Popular Post

Posted by : Unknown Minggu, 08 Februari 2015

AGAMA SEBAGAI BAYANG-BAYANG SOLUSI KEMISKINAN
Oleh. Ishak Hariyanto[1]
Email. ishakharianto@yahoo.co.id
Abstrak
            Agama dan filsafat dalam lintasan sejarah umat manusia memang memiliki peranan yang penting dalam aspek kehidupan.Pada awal milenium ketiga ini agama dihadapkan dengan problematika kemiskinan yang menjerat masyarakat. agama dan filsafat hanya mampu memberikan horizon pengetahuan dan pemikiran yang energik untuk meminimalisir problematika kemiskinan serta memberikan etos dalam bekerja. Etos termanifestasi kedalam bentuk watak, mentalitas,sikap semangat dalam kehidupanserta berperanpanduan dalam upaya memecahkan problematika kehidupan. Etos juga bermakna sebagai spirit of life di mana agama berfungsi sebagai way of life.  Pertanyaannya adalah: dimanakah letak agama dan filsafat dalam menjawab semua tantangan tersebut?
            Tulisan ini berbicara mengenai agama sebagai bayang-bayang solusi kemiskinan. Kemiskinan bisa diatasi dengan membebaskan hasrat manusia untuk mencari kekayaan ekonomi karena pada hakikatnya manusia adalah ‘a needy, and even, a greedy being.’ Manusia adalah makhluk yang secara konstan dihantui keinginan yang tidak terbatas dan perasaan takut kekurangan.
            Menurut penulis, Agama hanyalahsekedar bayang-bayang dalam menyelesaikan problematika kemiskinan; yakni sebatas memberikan ketenangan sesaat dan hanya sebagai pengisi kekosongan hidup, dan bahkan agama cenderung dijadikan sebagai sikap apologetik dan sebagai tempat menghibur suara hati yang dilanda kemiskinan. Alih-alih memandang agama sebagai lambang ketertindasan, agama, sebagaimana ditegaskan Karl Max, adalah hati dari sebuah dunia yang tidak punya nurani, adalah roh dari keadaan yang tidak punya jiwa sama sekali, serta candu masyarakat. Agama, dalam pandangan ini, bukanlah solusi dalam menyelesaikan problematika kemiskinan.

Kata kunci: Agama, Solusi kemiskinan

           
A. Pendahuluan
            Berbicara tentang agama yakni berbicara tentang suatu keyakinan, sebuah keyakinan tidak akan mampu untuk dipaksakan untuk meyakini suatu diluar keyakinannya, akan tetapi dalam konteks ini kita berbicara tentang agama secara universal, dan apakah agama itu memiliki peranan yang besar dalam membangun dunia yang kita idam-idamkan yakni dunia yang penuh dengan kesejahteraan, ketentraman sertakekayaan, dan sudah barang tentu semua manusia memiliki harapan-harapan, dimana harapan itu terlihat  dalam aspek serta pola kehidupan yang cenderung materialisme, secara tidak sadar bahwa sesungguhnya dalam kehidupan kita selalu dibayang-bayangi dengan problematika kemiskinan yang menjerat kita serta kondisi prekonomian yang tidak pernah kunjung berpihak pada  si miskin.
            Maka wajar semua orang mengidam-idamkan kehidupan yang mewah serta berekspektasi menjadi orang yang kaya serta menikmati hasil dari kekayaannya. Akan tetapi yang menjadi proyek besar kita pada awal melenium ketigaini adalah apakah agama dan filsafat itu mampu memberikan solusi terhadap problematika yang menjerat manusia, yakni problem kemiskinan.Kemiskinan ini tidak akan bisa diselesaikan secara terstruktur oleh agama dan filsafat, akan tetapi agama dan filsafat hanya mampu memberikan horizon pengetahuan serta solusi pemikiran untuk meminimalisir problematika kemiskinan tersebut.      Penulis beranggapan bahwa sesungguhnya agamaitu hanya sebatas bayang-bayang saja dalam menyelesaikan problematika kemiskinan, karena hanya memberikan sebatas ketenangan sesaat dan hanya sebagai mengisi kekosongan hidup, dan bahkan cenderung agama dijadikan sebagai sikap apologetik; yakni sebagai tempat menghibur suara hati yang dilanda kemiskinan, dan bagaimana mungkin agama mampu menyelesaikan kemiskinan yang telah melanda serta mengakar dalam tubuh masyarakat, agama hanya sebatas ritual yang hanya mampu memberikan suntikan rasa nyaman kepada para pemeluknya.

B. Agama Sebagai Penyebab Kemunduran
            Dalam hal ini apakah agama itu sebagai biang keladi kemunduran serta keterpurukan masyarakat dari problematika kemiskinan, atukah agama itu menjadi solusi kemiskinan? menurut penulis agama bukan sebagai solusi kemiskinan,bagaimana mungkin agama mampu menyelesaikan kemiskinan tanpa adanya prekonomian serta materi yang kuat, karena suatu negara dikatakan maju apabila di dalamnya terdapat ekonomi yang kuat.Dalam hal ini penulis mengapresiasi secara penuhstatemen-statemen Karl Marx mengenai agama, walaupun kadangkala Marx mengatakan agama sangat baik sekalai akan tetapi perkataan yang baik itu berubah menjadi perkataan yang sangat pedas sekali, karena bagi Marx agama sama sekali adalah sebuah ilusi. Rasa takut adalah sebuah ilusi dengan konsekuensi yang sangat menyakitkan.
            Agama adalah bentuk ideologi yang paling ekstrem dan yang paling nyata, karena kita berpandangan agama akan mampumengatur sebuah sistem kepercayaan masyarakat yang tujuan utamanya adalah agar dapat memberikanalasan dan hukum-hukum agar seluruh tatanan dalam masyarkaat bisa berjalan dengan sesuai apa yang di inginkan penguasa. Akan tetapi pada kenyataannya agama sangat bergantung pada kondisi ekonomi sebab tidak satupun doktrin-doktrin dan kepercayaan-kepercayaan agama mempunyai nilai-nilai independen. Walaupun doktrin satu agama berbeda dengan yang lain, namun bentuk-bentuk spesifik yang ada dalam berbagai masyarakat pada akhirnya tergantung pada satu hal, yakni kondisi sosial kehidupan yang pasti juga bergantung pada kekuatan materi yang bisa mengatur masyarakat dimanapun dan kapanpun.[2]
            Marx mengatakan bahwa kepercayaan terhadap agama dalah lambang kekecewaan atas kesalahan dalam perjuangan kelas. Kepercayaan tersebutadalah sikap yang sangat memalukan yang harus di buang bahkan dengan cara paksa. Dalam hal ini penulis mengutip pendapat Karl Marx yang paling fenomenal mengenai agama:
                        Kepedihan yang dialami manusia dalam agama pada saat yang sama adalah ekspresi kepedihan yang lebih dalam, yaitu kepedihan dalam ekonomi dan merupakan bentuk proses melawan kepedihan yang lebih dalam tersebut. Agama adalah lambang ketertindasan, agama adalah hati dari sebuah dunia yang tidak punya nurani, agama adalah roh dari keadaan yang tidak punya jiwa sama sekali. Agama adalah candu masyarakat.
                                    Untuk meraih kebahagiaan yang sebenarnya, manusia harus menghapus agama, karena agama hanya memberikan kebahagiaan khayalan. Tuntutan untuk menghilangkan khayalan yang diberikan agama adalah tuntutan untuk menghilangkan kondisi-kondisi yang membutuhkan khayalan-khayalan itu sendiri.[3]

            Dalam hal ini juga penulis ingin mengaitkan dengan konsep serta profil sikap keberagamaan orang-orang di eropa, karena dalam konteks ini berbicara tentang agama. Dalam profil perkembangan agama di daerah eropa terjadi penurunan, yaknisikap penurunan keagamaan, jadi agama bukanlah solusi dalam memecahkan problematika kemiskinan yang telah mengakar dalam tubuh masyarakat, hal ini diperkuat oleh pandangan-pandangan ilmuan serta Sosiolog eropa tentang pengaruh  penurunan sikap keagamaan sepertiBryan Wilson (1965,1968, 1975, 1982) Steve Bruce (1992, 1993, 1995, 1996), Karel Dobbelaere (1987, 1989), Thomas Luckmann (1976), the early Peter Berger (1969), Tschannen (1991). Mengatakan bahwa:
       “Most sociologists of religion describe a general decline in religious faith and practice in Europe over the last two centuries. The secularizing forces of the Enlightenment, science, industrialization, the influence of Freud and Marx, and urbanization are all felt to have diminished the power of the churches and demystified the human condition. In Andrew Greeley's view, such overarching theories and frameworks do not begin to accommodate a wide variety of contrasting and contrary social phenomena. Religion at the End of the Second Millenium, engages the complexities of contemporary Europe to present a nuanced picture of religious faith rising, declining, or remaining stable”.[4]
            Terjemahan: Sebagian sosiolog agama menggambarkan bahwa terjadinya penurunan dalam kepercayaan dan praktik keagamaan di Eropa selama dua abad terakhir. Dimana ini dipengaruhi oleh kelompok sekularisasi Pencerahan ,ilmu pengetahuan, industrialisasi, pengaruh Freud, Marx dan juga urbanisasi[5] yang mengakibatkan telah berkurangnya kekuatan gereja dan juga sikap manusia serta pola pikir yang sudah berbeda. Dalam pandangan Andrew Greeley bahwa teori dan kerangka kerja semuanya tersebut tidak dimulai dengan mengakomodasi berbagai fenomena sosial, dimana itu semuanya kontras dan bertentangan. Agama di Akhir Millenium Kedua ini melibatkan kompleksitas Eropa kontemporer untuk menyajikan gambaran yang bernuansa peningkatan kepercayaan terhadap agama, penurunan ataukah masih tetap stabil.
            Walaupun penelitian Andrew Greeley hanya mengangkat aspek keberagamaan orang eropa masih ada yang tinggi, akan tetapi disini menurut penulis mengatakan agama bukanlah solusi kemiskinan. Andrew Greeley mengatakan:
     “Patently, religion in Europe changed enormously between the end of the first millenium and the end of the second. In Greeley's judgment, the change has been an improvement, not because superstition has been eliminated (it has not, ass well we shall see), but because freedom has replaced compulsion”.[6]
Terjemahan: Dengan secara jelas bahwa agama di Eropa telah berubah sangat drastis antara akhir milenium pertama dan akhir kedua . Dalam penilaian Greeley perubahan itu sudah ada peningkatan yang sangat signifikan dan peningkatan itu bukan karena kepercayaan takhayul telah dihilangkan, akan tetapi itu karena konsep kebebasan untuk melaksanakan keyakinan keagamaan sudah diganti oleh paksaan itu sendiri.
Jadi sangat jelas bahwa agama bukan sebagai solusi bagi kemiskinan meskipunperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah melaju begitu pesat, yang berakhir pada peniscayaan terhadap rasio membuat manusia memandang dan menghadirkan dunia dengan segala persoalannya sebagai realitas yang sederhana, dan harus ditundukkan guna memenuhi hasrat hidup manusia, hingga hukum-hukum alam dan teori-teori pun bermunculan. Hal ini terjadi melalui sejarah yang panjang, bermula dari kemajuan Imperium Romawi kuno, hegemoni gereja yang menimbulkan trauma persepsi, berlanjut pada pengaruh kemajuan peradaban Islam dan terjadinya transpormasi tercipta kebangkitan Eropa menuju apa yang dikenal dengan renaissaince, hingga pada akhirnya muncullah ungkapan“KnowledgeIs Power”[7] dengan segenap produk teknologi yang super canggih dewasa ini.
                        Menurut analisis penulis agama adalah penyebab terjadinya kemunduran dalam peradaban umat manusia dan terlebih lagi di Barat. Hal ini sejalan seperti yang dikatakan Betrand Russel agama sebagai lucretius, artinya bahwa agama itu sebagai sumber penderitaan dan penyakit yang timbul dari rasa takut yang tak terungkap oleh manusia, baginya agama tetap sebagai penyebab kemunduran.[8]
                        Sekali lagi agama dan filsafat bukan sebagai solusi kemiskinan, akan tetapi agama dan filsafat hanya mampu memberikan etika pemikiran yang luas dalam menghadapi problematika kemiskinan, walaupun memang secara tidak lansung filsafat telah mengubah aspek kehidupan masyarakat secara pemikiran yang  energik dalam hal ini mengutip pendapat yang  dilontarkan oleh Arnold Toynbee.    Sesungguhnya pada abad 17 scientist mencoba menghilangkan pola pemikiran yang bersifat mistik dan takhayul  dan memberikan pola pemikiran yang lebih bersifat ilmiah dan eksperimental, sehingga di barat pada abad ke 17 ini menjadi sejarah dan saksi bahwa era takhayul sudah mulai hilang di Barat, sebagai salah satu contoh takhayul yang coba dihilangkan di negara-negara Barat yakni, unculnya sebuah komet adalah peritiwa ajaib yang direncanakan oleh tuhan sebagai peringatan    akan segera datangnya hukuman.[9] Komet yang muncul pada 1680 dianggap sebagai peringatan seperti itu. Pada 1682 Bayle menerbitakn bukunya yang isinya adalah kritikan terhadap pola pemikiran yang masih mengandalkan kekuatan tuhan, dimana dia mengatakan bahwa komet yang muncul 1680-an dan komet-komet yang lain itu adalah fenomena alam yang normal. Ketika komet yang lain tampak pada 1682, astronom Edmund Halley menyamakan dengan komet-komet yang muncul pada tahun-tahun sebelumnya, dan dia mencoba menghitung orbit-orbitnya serta kecepatannya.
                        Takhayul yang lainnya juga mulai dihilangkan dalam pola pikir Barat yakni kepercayaan terhadap dukun, akan tetapi melenyapkan takhayul ini tidaklah gampang pada masa itu dimana rentang waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan takhayul yakni sekitar (1563-1762) sejak timbulnya tantangan pertama terhadap takhayul di wilayah kristen Barat dan eksekusi terahir atas seorang dukun yang dilakukan di wilayah tersebut, pada saat itu ribuan orang tak bersalah mati secara mengenaskan. Penolakan terhadap takhayul, otoritas dan intoleransi merupakan kemenangan intelektual dan moral yang meninggalkan kesenjangan-kesenjangan dalam struktur kultural dan sosial masyarakat Barat.[10]
                        Pergantian world view dalam peradaban Barat ini memang tidak lain adalah hasil dari para filusuf-filusuf terkemuka yang pernah hidup, akan tetapi dalam konteks kemiskinan hanya kekayaan ekonomi serta materilah yang mampu memberikan solusi kemiskinan. Pola pemikiran yang menganggap agama sebagai solusi terhadap masalah kemiskinan itu telah usang, dan pola pemikiran yang masih menganggap kekuatan agama serta mistik itu masih berfungsi di jawab dengan datangnya penemuan-penemuan ilmiah hal ini ditandai ketika pada tahun 1649 dan pemikiran yang masih mengandalkan kekuatan mistik berhasil diganti dan dimusnahkan dengan minat pada matematika dan fisika. Minat pada matematika dan fisika ini diransang oleh ekspektasi untuk meningkatkan kesejahteraan manusia melalui aplikasi sistematis sains matematis ke teknologi. Ekspektasi ini juga diekspresikan oleh Leonardo Da Vinci dan disambut oleh Prancis Bacon. Ekspektasi ini terus berkembang dan banyak mengilhami murid-murid Bacon yaknin para pendiri Royal Society[11]. William Harvey (1578-1657) seorang warga negara inggris alumnus Universitas Padua. Robert Boyle (1627-91) memisahkan ilmu dari alkemi, dan disambut juga oleh Isacc Newton merevolusi fisika dan astronomi Barat. Sedangkan diwilayah filsafat ditandai oleh Rene Descrates, John Locke  mengusung epistemologi secara empiris, spinoza dan leibniz meletakkan dasar-dasar baru bagi metafisika.

C. Agama Sebagai Etos Dalam Kerja
            Seperti yang dijelaskan di atas bahwa sesungguhnya agama bukan jalankeluar dari problematika kemiskinan, akan tetapi agama hanya mampu memberikan solusi yakni hanya sebatas spirit untuk mengejar kekayaan, dalam hal ini agama termanifiestasi sebagai etos kerja. Karena hanya dalam bekerja serta memiliki kekayaan ekonomikita bisa memberikan solusi bagi kemiskinan. Etos dalam konteks ini sesunggguhnya sebagai watak, sikap semangat dalam menjalani kehidupan, maka dari itu dibutuhkan sikap yang selalu semangat, dalam hal ini semangat dalam bekerja sebagai sebuah langkah memecahkan problematika kehidupan, salah satunya masalah kemiskinan yang ada di tengah-tengah masyarakat, bagaimana kita akan mampu memecahkan masalah kemiskinan yang ada di tengah-tengah masyarakat tanpa adanya etos dalam bekerja, dalam konteks ini etos dijadikan sebagai sebuah sikap yang semangat serta mentalitas seseorang dalam bekerja sebagai solusi dari problematika kemiskinan. Agama sebagai etos dalam kerja disini hanya sebatas memberikan spirit dalam hidup, karena pertanyaan yang paling mendasar adalah apakah tujuan orang itu beragama, apakah agama hanya sebagai pelarian semata, ataukah agama sebagai spirit of lifedan atukah menjadi way of life dalam menjalani kehidupan, hal ini tergantung dari pandangan individu masing-masing.
            Agama hanya sebagai etos dalam kerja yang dimaksud disini, bukan sebagai solusi dalam memecahkan problem kemiskinan.Akan tetapi yang menjadi pertanyaan besarnyaapakah agama mampu memberikan etos dalam bekerja. Etos dalam bekerjadalam beberapa buku mengatakan agama di ibaratkankan seperti aturan yang mengatur setiap lini kehidupan manusia dan seharusnya selalu memperhatikan setiap regulasi yang telah di atur oleh setiap agama masing-masing, karena dari regulasi itu akan menjadikan manusia sebagai manusia yang bisa diandalkan dalam memecahkan problematika kehidupan. karena tanpa adanya regulasi maka hidup manusia menjadi tak terarah.
            Maka dari itu hendaknya manusia harus memperhatikan regulasi tersebut. Karena dari regulasi itu semua akan tercipta etos dalam kerja, etos dalam konteks ini adalah spirit dalam bekerja, karena agama bukanlah sekedar mengatakan saya beragama, akan tetapi dalam hal beragama memiliki konsekuensi yang harus kita jalani dalam hidup kita. Etos disini diartikan sebagai sebuah spirit dalam bekerja agar mampu memberikan jawaban atas kemiskinan. Meskipun agama sebagai etos dalam bekerja, akan tetapi agama menurut penulis hanya sebatas bayang-bayang solusi dalam memcahkan kemiskinan, akan tetapi disini agama hanya sebagai langkah pelarian dalam memecahkan masalah kemiskinan yang ada ditengah-tengah masyarakat, dan paling tidaksebagai seorang penganut agama harus kembali kepada etos kerja agar mampu memecahkan hal yang sangat riskan sekali yakni masalah kemiskinan.
            Dalam hal ini etos kerja menurut Musya Asy’arie berbicara tentang sifat, watak dan kualitas hidup batin manusia moral dan gaya serta estetik serta suasana batin seseorang[12]. hal ini sangat fundamental sekali dalam diri manusia sebagai refleksi dalam kehidupan nyata, etos kerja disini adalah sebuah pancaran dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadap suatu apapun entah itu dalam kerja dan beragama. karena salah satu fungsi agama adalah agar hidup kita tidak kacau, maka manusia tidak akan kacau dalam kehidupannya apabila beragama, karena agama mengatur semua aspek kehidupan manusia.
            Etos beragama menurut penulis disini menganggap sebagai spirit untuk berkerja, karena agama memiliki ritual-ritual khusus untuk memberikan rasa semangat buat umatnya dalam bekerja. Mengutip pendapat Uswatun Hasanah tentang etos kerja. Etos kerja menurutnya adalah rajutan nilai-nilai yang membentuk kepribadian seseorang dalam mengaktualisasi diri dalam bekerja. Rajutan nilai-nilai tersebut dapat mencakup nilai sosial, agama, budaya, serta lingkungan dimana seseorang selama ini banyak melakukan interaksi hidup.[13]
            Hal ini berkaitan dengan pendapatnya Max Weber dalam bukunya The Protestan Ethic And The Spirit Of Capitalism menjelaskan hasil penelitiannya mengenai pengaruh reformasi.Pengaruh reformasi yang dimaksudagama protestan sekte Calvinisme terhadapsemangat kapitalisme. Meskipun Weber tidak memberikan klaim bahwa semangat kapitalisme muncul akibat reformasi, akan tetapi weber mengatakan bahwa sesungguhnya kekuatan serta nilai-nilai agama itu memiliki peranan secara kualitatif terhadap semangat dalam pembentukan kapitalisme, dan secara kuantitatif telah menyebarluaskan semangat itu samapi ke daerah-daerah lain, dalam halini Weber memberikan komentarnya.
            On the other hand, however, we have no intention whatever of maintaining such a foolish and doctrinaire thesis as the spirit of capitalism in the provisional sense of term explained obove, could only have arisen of the risult certain effects of the reformation. In itself, the fact that certain important forms of capitalistic business organization are known to be considerably older than the reformation is a sufficient refutation of such a claim. On the contrary, we only wish to acsertain wheter and to what extent religious forces have taken part in the qualitative formation and the quantitative expansion of that spirit over the world.[14]

Komentar yang dilontarkan oleh Marx Weber tersebut hanya sebatas spirit serta etika protestan dalam melawan kapitalisme, akan tetapi bukan dalam memecahkan kemiskinan, agama menurut Weber memiliki pengaruh, akan tetapimenurut analisis penulis agama hanya sebatas memberikan bayang-bayang dalammenyelesaikankemiskinan,harapan-harapan itu paling tidak memberikan rasa nyaman kepada pemeluk agama dan itupun hanya sebatas memberikan spirit serta etos dalam kehidupan.

            Dalam hal beragama sebagian orang memandangnya sangat penting sebagai aturan hidup dalam bekerja, dan sekali lagi agama bukan solusi dalam memecahkan kemiskinan, akan tetapi agama hanya sebagai solusi untuk memberikan etos serta spirit dalam bekerja. Oleh karena itu agama disini sebagai spirit serta menjadi aturanhidup, maka sebaiknya penulis mengajak untuk melihat pengertian agama. Agama menurut bahasa sang sekerta bahwa kata “agama” dapat ditarik pengertiannya yakni “A” yang berarti tidak dan “Gama” yang berati kacau. Artinya adalah dengan beragama maka manusia tidak akan kacau dalam kehidupannya, karena agama mengatur semua aspek kehidupan manusia. Selain itu agama juga berarti ilmu pengetahuan.[15]
            Agama dalam bahasa latin religio yang berarti mengikat. Menurut pengertian ini agama adalah media untuk merekatkan dan mengikat berbagai unsur dalam memelihara keutuhan diri manusia, maupun kelompok dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan manusia yang lain maupun dengan alam sekitar. [16]
            Dalam haliniJirhanuddin mengemukakan dalam disertasinya bahwa agama memiliki peranan yang sangat penting untuk membangun etos kerja sebagai sarana dalam mendekatkan diri kepada tuhan. Dan dalam bekerja ini akan tersirat nilai yang sangat mulia karena sebagaisarana untuk mempermudah jalan beribadah kepada tuhan.[17]
            Dalam hal etos kerja sesungguhnya terdapat nilai-nilai. Nilai menurut Noeng Muhajir adalah sesuatu yang normatif, sesuatu yang diupayakan dicapai dan ditegakkan. Nilaimerupakan sesuatu yang ideal bukan faktual sehingga penjabarannya memerlukan penafsiran.[18]
                        Agama memang memiliki fungsi yang sangat signifikan dalam meningkatkan etos serta spirit untuk bekerja, karena melihat dari fungsi agama menurut Mulyanto Sumardi yakni untuk menjaga keseimbangan rohani dan jasmani,karena agama mengajarkan perimbangan antara jasmani dan rohani, oleh karena itu hanya agama yang mampu untuk membina pengikutnya pada arah kehidupan yang tidak kacau, seperti pengertian agama diatas bahwa agama itu tidak kacau sehingga bagi para penganutnya hidup dan tinggal dalam aturan-aturan agama sebagai penjaga sekaligus penyempurna hidup dalam bermasyarakat. [19]         
D. Kekayaan Ekonomi Sebagai Solusi Kemiskinan
            Tiada lain cara yang paling ampuh dalam menyelesaikan masalah kemiskinan adalah kekayaan ekonomi dan materi. Ketika seseorang memiliki kekayaan ekonomi dan materi maka baru kita bisa menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada di tengah-tengah masyarakat, salah satu yang di ajarkan oleh agama Islam misalnya adalah memberikan zakat, sodaqoh, serta membangun tempat-tempat amil zakat, disini terlihat sangat jelas bahwa kekayaan ekonomi sebagai kendali kemiskinan, kekuatan ekonomi melalui amil zakat serta lembaga-lembaga yang lain bertujuan untuk membantu masyarakat yang miskin.Dalam pandangan penulis disinilah letak agama dalam memberikan jawaban terhadap kemiskinan yakni hanya sebatas mengatur sendi kehidupan masyarakat yang miskin melalui zakat serta sodaqoh tadi, maka dari itu penulis mengatakan agama hanya sebatas bayang-bayang solusi kemiskinan, dan apabila seorang yang miskin tidak mampu memenuhi kehidupannya maka harus disuruh bersabar. Bersabar disini sebagai sikap kekecewaan atas ketidak mampuan. Maka dari itu penulis mengatakan bahwa, hanya kekayaan ekonomi serta materilah yang mampumenjawab problematikakemiskinanyang yang telah mengakar di tubuhmasyarakat.       
            Mengambilistilah Aristoteles dalam konteks ekonomi. Ekonomi sesungguhnya berasal dari dua kata yakni aikos (rumah) dan nomos (aturan) bagi Aristoteles ekonomi itu adalah seni untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Namun di masa modern istilah ekonomi itu telah mengalami perkembangan makna, makna modern dari ekonomi itu dengan cepat diungkapkan oleh Adam Smith pada tahun 1776. Ketika itu ekonomi berkembang menjadi suatu ilmu yang menyelidiki hakikat dan penyebab dari kemakmuran suatu negara.[20]
            Meskipun ekonomi mengalami perkembangan yangsignifikan, ekonomi tetap memiliki korelasi seperti apa yang dikatakan oleh Aristoteles di atas. Ekonomi itu berurusan dengan fakta hidup manusia yang paling keras dan kekal, yakni bahwamanusia itu pada hakikatnya adalah a needy, and even, a greedy being. Manusia adalah makhluk yang sarat dihuni olehaneka ragam kebutuhan dankeinginan yang tak terbatas sehingga hidupnya senantiasa terancam oleh perasaan kekurangan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya danmemuaskan keinginannya ia harusmelakukan aktivitas ekonomi, yakni produksi, distribusi dan konsumsibarang serta jasa yang langka karena diminati banyak orang.
            Kemiskinan yangmenjadi permasalahan dunia kontemporer ini sesunggunhya terletak pada manusianya, karena tulang punggung perekonomian modern  terletak dalam keunggulan sumberdaya manusianya. Pada masa lampau sumberutamakesejahteraan adalah kesuburan tanahserta kekayaan alam,kemudian modal, dalam arti keseluruhan upaya dan sarana produksi. Namun di masa kini manusia sendiri yang semakin berperan sebagai faktor yang menentukan nasib sendiri, oleh karena itu harus memiliki kemampuan untuk memahami serta menguasai tekhnologi informasi serta ilmu pengetahuan, kemapuan berorganisasi secara terpadu, kemampuan untukmembaca kebutuhan dankeinginan sesama danserta memenuhinya. Dengan didukung oleh itu semua mansuia akan berusaha untuk mewujudkan suatu walfare state.[21]
      Karena kekayaanekonomi yang bisa menyelesaikan problematika kemiskinan, penulis ingin mencoba mengaaitkan dengan pandangan ekonomi islam. Ekonomi islam bertujuan untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, jadi agama tidak bisa menyelesaikan masalah kemiskinan, agama hanya sebatas mengatur aspek kehidupan manusia coba kita lihat dari definisi ekonomi islam.Ekonomi Islam didefinisikan sebagai cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekonomi logis.[22]
Pandangan islam terhadap masalah kekayaan berbeda dengan pandangan islam terhadap masalah pemanfaatan kekayaan. Menurut Islam, sarana sarana yang memberikan kegunaan (utility) adalah masalah lain. Karena itu, kekayaan dan tenaga manusia, dua-duanya merupakan kekayaan sekaligus sarana yang bisa memberikan kegunaan (utility) atau manfaat. Sehingga, kedudukan kedua duanya dalam pandangan islam, dari segi keberadaan dan produksinya dalam kehidupan, berbeda dengan   kedudukan pemanfaatan serta tata cara perolehan manfaatnya.
Kekayaan ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap orang untuk mengatur urusan manusia,sehingga tercapainya pemenuhan semua kebutuhan primer (bacis needs) tiap orang secara menyeluruh, jadi sangat jelas sekali bahwa agama tidak mampumenyelesaikan masalahkemiskinan, karena agama sangat mendukung secara jelas bahwa kita harus kaya secara materi, apabila kita sudah kaya dengan materi baru kita bisa memenuhi kebutuhan orang lain, yakni menolong orang lain dengan ekonomi pastinya.[23] 
Apabila kita ingin dipandang kuat oleh seseorang pertamakalikita harus memperkuat prekonomian kita, karena ekonomiadalah  kebutuhan dasar manusia secara menyeluruh. Kemudian pada saat yang sama, Islam memandangnya sebagai orang yang terikat dengan sesamanya dalam interaksi tertentu, yang dilaksanakan dengan mekanisme tertentu, sesuai dengan gaya hidup tertentu pula.Oleh karena itu, kekayaan ekonomi sangat berperan penting dalam meningkatkan taraf kehidupan sebuah Negara.[24]
Dalam ekonomi islam juga hanya sekedar mensyariatkan hukum-hukum ekonomi pada manusia. Dengan hukum-hukum itu akan tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan primer tiap warga Negara secara menyeluruh, sebagai sandang, pangan, dan papan. Caranya adalah mewajibkan bekerja tiap laki-laki yang mampu bekerja, sehingga dia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya sendiri, berikut kebutuhan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya. Kalau orang tersebut sudah tidak mampu bekerja, maka Islam mewajibkan kepada anak-anaknya, serta ahli warisnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya. Atau bila yang wajib menanggung nafkahnya tidak ada, maka baitul malserta lembaga amil zakat dan lembaga-lembaga lainnya yang wajib memenuhinya. Jadi sangat jelas sekalibahwa kekayaan ekonomi adalahsebuah langkah yangjitu dalam memecahkan problemkemiskinan, karena di dalam agama islam mislanya mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki dan berusah, dan semua itu tiada lain bertujuan untuk menjadikan diri kita kuat dalam ekonomi agar kita bisa menolong orang yang miskin.
            Meskipun dalam teori ekonomi terdapat perbedaan, akan tetapi yang paling penting adalah kekayaan ekonomi. Teori ekonomi islam dengan teori ekonomi konvensional misalnya memiliki letak perbedaan yang mendasar, dimana letak perbedaan utamanya antara lain. Dalam pandangan teori ekonomi islam tentunya beranggapansemua sumber hukum serta berprinsip pada entitas utamanya yaitu Islam sebagai pedoman hidup yang  langsung dibimbing oleh Allah SWT. Islam secara jelas mengakui bahwa sumber ilmu tidak hanya berasal dari pengalaman berupa data-data yang kemudian mengkristal menjadi teori-teori, tapi juga berasal dari firman-firman Tuhan (revelation), yang menggambarkan bahwa ekonomi Islam didominasi oleh variabel keyakinan religi dalam mekanisme sistemnya.[25]
            Sementara itu dalam ekonomi konvensional memiliki dasar filosofi yakni terfokus pada tujuan keuntungan dan materialisme.Hal ini wajar saja menurut penulis karena sumber inspirasi ekonomi konvensional adalah akal manusia yang tergambar pada daya kreatifitas, daya olah informasi dan imajinasi manusia, bukan urusan tuhan atau agama, karena dalam urusan ekonomi manusia memiliki daya sendiri untuk mengaturnya, karena hal-hal yang berkaitan dengan teologi sudah tidak memiliki tempat lagi apalagi dalam urusan kemiskinan,karena urusan teologi sudah lama usang, agama hanya sebagai penenang yang tidak mampu mengatasi problematika kemiskinan kontemporer.

F. Kesimpulan
            Dalam lintasan sejarah umat manusia agama dan filsafat memang memiliki peranan yang penting dalam aspek kehidupan, akan tetapi yang menjadi permasalahan kontemporer adalah apakah agama dan filsafat itumampu memecahkan problematika kemiskinan yang menjerat masyarakat. Seperti penulis uraikan di atas agama dan filsafat hanya mampu memberikan horizon pengetahuan yang luas serta pemikiran yang energik. Agama hanya sebatas memberikan etos serta spirit terhadap pemeluknya yakni etos dalam bekerja untuk mengejar kekayaan ekonomi.Etos disini sebagai sikap yang semangat serta mentalitas seseorang dalam bekerja, agama hanya sebagai spirit of life, dan agama berfungsi sebagai way of life.  
            Jadi fungsi agama disini hanya sebagai bayang-bayang dalam memberikan solusi terhadap kemiskinan, dalam artian agama hanya sebatas memberikan ketenangan sesaat dan hanya sebagai pengisi kekosongan hidup, dan bahkan cenderung agama dijadikan sebagai sikap apologetik; yakni sebagai tempat menghibur suara hati yang dilanda kemiskinan dan hanya sebatas ritual yang hanya mampu memberikan suntikan rasa nyaman kepada para pemeluknya.
            Agama sama sekali tidak akan mampu menyelesaikan problematika kemiskinan. Kemiskinan bisa di atasi dengan kekayaan ekonomi serta materi karena manusia pada hakikatnya adalah a needy, and even, a greedy being. Manusia adalah makhluk yang sarat dihuni oleh aneka ragam kebutuhan dan keinginan yang tak terbatas sehingga hidupnya senantiasa terancam oleh perasaan kekurangan.





DAFTAR PUSTAKA


An-Nabhani, Taqyuddin. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perpektif Islam,   Surabaya: Risalah Gusti,1996.
Asy’arie, Musya. Islam Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat        Yogyakarta: LESFI, 1997.
Greeley, Andrew, M.,Religion In Europe At The End Of Second Millennium,          United States Of America: Transaction Publisher,New Brunswick, New             Jersey, 1928.
Hasanah, Uswatun, Etos Kerja Sarana Menuju Puncak Prestasi,Yogyakarta:          Harapan Utama, 2004.
Jirhanuddin, Dalam Ringkasan Disertasi, Etos Kerja Suku Dayak Bakumpai,          Yogyakarta: Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2014.
Karim, A. Adiwarman,  Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: Karim Business      Consulting 2003.
Muhajir, Noeng, Pendidikan Ilmu Dan Islam, Yogyakarta: Reka Sarasin, 1985.
Pals Daniel, L.,Seven Theories Of Religion, Terj-Inyiak Ridwan Muzir dkk.            Cet-ke II, Yogyakarta: IRCiSoD, 2012.
Russel Bertrand, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-        Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang Yogyakarta: Pustaka           Pelajar,            2007.
---------------------,Bertuhan Tanpa Agama, Yogyakarta: Resist Book, 2008.
Sholahuddin, M., Asas-Asas Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo,2007.
Sugiharto Bambang, I., dkk. Wajah Baru Etika Dan Agama,Yogyakarta:    KANISIUS, 2000.
Sumardi, Mulyanto, Penelitian Agama, Agama Dan Cakupan Ilmu Agama,            Jakarta : Sinar Harapan, 1982.
Toynbee, Arnold. Mankind And Mother Earth A Narative History Of The World,    Oxford University Press, New York and London 1976. Terj. Agung             Prihantoro dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Weber, Max. The Protestan Ethic And The Spirit Of Capitalism,Routledge,             London and New York University, 1992.



CURRICULUM VITAE
Nama                           : IshakHariyanto,
Temapat tanggal lahir  :Lombok NTB, 03-02-1989
Alamat                                    : Lombok,Kabupaten Lombok Tengah (NTB)
Background of Study : 1. (SDN) Sekolah Dasar Negeri 5(NTB)
                                      2. (MTS) Madrasah Tsanawiyah (NTB)
                                      3. (MA) Madrasah Aliyah (NTB)
                                      4. Strata Satu IAIN Mataram (NTB)
                                      5. Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurusan                                              Filsafat Islam (Prodi Agama Dan Filsafat)
Email- ishakharianto@yahoo.co.id



                                                                                   




                [1] Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurusan Filsafat Islam (Program Studi Agama Dan Filsafat).
                [2]Daniel L. Pals. Seven Theories Of Religion, Cet ke II. Terj-Inyiak Ridwan Muzir dkk, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012), hlm. 201-202.
                [3]Ibid,. 204.
                [4]Andrew M. Greeley. Religion In Europe At The End Of Second Millennium, (United States Of America: Transaction Publisher,New Brunswick, New Jersey, 1928). hlm. IX.
                [5]Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari Desa ke Kota atau  perpindahan penduduk secara berduyun-duyun dari desa, kota kecil, daerah ke kota besar (pusat pemerintahan): dan juga bisa diartikan sebuah perubahan sifat suatu tempat dari suasana pola hidup desa ke suasana hidup kota. Pengertian ini bisa dilacak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau Kamus Pelajar Bahasa Indonesia.
                [6]Andrew M. Greeley. Religion In Europe...,hlm. XV.
            [7]Knowledge Is Power adalahungkapan Francis Bacon (1561-1626), ia adalah seorang filosof Inggris yang terkenal sebagai pelopor empirisme yang mengembangkan epistemologi induktif, menggeser metode deduktif. Lebih lengkapnya lihat Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang (terj.), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), Cet. III, hlm. 711.
                [8]Betrand Russell,Bertuahan Tanpa Agama, (Yogyakarta: Resist Book, 2008). hlm. IX.
                [9]Arnold Toynbee, Mankind And Mother Earth A Narative History Of The World, (Oxford University Press, New York and London 1976).Terjm. Agung Prihantoro dkk. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004). hlm. 702-703.
                [10]Ibid., hlm. 704-705.
            [11]Royal Society adalah asosiasi masyarakat ilmiah yang bersifat non profit, independen dan non partisan  yang didirikan pada tahun 1783 di Skotlandia. Diantara ilmuwan pendiri lembaga ini adalah: Adam Smith, Joseph Black, James Hutton dan Benjamin Franklin. Dan yang menjadi presiden RSE pertama, adalah The Duke of Buccleuch. Kemudian di generasi modern ada Sir Walter Scott, Lord Kelvin dan Sir Michael Atiyah. Lembaga ini mirip dengan Royal Society, London Inggris Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) adalah sebuah organisasi amal di Inggris dan Wales yang mengalakkan kesejahteraan hewan. Pada 2009 RSPCA telah menyelidiki 141,280 kejadian kekerasan, menyelidiki, serta menyelamatkan 135,293 hewan. Organisasi kesejahteraan hewan ini merupakan yang pertama dan terbesar di duniaserta merupakan salah satu pengamal terbesar di Inggris.Silahkan di lacak di http://id.wikipedia.org/wiki/Royal_Society.com.
                [12]Musya Asy’arie. Islam Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat (Yogyakarta: LESFI, 1997), hlm. 33.
                [13]Uswatun Hasanah, Etos Kerja Sarana Menuju Puncak Prestasi (Yogyakarta: Harapan Utama, 2004), hlm. 9.
                [14]Max weber, The Protestan Ethic And The Spirit Of Capitalism, (Routledge, London and New York University, 1992), hlm. 91.
[15]Mulyanto Sumardi, Penelitian Agama, Agama Dan Cakupan Ilmu Agama,(Jakarta : Sinar Harapan, 1982), hlm. 6.
                [16]Ibid., hlm. 17.
                [17]Jirhanuddin, Dalam Ringkasan Disertasi, Etos Kerja Suku Dayak Bakumpai, (Yogyakarta: Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2014), hlm. 16. 
                [18]Noeng Muhajir, Pendidikan Ilmu Dan Islam, (Yogyakarta: Reka Sarasin, 1985), hlm. 11.
                [19]Mulyanto Sumardi, Penelitian Agama, Agama Dan Cakupan Ilmu Agama, (Jakarta : Sinar Harapan, 1982),  hlm. 21.
                [20]I Bambang Sugiharto dkk. Wajah Baru Etika Dan Agama, (Yogyakarta: KANISIUS, 2000), hlm. 32-32.
                [21]Ibid., hlm. 41.
                [22]M. Sholahuddin. Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,2007), hlm. 5.
                [23]Taqyuddin An-Nabhani. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perpektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti,1996), hlm.50.
                [24]Ibid., hlm. 52.
            [25]Adiwarman A Karim,  Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Karim Business Consulting 2003), hlm. 10-11.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © FILSAFAT - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -