagaimana yang disebutkan pada Bab sebelumnya, bahwa teori-teori komunikasi itu seperti ini idealnya, oleh karenanya dalam penelitian saya di bab empat ini ingin mencoba mengeksplor, mengkroschek realitas yang ada dengan standar-standar teori, itu dimulai dari aspek fungsi-fungsi komunikasi dan dimensi-dimensi komunikasi: Bahwa Pondok Pesantren Sullmaul Ma’ad itu sudah menerapkan pola-pola komunikasi yang baik sesuai dengan standar-standar komunikasi yang baku, baik dilihat dari sisi dimensi-dimensi komunikasi, fungsi-fungsi komunikasi maupun faktor-faktor komunikasi  dan idealnya komunikasi itu sendiri, dimana dalam penelitian ini membahas tentang pola komunikasi internal dan eksternal yang ada di Ponpes Sullamul Ma’ad.
Pertama dilihat dari fungsi-fungsi komunikasi, bahwa fungsi komunikasi itu dapat mendidik, memberikan informasi, dan sebagai pengawasan atau penjagaan, tetapi fungsi-fungsi komunikasi disini tidak sepenuhnya dapat dijalankan oleh Ponpes Sullamul Ma’ad dalam menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya terkait dengan program-program yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak Lombok Tengah.
Dan yang kedua dapat dilihat dari pola-pola komunikasi, yaitu pola komunikasi secara internal (ke dalam) dan eksternal (ke luar).
Dimana secara internal (ke dalam) yang dimaksud yaitu, komunikasi antara pimpinan Ponpes untuk meningkatkan hubungan emosional yang terjadi antara santri dengan pimpinan seperti yang dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa dalam komunikasi internal ada komunikasi vertikal dan horizontal yang melatar belakangi terjadinya komunikasi yang efektif antara santri dan pimpinan Ponpes Sullamul Ma’ad, sehingga pengetahuan masyarakat santri baik dibidang ilmu agama dan ilmu umum lainnya dapat berjalan dengan seimbang supaya ketika keluar dari Pondok Pesantren dapat terjun di masyarakat umum dan juga dapat diandalkan dalam memainkan peran sebagai santri dalam menanamkan ilmu agama dan pengetahuan umum (iptek) yang benar baik yang bersifat formal maupun non formal.
Sedangkan secara eksternal (ke luar) yaitu membentuk forum Mudzakarah atau tempat pengajian setiap malam Jumat secara bergiliran di Rumah-rumah warga disekitar Desa Penujak dan juga komunikasi eksternal yang dijalankan Ponpes, yaitu segala aktifitas atau kegiatan pimpinan dengan khalayak diluar Pondok Pesantren seperti instansi-instansi pemerintah, departemen direktorat, jawatan, perusahaan-perusahaan besar, itu disebabkan oleh luasnya ruang lingkup yang dilakukan diluar Pondok Pesantren dalam menjalin hubungan emosional baik dengan masyarakat luas maupun instansi-instansi lain guna menjalin pola komunikasi baik secara lansung maupun tidak lansung (verbal maupun non verbal), disini Ponpes kurang berhasil dalam menjalankan standar-tandar komunikasi eksternal, seperti menciptakan hubungan yang baik antara masyarakat sekitar Desa Penujak, karena bisa dilihat dari segelintir masyarakat (miss komunikasi) yang belum memahami sepenuhnya terhadap fungsi dan peranan Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga yang bertugas mencerdaskan umat, sehingga motivasi untuk memasukkan anak-anaknya masih dirasakan sulit terutama dikalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah, karena dapat dilihat dari indikasinya adalah:
a.       Masih minimnya pemahaman masyarakat akan fungsi dan peranan Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga penyelenggara kegiatan keagamaan dan pencerdas umat.
b.      Kurangnya kesadaran masyarakat akan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, kegiatan agama terlebih dikalangan generasi muda.
c.       Mengingat dominannya jumlah  muslim dan daerah yang cukup luas dirasa pengajian yang dilaksanakan secara rutin oleh Ponpes perlu ditambah.
d. Bahasa yang dilakukan terlalu banyak memakai jargon atau bahasa  asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak atau masyarakat desa penujak
e. Bahasa yang digunakan berbeda oleh penerima (receiver)
B. Saran-saran
1. Kepada Lembaga atau Pengurus Ponpes Sullamul Ma’ad.
Kepada lembaga atau pengurus Ponpes Sullamul Ma’ad dalam meningkatkan pola komunikasi internal dan eksternal, hendaknya melihat situasi dan kondisi para siswa/siswinya dalam menyampaikan komunikasi, sebab tidak selamanya cita-cita dan tujuan yang kita anggap benar, karena memang tidak mudah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang atau sejumlah orang.
2. Kepada Masyarakat Penujak Lombok Tengah Secara Umum
Kepada masyarakat Penujak karang puntik khususnya, disarankan agar memanfaatkan Pondok Pesantren untuk tempat menimba ilmu sekaligus tempat mendidik anak-anak, karena Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang lebih efektif dalam mendidik anak-anak, sehingga mereka menjadi anak yang memiliki ciri-ciri kepribadian muslim dan dapat mengamalkan ajaran islam secara baik.
Diamping itu, disarankan pula agar lebih aktif dalam mengikuti pengajian-pengajian yang dilaksanakan oleh piihak Ponpes Sullamul Ma’ad serta kegiatan-kegiatan lain yang dianggap bermanfaat bagi diri dan orang banyak.
3. Kepada Peneliti Lain
Walaupun penelitian ini sudah mulai menemukan jawaban dari fokus penelitian yang ingin diketahui oleh peneliti, akan tetapi karya ini juga tidak bisa dipungkiri karena masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi peneliti lain yang ingin mendalami atau bahkan memperluas cakupan dari judul karya ilmiah ini untuk lebih serius mendalaminya agar hasilnya lebih maksimal dari karya ilmiah sebelumnya.



















DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Wahid. Pesantren Masa Depan. Jakarta: Bumi  Aksara, 1993.
Burhan  Bungin. Sosiologi Komunikasi. Jakarta Kencana, 2007.
Dedy Mulyana. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Edward Deparri dan Mac Collin Andrew. Peranan Komunikasi Dalam Pembangunan.   Yogyakarta: Gajah Mada University press, 1998.
Elvinaro Ardianto dan Bambang Q-Aness. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Elvinaro Ardianto. Metedologi Penelitian Untuk Public Relation. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Hamidi. Metedologi Penelitian Dan Teori Komunikasi. UMM: UPT Press, 2007.
Jalaludin Rahmat. Metedologi Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.
Moh. Nasir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Miftahul Huda dkk. Pedoman Penulisan Skripsi IAIN Mataram. Mataram, 2010.

Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. PT Rajagrafindo Persada: 2007.
Onong Uchjana Effendi. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktik. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1984.
Onong UchJana Effendi.  Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986.
Rahmat Kriyantono. Teknik Praktis Komunikasi. Jakarta kencana, 2007.
Syaiful Rohim. Teori Komunikasi, Persfektif, Ragam, Dan Aplikasi. Rineka cipta: 2009.
Tomy Suprapto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: CAPS, 2011.
Wayne Pace, Don Faules, Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998.
Wawan Kuswandi. Komunikasi Massa. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.





[1] Syaiful Rohim, Teori Kominikasi Perspektif, Ragam, Dan Aplikasi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 14.
[2]  Andi Waring, Pola Interaksi Komunuikasi Islamic Center Al-Hunafa’ Mataram ’’(Skripsi,  Fakultas Dakwah IAIN Mataram, 2007), h. 70.
[3] Eka Putra Wijaya, Pola Pondok Pesantren Al-Hafizah Dalam Pemahaman Agama Pada Masyarakat Di Masjuring Bonder Lombok Tengah ’’ (Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Mataram, 2009), h. 72.
[4]  Onong Uchjana Effendi,  Dinamika Komunikasi (PT. Remaja Rosdakarya, 1986), h. 3.
[5] Ibid., h. 26.
[6] Jalaludin Rahmat, Metedologi Penelitian Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),  h. 62.
[7] Ibid., h. 73.
[8] Syaiful Rohim, Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, Dan Aplikasi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 87.
[9] Rahmat Kriyantono, Teknis Praktis Penelitian Komunikasi (Jakarta Kencana, 2007), h. 39.
[10] Moh. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h. 63.
[11] Miftahul Huda dkk, Pedoman Penulisan Skripsi IAIN Mataram (Mataram, 2004), h. 28.
                                [12] Rahmat Kriyantono, Teknis Praktis Penelitian Komunikasi (Jakarta Kencana, 2007), h. 192.
[13] Ibid., h. 65.
[14] Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 180.
[15] Miftahul Huda dkk,  Pedoman Penulisan Skripsi IAIN Mataram  (Mataram, 2010), h. 29.
[16]  Sumber, Data Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[17] Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak, 2010
[18] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Desa Penujak dikutip 5 Desember 2010.
[19] Sumber: Dokumentasi Ponpes Sullamul Ma’ad Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[20] Wawancara, Seksi Pendidikan Ponpes Sullamul Ma’ad,  15 Desember 2010.
[21] SumberKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad (Desa Penujak: 1964).

[22] KTSP,(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)  Ponpes Sullamul Ma’ad,  15 Desember 2010.
[23] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad penujak, dikutip 5 Desember 2010.

[24]  Hasnanudin, Wawancara, Ponpes Sullamul Ma’ad Loteng, 5 Desember 2010.
[25] Sumber: Dokumentasi Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[26] Hasnanudin, wawancara, Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak Loteng, 5 Desember 2010.
[27] Sumber: Dokumentasi Ponpes Sullamul Ma’ad Desa Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[28] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad Penujak, dikutip 5 Desember 2010.
[29] Sumber: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) Pondok Pesantren Sullamul Ma’ad, dikutip 5 Desember 2010.
[30] Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia (PT. Raja Grafindo, 2007), h. 28.
[31] Onong Uchjana Effendi,  Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktik (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1984), h. 122.
[32] Ibid., h. 124.
[33]  Onong Uchjana Effendi, h. 124.
[34] Ibid., h. 130.
[35] Onong Uchjana Effendi,  Dinamika Komunikasi (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1986), h. 11.
[36] Nurudin, Sistim Komunikasi Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 15.
[37] Hafied Cangara,  Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 153.
[38] Onong Uchjana Effendy,  Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktik (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 9.[34] Ibid., h. 130.
[35] Onong Uchjana Effendi,  Dinamika Komunikasi (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1986), h. 11.
[36] Nurudin, Sistim Komunikasi Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 15.
[37] Hafied Cangara,  Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 153.
[38] Onong Uchjana Effendy,  Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktik (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 9.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © FILSAFAT - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -