- Back to Home »
- AGAMA SEBAGAI BAYANG-BAYANG SOLUSI KEMISKINAN
Posted by : Unknown
Minggu, 08 Februari 2015
AGAMA SEBAGAI BAYANG-BAYANG
SOLUSI KEMISKINAN
Oleh. Ishak Hariyanto[1]
Email.
ishakharianto@yahoo.co.id
Abstrak
Agama
dan filsafat dalam lintasan sejarah umat manusia memang memiliki peranan yang
penting dalam aspek kehidupan.Pada awal milenium ketiga ini agama dihadapkan
dengan problematika kemiskinan yang menjerat masyarakat. agama dan filsafat
hanya mampu memberikan horizon pengetahuan dan pemikiran yang energik untuk
meminimalisir problematika kemiskinan serta memberikan etos dalam bekerja. Etos
termanifestasi kedalam
bentuk watak, mentalitas,sikap semangat dalam kehidupanserta berperanpanduan
dalam upaya memecahkan problematika kehidupan. Etos juga bermakna sebagai spirit of life di mana agama
berfungsi sebagai way of life. Pertanyaannya adalah:
dimanakah letak agama dan filsafat dalam menjawab semua tantangan tersebut?
Tulisan
ini berbicara mengenai agama sebagai bayang-bayang solusi kemiskinan.
Kemiskinan bisa diatasi dengan membebaskan hasrat manusia untuk mencari kekayaan
ekonomi karena pada hakikatnya manusia adalah ‘a needy, and even, a greedy
being.’ Manusia adalah makhluk yang secara konstan dihantui keinginan yang
tidak terbatas dan perasaan takut kekurangan.
Menurut
penulis, Agama hanyalahsekedar bayang-bayang dalam menyelesaikan problematika
kemiskinan; yakni sebatas memberikan ketenangan sesaat dan hanya sebagai pengisi
kekosongan hidup, dan bahkan agama cenderung dijadikan sebagai sikap apologetik
dan sebagai tempat menghibur suara hati yang dilanda kemiskinan. Alih-alih
memandang agama sebagai lambang ketertindasan, agama, sebagaimana ditegaskan
Karl Max, adalah hati dari sebuah dunia yang tidak punya nurani, adalah roh
dari keadaan yang tidak punya jiwa sama sekali, serta candu masyarakat. Agama,
dalam pandangan ini, bukanlah solusi dalam menyelesaikan problematika kemiskinan.
Kata kunci: Agama, Solusi kemiskinan
A. Pendahuluan
Berbicara tentang agama yakni berbicara tentang suatu
keyakinan, sebuah keyakinan tidak akan mampu untuk dipaksakan untuk meyakini
suatu diluar keyakinannya, akan tetapi dalam konteks ini kita berbicara tentang
agama secara universal, dan apakah agama itu memiliki peranan yang besar dalam
membangun dunia yang kita idam-idamkan yakni dunia yang penuh dengan
kesejahteraan, ketentraman sertakekayaan, dan sudah barang tentu semua manusia memiliki
harapan-harapan, dimana harapan itu terlihat
dalam aspek serta pola kehidupan yang cenderung materialisme, secara
tidak sadar bahwa sesungguhnya dalam kehidupan kita selalu dibayang-bayangi dengan
problematika kemiskinan yang menjerat kita serta kondisi prekonomian yang tidak
pernah kunjung berpihak pada si miskin.
Maka
wajar semua orang mengidam-idamkan kehidupan yang mewah serta berekspektasi
menjadi orang yang kaya serta menikmati hasil dari kekayaannya. Akan tetapi
yang menjadi proyek besar kita pada awal
melenium ketigaini adalah apakah agama dan filsafat itu mampu memberikan
solusi terhadap problematika yang menjerat manusia, yakni problem kemiskinan.Kemiskinan
ini tidak akan bisa diselesaikan secara terstruktur oleh agama dan filsafat,
akan tetapi agama dan filsafat hanya mampu memberikan horizon pengetahuan serta
solusi pemikiran untuk meminimalisir problematika kemiskinan tersebut. Penulis beranggapan bahwa sesungguhnya
agamaitu hanya sebatas bayang-bayang saja dalam menyelesaikan problematika
kemiskinan, karena hanya memberikan sebatas ketenangan sesaat dan hanya sebagai
mengisi kekosongan hidup, dan bahkan cenderung agama dijadikan sebagai sikap
apologetik; yakni sebagai tempat menghibur suara hati yang dilanda kemiskinan,
dan bagaimana mungkin agama mampu menyelesaikan kemiskinan yang telah melanda
serta mengakar dalam tubuh masyarakat, agama hanya sebatas ritual yang hanya
mampu memberikan suntikan rasa nyaman kepada para pemeluknya.
B. Agama Sebagai Penyebab
Kemunduran
Dalam
hal ini apakah agama itu sebagai biang keladi kemunduran serta keterpurukan
masyarakat dari problematika kemiskinan, atukah agama itu menjadi solusi
kemiskinan? menurut penulis agama bukan sebagai solusi kemiskinan,bagaimana
mungkin agama mampu menyelesaikan kemiskinan tanpa adanya prekonomian serta
materi yang kuat, karena suatu negara dikatakan maju apabila di dalamnya
terdapat ekonomi yang kuat.Dalam hal ini penulis mengapresiasi secara penuhstatemen-statemen
Karl Marx mengenai agama, walaupun kadangkala Marx mengatakan agama sangat baik
sekalai akan tetapi perkataan yang baik itu berubah menjadi perkataan yang
sangat pedas sekali, karena bagi Marx agama sama sekali adalah sebuah ilusi.
Rasa takut adalah sebuah ilusi dengan konsekuensi yang sangat menyakitkan.
Agama
adalah bentuk ideologi yang paling ekstrem dan yang paling nyata, karena kita
berpandangan agama akan mampumengatur sebuah sistem kepercayaan masyarakat yang
tujuan utamanya adalah agar dapat memberikanalasan dan hukum-hukum agar seluruh
tatanan dalam masyarkaat bisa berjalan dengan sesuai apa yang di inginkan
penguasa. Akan tetapi pada kenyataannya agama sangat bergantung pada kondisi
ekonomi sebab tidak satupun doktrin-doktrin dan kepercayaan-kepercayaan agama
mempunyai nilai-nilai independen. Walaupun
doktrin satu agama berbeda dengan yang lain, namun bentuk-bentuk spesifik yang
ada dalam berbagai masyarakat pada akhirnya tergantung pada satu hal, yakni
kondisi sosial kehidupan yang pasti juga bergantung pada kekuatan materi yang
bisa mengatur masyarakat dimanapun dan kapanpun.[2]
Marx
mengatakan bahwa kepercayaan terhadap agama dalah lambang kekecewaan atas
kesalahan dalam perjuangan kelas. Kepercayaan tersebutadalah sikap yang sangat memalukan
yang harus di buang bahkan dengan cara paksa. Dalam hal ini penulis mengutip
pendapat Karl Marx yang paling fenomenal mengenai agama:
Kepedihan yang dialami
manusia dalam agama pada saat yang sama adalah ekspresi kepedihan yang lebih
dalam, yaitu kepedihan dalam ekonomi dan merupakan bentuk proses melawan
kepedihan yang lebih dalam tersebut. Agama adalah lambang ketertindasan, agama
adalah hati dari sebuah dunia yang tidak punya nurani, agama adalah roh dari
keadaan yang tidak punya jiwa sama sekali. Agama adalah candu masyarakat.
Untuk meraih
kebahagiaan yang sebenarnya, manusia harus menghapus agama, karena agama hanya
memberikan kebahagiaan khayalan. Tuntutan untuk menghilangkan khayalan yang
diberikan agama adalah tuntutan untuk menghilangkan kondisi-kondisi yang
membutuhkan khayalan-khayalan itu sendiri.[3]
Dalam hal ini juga penulis ingin
mengaitkan dengan konsep serta profil sikap keberagamaan orang-orang di eropa,
karena dalam konteks ini berbicara tentang agama. Dalam profil perkembangan
agama di daerah eropa terjadi penurunan, yaknisikap penurunan keagamaan, jadi
agama bukanlah solusi dalam memecahkan problematika kemiskinan yang telah
mengakar dalam tubuh masyarakat, hal ini diperkuat oleh pandangan-pandangan
ilmuan serta Sosiolog eropa tentang pengaruh
penurunan sikap keagamaan sepertiBryan Wilson (1965,1968, 1975, 1982)
Steve Bruce (1992, 1993, 1995, 1996), Karel Dobbelaere (1987, 1989), Thomas
Luckmann (1976), the early Peter Berger (1969), Tschannen (1991). Mengatakan
bahwa:
“Most sociologists of religion describe a general decline in religious
faith and practice in Europe over the last two centuries. The secularizing
forces of the Enlightenment, science, industrialization, the influence of Freud
and Marx, and urbanization are all felt to have diminished the power of the
churches and demystified the human condition. In Andrew Greeley's view, such
overarching theories and frameworks do not begin to accommodate a wide variety
of contrasting and contrary social phenomena. Religion at the End of the Second
Millenium, engages the complexities of contemporary Europe to present a nuanced
picture of religious faith rising, declining, or remaining stable”.[4]
Terjemahan: Sebagian sosiolog agama
menggambarkan bahwa terjadinya penurunan dalam kepercayaan dan praktik
keagamaan di Eropa selama dua abad terakhir. Dimana ini dipengaruhi oleh
kelompok sekularisasi Pencerahan ,ilmu pengetahuan, industrialisasi, pengaruh
Freud, Marx dan juga urbanisasi[5] yang mengakibatkan telah
berkurangnya kekuatan gereja dan juga sikap manusia serta pola pikir yang sudah
berbeda. Dalam pandangan Andrew Greeley bahwa teori dan kerangka kerja semuanya
tersebut tidak dimulai dengan mengakomodasi berbagai fenomena sosial, dimana
itu semuanya kontras dan bertentangan. Agama di Akhir Millenium Kedua ini
melibatkan kompleksitas Eropa kontemporer untuk menyajikan gambaran yang
bernuansa peningkatan kepercayaan terhadap agama, penurunan ataukah masih tetap
stabil.
Walaupun penelitian Andrew Greeley
hanya mengangkat aspek keberagamaan orang eropa masih ada yang tinggi, akan
tetapi disini menurut penulis mengatakan agama bukanlah solusi kemiskinan. Andrew
Greeley mengatakan:
“Patently, religion in Europe changed
enormously between the end of the first millenium and the end of the second. In
Greeley's judgment, the change has been an improvement, not because
superstition has been eliminated (it has not, ass well we shall see), but
because freedom has replaced compulsion”.[6]
Terjemahan:
Dengan secara jelas bahwa agama di Eropa telah berubah sangat drastis antara
akhir milenium pertama dan akhir kedua . Dalam penilaian Greeley perubahan itu
sudah ada peningkatan yang sangat signifikan dan peningkatan itu bukan karena
kepercayaan takhayul telah dihilangkan, akan tetapi itu karena konsep kebebasan
untuk melaksanakan keyakinan keagamaan sudah diganti oleh paksaan itu sendiri.
Jadi sangat jelas bahwa agama bukan sebagai solusi
bagi kemiskinan meskipunperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
melaju begitu pesat, yang berakhir pada peniscayaan terhadap rasio membuat
manusia memandang dan menghadirkan dunia dengan segala persoalannya sebagai
realitas yang sederhana, dan harus ditundukkan guna memenuhi hasrat hidup
manusia, hingga hukum-hukum alam dan teori-teori pun bermunculan. Hal ini
terjadi melalui sejarah yang panjang, bermula dari kemajuan Imperium Romawi
kuno, hegemoni gereja yang menimbulkan trauma persepsi, berlanjut pada pengaruh
kemajuan peradaban Islam dan terjadinya transpormasi tercipta kebangkitan Eropa
menuju apa yang dikenal dengan renaissaince, hingga pada akhirnya
muncullah ungkapan“KnowledgeIs Power”[7] dengan segenap produk
teknologi yang super canggih dewasa ini.
Menurut
analisis penulis agama adalah penyebab terjadinya kemunduran dalam peradaban
umat manusia dan terlebih lagi di Barat. Hal ini sejalan seperti yang dikatakan
Betrand Russel agama sebagai lucretius, artinya bahwa agama itu sebagai
sumber penderitaan dan penyakit yang timbul dari rasa takut yang tak terungkap
oleh manusia, baginya agama tetap sebagai penyebab kemunduran.[8]
Sekali
lagi agama dan filsafat bukan sebagai solusi kemiskinan, akan tetapi agama dan
filsafat hanya mampu memberikan etika pemikiran yang luas dalam menghadapi
problematika kemiskinan, walaupun memang secara tidak lansung filsafat telah
mengubah aspek kehidupan masyarakat secara pemikiran yang energik dalam hal ini mengutip pendapat
yang dilontarkan oleh Arnold Toynbee. Sesungguhnya pada abad 17 scientist
mencoba menghilangkan pola pemikiran yang bersifat mistik dan takhayul dan memberikan pola pemikiran yang lebih
bersifat ilmiah dan eksperimental, sehingga di barat pada abad ke 17 ini
menjadi sejarah dan saksi bahwa era takhayul sudah mulai hilang di Barat,
sebagai salah satu contoh takhayul yang coba dihilangkan di negara-negara Barat
yakni, unculnya sebuah komet adalah peritiwa ajaib yang direncanakan oleh tuhan
sebagai peringatan akan segera
datangnya hukuman.[9]
Komet yang muncul pada 1680 dianggap sebagai peringatan seperti itu. Pada 1682
Bayle menerbitakn bukunya yang isinya adalah kritikan terhadap pola pemikiran
yang masih mengandalkan kekuatan tuhan, dimana dia mengatakan bahwa komet yang
muncul 1680-an dan komet-komet yang lain itu adalah fenomena alam yang normal.
Ketika komet yang lain tampak pada 1682, astronom Edmund Halley menyamakan
dengan komet-komet yang muncul pada tahun-tahun sebelumnya, dan dia mencoba
menghitung orbit-orbitnya serta kecepatannya.
Takhayul
yang lainnya juga mulai dihilangkan dalam pola pikir Barat yakni kepercayaan
terhadap dukun, akan tetapi melenyapkan takhayul ini tidaklah gampang pada masa
itu dimana rentang waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan takhayul yakni
sekitar (1563-1762) sejak timbulnya tantangan pertama terhadap takhayul di
wilayah kristen Barat dan eksekusi terahir atas seorang dukun yang dilakukan di
wilayah tersebut, pada saat itu ribuan orang tak bersalah mati secara
mengenaskan. Penolakan terhadap takhayul, otoritas dan intoleransi merupakan
kemenangan intelektual dan moral yang meninggalkan kesenjangan-kesenjangan
dalam struktur kultural dan sosial masyarakat Barat.[10]
Pergantian world view dalam
peradaban Barat ini memang tidak lain adalah hasil dari para filusuf-filusuf terkemuka
yang pernah hidup, akan tetapi dalam konteks kemiskinan hanya kekayaan ekonomi
serta materilah yang mampu memberikan solusi kemiskinan. Pola pemikiran yang
menganggap agama sebagai solusi terhadap masalah kemiskinan itu telah usang,
dan pola pemikiran yang masih menganggap kekuatan agama serta mistik itu masih
berfungsi di jawab dengan datangnya penemuan-penemuan ilmiah hal ini ditandai
ketika pada tahun 1649 dan pemikiran yang masih mengandalkan kekuatan mistik berhasil
diganti dan dimusnahkan dengan minat pada matematika dan fisika. Minat pada
matematika dan fisika ini diransang oleh ekspektasi untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia melalui aplikasi sistematis sains matematis ke teknologi.
Ekspektasi ini juga diekspresikan oleh Leonardo Da Vinci dan disambut oleh
Prancis Bacon. Ekspektasi ini terus berkembang dan banyak mengilhami
murid-murid Bacon yaknin para pendiri Royal Society[11]. William Harvey
(1578-1657) seorang warga negara inggris alumnus Universitas Padua. Robert
Boyle (1627-91) memisahkan ilmu dari alkemi, dan disambut juga oleh Isacc
Newton merevolusi fisika dan astronomi Barat. Sedangkan diwilayah filsafat
ditandai oleh Rene Descrates, John Locke
mengusung epistemologi secara empiris, spinoza dan leibniz meletakkan
dasar-dasar baru bagi metafisika.
C. Agama Sebagai Etos Dalam
Kerja
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa sesungguhnya agama
bukan jalankeluar dari problematika kemiskinan, akan tetapi agama hanya mampu
memberikan solusi yakni hanya sebatas spirit untuk mengejar kekayaan, dalam hal
ini agama termanifiestasi sebagai etos kerja. Karena hanya dalam bekerja serta
memiliki kekayaan ekonomikita bisa memberikan solusi bagi kemiskinan. Etos dalam konteks ini sesunggguhnya sebagai
watak, sikap semangat dalam menjalani kehidupan, maka dari itu dibutuhkan sikap
yang selalu semangat, dalam hal ini semangat dalam bekerja sebagai sebuah
langkah memecahkan problematika kehidupan, salah satunya masalah kemiskinan yang
ada di tengah-tengah masyarakat, bagaimana kita akan mampu memecahkan masalah
kemiskinan yang ada di tengah-tengah masyarakat tanpa adanya etos dalam bekerja,
dalam konteks ini etos dijadikan sebagai sebuah sikap yang semangat serta
mentalitas seseorang dalam bekerja sebagai solusi dari problematika kemiskinan.
Agama sebagai etos dalam kerja disini hanya sebatas memberikan spirit dalam
hidup, karena pertanyaan yang paling mendasar adalah apakah tujuan orang itu
beragama, apakah agama hanya sebagai pelarian semata, ataukah agama sebagai spirit
of lifedan atukah menjadi way of life dalam menjalani kehidupan, hal
ini tergantung dari pandangan individu masing-masing.
Agama hanya sebagai etos dalam kerja yang
dimaksud disini, bukan sebagai solusi dalam memecahkan problem kemiskinan.Akan tetapi
yang menjadi pertanyaan besarnyaapakah agama mampu memberikan etos dalam
bekerja. Etos dalam bekerjadalam beberapa buku mengatakan agama di ibaratkankan
seperti aturan yang mengatur setiap lini kehidupan manusia dan seharusnya
selalu memperhatikan setiap regulasi yang telah di atur oleh setiap agama
masing-masing, karena dari regulasi itu akan menjadikan manusia sebagai manusia
yang bisa diandalkan dalam memecahkan problematika kehidupan. karena tanpa
adanya regulasi maka hidup manusia menjadi tak terarah.
Maka dari itu hendaknya manusia
harus memperhatikan regulasi tersebut. Karena dari regulasi itu semua akan
tercipta etos dalam kerja, etos dalam konteks ini adalah spirit dalam bekerja,
karena agama bukanlah sekedar mengatakan saya beragama, akan tetapi dalam hal
beragama memiliki konsekuensi yang harus kita jalani dalam hidup kita. Etos disini
diartikan sebagai sebuah spirit dalam bekerja agar mampu memberikan jawaban
atas kemiskinan. Meskipun agama sebagai etos dalam bekerja, akan tetapi agama menurut
penulis hanya sebatas bayang-bayang solusi dalam memcahkan kemiskinan, akan
tetapi disini agama hanya sebagai langkah pelarian dalam memecahkan masalah
kemiskinan yang ada ditengah-tengah masyarakat, dan paling tidaksebagai seorang
penganut agama harus kembali kepada etos kerja agar mampu memecahkan hal yang
sangat riskan sekali yakni masalah kemiskinan.
Dalam hal ini etos kerja menurut
Musya Asy’arie berbicara tentang sifat, watak dan kualitas hidup batin manusia
moral dan gaya serta estetik serta suasana batin seseorang[12].
hal ini sangat fundamental sekali dalam diri manusia sebagai refleksi dalam
kehidupan nyata, etos kerja disini adalah sebuah pancaran dari sikap hidup
manusia yang mendasar terhadap suatu apapun entah itu dalam kerja dan beragama.
karena salah satu fungsi agama adalah agar hidup kita tidak kacau, maka manusia
tidak akan kacau dalam kehidupannya apabila beragama, karena agama mengatur
semua aspek kehidupan manusia.
Etos beragama menurut penulis disini
menganggap sebagai spirit untuk berkerja, karena agama memiliki ritual-ritual
khusus untuk memberikan rasa semangat buat umatnya dalam bekerja. Mengutip
pendapat Uswatun Hasanah tentang etos kerja. Etos kerja menurutnya adalah
rajutan nilai-nilai yang membentuk kepribadian seseorang dalam mengaktualisasi
diri dalam bekerja. Rajutan nilai-nilai tersebut dapat mencakup nilai sosial,
agama, budaya, serta lingkungan dimana seseorang selama ini banyak melakukan
interaksi hidup.[13]
Hal ini berkaitan dengan pendapatnya
Max Weber dalam bukunya The Protestan Ethic And The Spirit Of Capitalism
menjelaskan hasil penelitiannya mengenai pengaruh reformasi.Pengaruh reformasi
yang dimaksudagama protestan sekte Calvinisme terhadapsemangat kapitalisme.
Meskipun Weber tidak memberikan klaim bahwa semangat kapitalisme muncul akibat
reformasi, akan tetapi weber mengatakan bahwa sesungguhnya kekuatan serta
nilai-nilai agama itu memiliki peranan secara kualitatif terhadap semangat
dalam pembentukan kapitalisme, dan secara kuantitatif telah menyebarluaskan
semangat itu samapi ke daerah-daerah lain, dalam halini Weber memberikan
komentarnya.
On the other hand, however, we have
no intention whatever of maintaining such a foolish and doctrinaire thesis as
the spirit of capitalism in the provisional sense of term explained obove,
could only have arisen of the risult certain effects of the reformation. In
itself, the fact that certain important forms of capitalistic business organization
are known to be considerably older than the reformation is a sufficient
refutation of such a claim. On the contrary, we only wish to acsertain wheter
and to what extent religious forces have taken part in the qualitative
formation and the quantitative expansion of that spirit over the world.[14]
Komentar
yang dilontarkan oleh Marx Weber tersebut hanya sebatas spirit serta etika
protestan dalam melawan kapitalisme, akan tetapi bukan dalam memecahkan
kemiskinan, agama menurut Weber memiliki pengaruh, akan tetapimenurut analisis
penulis agama hanya sebatas memberikan bayang-bayang
dalammenyelesaikankemiskinan,harapan-harapan itu paling tidak memberikan rasa
nyaman kepada pemeluk agama dan itupun hanya sebatas memberikan spirit serta
etos dalam kehidupan.
Dalam hal beragama sebagian orang
memandangnya sangat penting sebagai aturan hidup dalam bekerja, dan sekali lagi
agama bukan solusi dalam memecahkan kemiskinan, akan tetapi agama hanya sebagai
solusi untuk memberikan etos serta spirit dalam bekerja. Oleh karena itu agama
disini sebagai spirit serta menjadi aturanhidup, maka sebaiknya penulis
mengajak untuk melihat pengertian agama. Agama menurut bahasa sang sekerta
bahwa kata “agama” dapat ditarik pengertiannya yakni “A” yang berarti tidak dan
“Gama” yang berati kacau. Artinya adalah dengan beragama maka manusia tidak
akan kacau dalam kehidupannya, karena agama mengatur semua aspek kehidupan
manusia. Selain itu agama juga berarti ilmu pengetahuan.[15]
Agama dalam bahasa latin religio yang berarti mengikat. Menurut
pengertian ini agama adalah media untuk merekatkan dan mengikat berbagai unsur
dalam memelihara keutuhan diri manusia, maupun kelompok dalam hubungannya
dengan Tuhan, dengan manusia yang lain maupun dengan alam sekitar. [16]
Dalam haliniJirhanuddin mengemukakan
dalam disertasinya bahwa agama memiliki peranan yang sangat penting untuk
membangun etos kerja sebagai sarana dalam mendekatkan diri kepada tuhan. Dan
dalam bekerja ini akan tersirat nilai yang sangat mulia karena sebagaisarana
untuk mempermudah jalan beribadah kepada tuhan.[17]
Dalam hal etos kerja sesungguhnya
terdapat nilai-nilai. Nilai menurut Noeng Muhajir adalah sesuatu yang normatif,
sesuatu yang diupayakan dicapai dan ditegakkan. Nilaimerupakan sesuatu yang
ideal bukan faktual sehingga penjabarannya memerlukan penafsiran.[18]
Agama memang memiliki fungsi yang
sangat signifikan dalam meningkatkan etos serta spirit untuk bekerja, karena
melihat dari fungsi agama menurut Mulyanto Sumardi yakni
untuk menjaga keseimbangan rohani dan jasmani,karena agama mengajarkan
perimbangan antara jasmani dan rohani, oleh karena itu hanya agama yang mampu
untuk membina pengikutnya pada arah kehidupan yang tidak kacau, seperti
pengertian agama diatas bahwa agama itu tidak kacau sehingga bagi para
penganutnya hidup dan tinggal dalam aturan-aturan agama sebagai penjaga
sekaligus penyempurna hidup dalam bermasyarakat. [19]
D. Kekayaan Ekonomi Sebagai
Solusi Kemiskinan
Tiada lain cara yang paling ampuh dalam menyelesaikan masalah
kemiskinan adalah kekayaan ekonomi dan materi. Ketika seseorang memiliki
kekayaan ekonomi dan materi maka baru kita bisa menyelesaikan persoalan
kemiskinan yang ada di tengah-tengah masyarakat, salah satu yang di ajarkan
oleh agama Islam misalnya adalah memberikan zakat, sodaqoh, serta membangun
tempat-tempat amil zakat, disini terlihat sangat jelas bahwa kekayaan ekonomi
sebagai kendali kemiskinan, kekuatan ekonomi melalui amil zakat serta
lembaga-lembaga yang lain bertujuan untuk membantu masyarakat yang miskin.Dalam
pandangan penulis disinilah letak agama dalam memberikan jawaban terhadap
kemiskinan yakni hanya sebatas mengatur sendi kehidupan masyarakat yang miskin
melalui zakat serta sodaqoh tadi, maka dari itu penulis mengatakan agama hanya
sebatas bayang-bayang solusi kemiskinan, dan apabila seorang yang miskin tidak
mampu memenuhi kehidupannya maka harus disuruh bersabar. Bersabar disini
sebagai sikap kekecewaan atas ketidak mampuan. Maka dari itu penulis mengatakan
bahwa, hanya kekayaan ekonomi serta materilah yang mampumenjawab problematikakemiskinanyang
yang telah mengakar di tubuhmasyarakat.
Mengambilistilah
Aristoteles dalam konteks ekonomi. Ekonomi sesungguhnya berasal dari dua kata
yakni aikos (rumah) dan nomos (aturan) bagi Aristoteles ekonomi
itu adalah seni untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Namun di masa modern
istilah ekonomi itu telah mengalami perkembangan makna, makna modern dari
ekonomi itu dengan cepat diungkapkan oleh Adam Smith pada tahun 1776. Ketika
itu ekonomi berkembang menjadi suatu ilmu yang menyelidiki hakikat dan penyebab
dari kemakmuran suatu negara.[20]
Meskipun
ekonomi mengalami perkembangan yangsignifikan, ekonomi tetap memiliki korelasi
seperti apa yang dikatakan oleh Aristoteles di atas. Ekonomi itu berurusan
dengan fakta hidup manusia yang paling keras dan kekal, yakni bahwamanusia itu
pada hakikatnya adalah a needy, and even, a greedy being. Manusia adalah
makhluk yang sarat dihuni olehaneka ragam kebutuhan dankeinginan yang tak
terbatas sehingga hidupnya senantiasa terancam oleh perasaan kekurangan. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya danmemuaskan keinginannya ia harusmelakukan
aktivitas ekonomi, yakni produksi, distribusi dan konsumsibarang serta jasa
yang langka karena diminati banyak orang.
Kemiskinan yangmenjadi permasalahan dunia kontemporer ini
sesunggunhya terletak pada manusianya, karena tulang punggung perekonomian
modern terletak dalam keunggulan
sumberdaya manusianya. Pada masa lampau sumberutamakesejahteraan adalah
kesuburan tanahserta kekayaan alam,kemudian modal, dalam arti keseluruhan upaya
dan sarana produksi. Namun di masa kini manusia sendiri yang semakin berperan
sebagai faktor yang menentukan nasib sendiri, oleh karena itu harus memiliki
kemampuan untuk memahami serta menguasai tekhnologi informasi serta ilmu
pengetahuan, kemapuan berorganisasi secara terpadu, kemampuan untukmembaca
kebutuhan dankeinginan sesama danserta memenuhinya. Dengan didukung oleh itu
semua mansuia akan berusaha untuk mewujudkan suatu walfare state.[21]
Karena
kekayaanekonomi yang bisa menyelesaikan problematika kemiskinan, penulis ingin
mencoba mengaaitkan dengan pandangan ekonomi islam. Ekonomi islam bertujuan
untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, jadi agama tidak bisa
menyelesaikan masalah kemiskinan, agama hanya sebatas mengatur aspek kehidupan
manusia coba kita lihat dari definisi ekonomi islam.Ekonomi Islam didefinisikan sebagai cabang ilmu yang
membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi
sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi
kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekonomi
logis.[22]
Pandangan islam terhadap masalah kekayaan berbeda
dengan pandangan islam terhadap masalah pemanfaatan kekayaan. Menurut Islam,
sarana sarana yang memberikan kegunaan (utility) adalah masalah lain. Karena
itu, kekayaan dan tenaga manusia, dua-duanya merupakan kekayaan sekaligus
sarana yang bisa memberikan kegunaan (utility) atau manfaat. Sehingga,
kedudukan kedua duanya dalam pandangan islam, dari segi keberadaan dan
produksinya dalam kehidupan, berbeda dengan kedudukan
pemanfaatan serta tata cara perolehan manfaatnya.
Kekayaan ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh
setiap orang untuk mengatur urusan manusia,sehingga tercapainya pemenuhan semua
kebutuhan primer (bacis needs) tiap orang secara menyeluruh, jadi sangat
jelas sekali bahwa agama tidak mampumenyelesaikan masalahkemiskinan, karena
agama sangat mendukung secara jelas bahwa kita harus kaya secara materi,
apabila kita sudah kaya dengan materi baru kita bisa memenuhi kebutuhan orang
lain, yakni menolong orang lain dengan ekonomi pastinya.[23]
Apabila kita ingin dipandang kuat oleh seseorang pertamakalikita
harus memperkuat prekonomian kita, karena ekonomiadalah kebutuhan dasar manusia secara menyeluruh.
Kemudian pada saat yang sama, Islam memandangnya sebagai orang yang terikat
dengan sesamanya dalam interaksi tertentu, yang dilaksanakan dengan mekanisme
tertentu, sesuai dengan gaya hidup tertentu pula.Oleh karena itu, kekayaan ekonomi
sangat berperan penting dalam meningkatkan taraf kehidupan sebuah Negara.[24]
Dalam ekonomi islam juga hanya sekedar mensyariatkan
hukum-hukum ekonomi pada manusia. Dengan hukum-hukum itu akan tercapainya
pemenuhan seluruh kebutuhan primer tiap warga Negara secara menyeluruh, sebagai
sandang, pangan, dan papan. Caranya adalah mewajibkan bekerja tiap laki-laki
yang mampu bekerja, sehingga dia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya
sendiri, berikut kebutuhan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya.
Kalau orang tersebut sudah tidak mampu bekerja, maka Islam mewajibkan kepada
anak-anaknya, serta ahli warisnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya.
Atau bila yang wajib menanggung nafkahnya tidak ada, maka baitul malserta
lembaga amil zakat dan lembaga-lembaga lainnya yang wajib memenuhinya. Jadi
sangat jelas sekalibahwa kekayaan ekonomi adalahsebuah langkah yangjitu dalam
memecahkan problemkemiskinan, karena di dalam agama islam mislanya mendorong
manusia agar bekerja, mencari rezeki dan berusah, dan semua itu tiada lain
bertujuan untuk menjadikan diri kita kuat dalam ekonomi agar kita bisa menolong
orang yang miskin.
Meskipun dalam teori ekonomi
terdapat perbedaan, akan tetapi yang paling penting adalah kekayaan ekonomi.
Teori ekonomi islam dengan teori ekonomi konvensional misalnya memiliki letak perbedaan
yang mendasar, dimana letak perbedaan utamanya antara lain. Dalam pandangan
teori ekonomi islam tentunya beranggapansemua sumber hukum serta berprinsip
pada entitas utamanya yaitu Islam sebagai pedoman hidup yang langsung
dibimbing oleh Allah SWT. Islam secara jelas mengakui bahwa sumber ilmu tidak
hanya berasal dari pengalaman berupa data-data yang kemudian mengkristal
menjadi teori-teori, tapi juga berasal dari firman-firman Tuhan (revelation),
yang menggambarkan bahwa ekonomi Islam didominasi oleh variabel keyakinan
religi dalam mekanisme sistemnya.[25]
Sementara itu dalam ekonomi
konvensional memiliki dasar filosofi yakni terfokus pada tujuan keuntungan dan
materialisme.Hal ini wajar saja menurut penulis karena sumber inspirasi ekonomi
konvensional adalah akal manusia yang tergambar pada daya kreatifitas, daya
olah informasi dan imajinasi manusia, bukan urusan tuhan atau agama, karena
dalam urusan ekonomi manusia memiliki daya sendiri untuk mengaturnya, karena
hal-hal yang berkaitan dengan teologi sudah tidak memiliki tempat lagi apalagi
dalam urusan kemiskinan,karena urusan teologi sudah lama usang, agama hanya sebagai
penenang yang tidak mampu mengatasi problematika kemiskinan kontemporer.
F. Kesimpulan
Dalam lintasan sejarah umat manusia agama dan filsafat memang
memiliki peranan yang penting dalam aspek kehidupan, akan tetapi yang menjadi
permasalahan kontemporer adalah apakah agama dan filsafat itumampu memecahkan
problematika kemiskinan yang menjerat masyarakat. Seperti penulis uraikan di
atas agama dan filsafat hanya mampu memberikan horizon pengetahuan yang luas
serta pemikiran yang energik. Agama hanya sebatas memberikan etos serta spirit
terhadap pemeluknya yakni etos dalam bekerja untuk mengejar kekayaan ekonomi.Etos
disini sebagai sikap
yang semangat serta mentalitas seseorang dalam bekerja, agama hanya sebagai spirit
of life, dan agama berfungsi sebagai way of life.
Jadi fungsi
agama disini hanya sebagai bayang-bayang dalam memberikan solusi terhadap
kemiskinan, dalam artian agama hanya sebatas memberikan ketenangan sesaat dan
hanya sebagai pengisi kekosongan hidup, dan bahkan cenderung agama dijadikan
sebagai sikap apologetik; yakni sebagai tempat menghibur suara hati yang
dilanda kemiskinan dan hanya sebatas ritual yang hanya mampu memberikan
suntikan rasa nyaman kepada para pemeluknya.
Agama
sama sekali tidak akan mampu menyelesaikan problematika kemiskinan. Kemiskinan
bisa di atasi dengan kekayaan ekonomi serta materi karena manusia pada
hakikatnya adalah a needy, and even, a greedy being. Manusia adalah
makhluk yang sarat dihuni oleh aneka ragam kebutuhan dan keinginan yang tak
terbatas sehingga hidupnya senantiasa terancam oleh perasaan kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nabhani,
Taqyuddin. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perpektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti,1996.
Asy’arie, Musya. Islam
Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat Yogyakarta:
LESFI, 1997.
Greeley, Andrew, M.,Religion In Europe At The End
Of Second Millennium, United
States Of America: Transaction Publisher,New Brunswick, New Jersey, 1928.
Hasanah, Uswatun, Etos
Kerja Sarana Menuju Puncak Prestasi,Yogyakarta: Harapan Utama, 2004.
Jirhanuddin, Dalam Ringkasan
Disertasi, Etos Kerja Suku Dayak Bakumpai, Yogyakarta: Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2014.
Karim, A.
Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: Karim Business Consulting 2003.
Muhajir, Noeng, Pendidikan
Ilmu Dan Islam, Yogyakarta: Reka Sarasin, 1985.
Pals Daniel, L.,Seven Theories Of Religion,
Terj-Inyiak Ridwan Muzir dkk. Cet-ke
II, Yogyakarta: IRCiSoD, 2012.
Russel Bertrand, Sejarah
Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio- Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007.
---------------------,Bertuhan Tanpa Agama, Yogyakarta:
Resist Book, 2008.
Sholahuddin,
M., Asas-Asas Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo,2007.
Sugiharto Bambang, I., dkk. Wajah Baru Etika Dan
Agama,Yogyakarta: KANISIUS, 2000.
Sumardi,
Mulyanto, Penelitian Agama, Agama Dan Cakupan
Ilmu Agama, Jakarta : Sinar Harapan, 1982.
Toynbee, Arnold. Mankind And Mother Earth A
Narative History Of The World, Oxford
University Press, New York and London 1976. Terj. Agung Prihantoro dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Weber, Max. The Protestan Ethic And The Spirit Of
Capitalism,Routledge,
London and New York
University, 1992.
CURRICULUM VITAE
Nama : IshakHariyanto,
Temapat tanggal
lahir :Lombok NTB, 03-02-1989
Alamat : Lombok,Kabupaten
Lombok Tengah (NTB)
Background of Study : 1. (SDN) Sekolah Dasar Negeri 5(NTB)
2. (MTS) Madrasah Tsanawiyah (NTB)
3. (MA) Madrasah Aliyah (NTB)
4. Strata Satu IAIN Mataram (NTB)
5. Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Jurusan Filsafat Islam (Prodi Agama Dan
Filsafat)
Email- ishakharianto@yahoo.co.id
[5]Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari Desa ke Kota
atau perpindahan
penduduk secara berduyun-duyun dari desa, kota kecil, daerah ke kota besar
(pusat pemerintahan): dan juga bisa diartikan sebuah perubahan sifat suatu
tempat dari suasana pola hidup desa ke suasana hidup kota. Pengertian ini bisa
dilacak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau Kamus Pelajar Bahasa
Indonesia.
[7]Knowledge Is Power adalahungkapan Francis Bacon
(1561-1626), ia adalah seorang filosof Inggris yang terkenal sebagai pelopor
empirisme yang mengembangkan epistemologi induktif, menggeser metode deduktif.
Lebih lengkapnya lihat Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat dan
Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang (terj.),
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), Cet. III, hlm. 711.
[11]Royal Society adalah asosiasi masyarakat
ilmiah yang bersifat non profit, independen dan non partisan yang
didirikan pada tahun 1783 di Skotlandia. Diantara ilmuwan pendiri lembaga ini
adalah: Adam Smith, Joseph Black, James Hutton dan Benjamin Franklin. Dan yang
menjadi presiden RSE pertama, adalah The Duke of Buccleuch. Kemudian di
generasi modern ada Sir Walter Scott, Lord Kelvin dan Sir Michael Atiyah.
Lembaga ini mirip dengan Royal Society, London Inggris Royal Society
for the Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) adalah sebuah organisasi amal di Inggris dan Wales yang mengalakkan kesejahteraan hewan. Pada 2009 RSPCA telah menyelidiki 141,280 kejadian
kekerasan, menyelidiki, serta menyelamatkan 135,293 hewan. Organisasi
kesejahteraan hewan ini merupakan yang pertama dan terbesar di duniaserta
merupakan salah satu pengamal terbesar di Inggris.Silahkan di lacak di http://id.wikipedia.org/wiki/Royal_Society.com.
[15]Mulyanto Sumardi, Penelitian Agama, Agama Dan Cakupan Ilmu
Agama,(Jakarta : Sinar Harapan, 1982), hlm.
6.